NovelToon NovelToon
AIRILIA

AIRILIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Duniahiburan / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Irla26

Airilia hidup dalam keterbatasan bersama ibunya, Sumi, yang bekerja sebagai buruh cuci. Ayahnya meninggal sejak ia berusia satu minggu. Ia memiliki kakak bernama Aluna, seorang mahasiswa di Banjar.

Suatu hari, Airilia terkejut mengetahui ibunya menderita kanker darah. Bingung mencari uang untuk biaya pengobatan, ia pergi ke Banjar menemui Aluna. Namun, bukannya membantu, Aluna justru mengungkap rahasia mengejutkan—Airilia bukan adik kandungnya.

"Kamu anak dari perempuan yang merebut ayahku!" ujar Aluna dingin.

Ia menuntut Airilia membiayai pengobatan Sumi sebagai balas budi, meninggalkan Airilia dalam keterpurukan dan kebingungan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irla26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28. Kedatangan pak RT

Saat Hasan masih berada di dalam kamar Airilia, ia mendengar seseorang memanggil namanya dari luar. Dengan langkah cepat, ia keluar dan berjalan menuju pintu yang terbuka lebar. Di depan rumah, ia melihat Adnan, Ketua RT di kampung mereka, berdiri dengan ekspresi sedikit canggung.

"Eh, Pak RT, silakan masuk," Hasan mempersilakan tamunya duduk di ruang tamu. Namun, dalam hatinya, ia bertanya-tanya tentang tujuan kedatangan Adnan.

"Ada apa, ya, Pak?" tanyanya setelah mereka duduk berhadapan.

Adnan menghela napas sebelum menjawab, "Saya ke sini karena permintaan warga, Pak Hasan."

Hasan mengerutkan kening. "Permintaan apa, Pak?"

Adnan menatap Hasan dengan penuh pengertian. "Begini, saya datang bukan untuk mengusir Pak Hasan dan keluarga. Tapi, warga di sini merasa terganggu karena setiap malam keponakan Pak Hasan selalu berteriak-teriak."

Hasan terdiam. Ia mengerti kekhawatiran warga. Sudah lama ia berusaha menyembuhkan Airilia, tapi belum ada hasil yang memuaskan.

"Saya mengerti, Pak Adnan. Sebenarnya, saya memang berencana membawa Airilia berobat. Mohon beri kami waktu beberapa hari untuk meninggalkan kampung ini."

Adnan mengangguk kecil. "Maaf sekali lagi, Pak Hasan. Saya benar-benar tidak bermaksud mengusir, hanya saja ini demi kenyamanan bersama."

Hasan tersenyum tipis. "Saya paham, Pak. Terima kasih sudah datang dan menyampaikan ini dengan baik."

Adnan berdiri, bersiap pamit. "Kalau begitu, saya permisi dulu."

Hasan mengangguk dan mengantar kepergian Ketua RT itu dengan tatapan kosong.

Tak lama setelah Adnan pergi, Badariah datang dari belakang rumah setelah menjemur pakaian. Ia melihat ekspresi suaminya yang sedikit berubah.

"Mas, siapa yang datang?" tanyanya.

"Pak Adnan."

"Ngapain Pak RT ke sini?"

"Beliau datang menyampaikan keluhan warga. Mereka terganggu karena teriakan Airilia setiap malam."

Badariah terdiam sesaat, lalu menatap suaminya dengan cemas. "Itu artinya kita diusir, dong?"

Hasan menggeleng. "Bukan diusir. Kita bisa kembali lagi setelah Airilia sembuh."

"Lalu, kita akan pergi ke mana?"

"Kita akan ke Banjar. Di sana ada rumah sakit terkenal yang bisa menangani kasus seperti Airilia."

Badariah semakin khawatir. "Terus, di sana kita tinggal di mana?"

"Untuk sementara, kita bisa tinggal di rumah peninggalan ayah Airilia."

Badariah menatap suaminya dengan ragu. "Maksudnya rumah almarhum Kak Sento dan Kak Andira?"

Hasan mengangguk.

"Tapi, Mas... Aku takut kalau rumah itu sudah dijual oleh Kak Andira."

Hasan menghela napas. "Tidak mungkin. Kak Andira tidak akan menjual rumah itu karena sertifikatnya ada di tanganku. Waktu itu, almarhum Kak Sento menitipkannya atas nama Airilia."

Badariah mengangguk paham.

"Dek, nanti kemasi barang-barang kita dan Airilia. Lusa, kita berangkat ke Banjar," ujar Hasan tegas.

"Baik, Mas." Badariah pun masuk ke kamar Airilia untuk mempersiapkan keberangkatan mereka.

Di dalam mobil, Andira duduk diam sambil melamun. Bayangan kejadian di supermarket tadi masih menghantuinya. Ia merasa ada sesuatu yang aneh dengan perempuan yang baru saja ditemuinya.

Rakha, yang sedang menyetir, melirik istrinya. "Sayang, kamu kenapa?" tanyanya, heran melihat Andira tampak begitu serius.

Andira menoleh ke arah suaminya. "Tadi, aku bertemu dengan seorang perempuan. Rasanya aku pernah mengenalnya, tapi aku tidak bisa mengingat dari mana."

Rakha mengangkat alis. "Terus, kenapa kamu sampai kepikiran seperti ini?"

Andira menghela napas. "Aku merasa ada ikatan batin dengannya. Seperti ada sesuatu yang menghubungkan kami."

Rakha tersenyum kecil. "Mungkin dia anak teman lamamu?"

Andira menggeleng pelan. "Entahlah... Tapi, rasanya tidak begitu. Aku sudah hampir 17 tahun tidak bertemu teman-teman lamaku sejak kita pindah ke Jakarta."

"Bisa jadi memang seseorang dari masa lalu yang kamu lupa," kata Rakha sambil tetap fokus mengemudi.

"Mungkin saja..." gumam Andira.

"Perempuan itu ciri-cirinya seperti apa?"

"Sepertinya seumuran dengan Dinda..." jawab Andira pelan.

Rakha tidak menjawab lagi. Mereka pun melanjutkan perjalanan pulang dengan suasana hening.

Setibanya di rumah, Andira segera masuk, sementara Rakha menurunkan belanjaan mereka.

Dinda, adik Andira, langsung menyambutnya di ruang tamu. "Kak Dira, beli pesananku enggak?" tanyanya dengan semangat.

Andira tersenyum lelah. "Ada. Kak Rakha yang bawain."

Mendengar itu, Dinda langsung bergegas ke dapur untuk mengambil belanjaannya.

Sementara itu, Rakha masuk ke ruang tamu dengan membawa dua gelas es teh. Ia menyodorkan salah satunya kepada Andira. "Sayang, kamu masih kepikiran perempuan tadi?"

Andira menatap gelas di tangannya, lalu mengangguk kecil. "Entahlah..."

Rakha tersenyum dan mengusap kepala istrinya lembut. "Nih, minum dulu. Kamu pasti haus."

Andira menerima gelas itu dan meminumnya. "Tau aja aku lagi haus."

Rakha terkekeh. "Iya dong, aku kan sayang sama kamu."

Andira tersenyum. Ia bersyukur karena di usianya yang hampir 45 tahun, Rakha masih setia padanya, meskipun perbedaan usia mereka cukup jauh, lima tahun.

Tak lama kemudian, Rakha bersiap pergi. "Sayang, aku ke kantor dulu, ya."

"Hati-hati, Mas," kata Andira. Rakha mengangguk dan berjalan keluar rumah.

Dinda, yang baru saja kembali dari dapur dengan sepiring sosis dan nugget goreng, melihat Rakha pergi. "Kak Rakha ke mana?" tanyanya.

"Ke kantor."

Dinda duduk di sofa, lalu menggigit sosis gorengnya. "Kak Dira, nanti Reza jemput Rehan di pesantren, kan? Mau aku bilangin?"

"Iya, tolong kabari Reza," ujar Andira.

Dinda segera mengambil ponselnya dan mengirim pesan ke Reza.

Sambil menunggu balasan, Andira tiba-tiba bertanya, "Dinda, kamu pernah enggak sih ketemu orang pertama kali tapi merasa ada ikatan batin dengannya?"

Dinda mengunyah makanannya sambil berpikir, lalu menggeleng. "Enggak pernah. Emang kenapa?"

"Enggak papa... Aku ke kamar dulu, mau istirahat," kata Andira sambil bangkit dari sofa.

"Kak Dira enggak mau sosis?" Dinda menawarkan.

"Nanti aja," jawab Andira sebelum akhirnya masuk ke kamarnya.

Dalam hati, ia masih bertanya-tanya tentang perempuan di supermarket tadi.

Siapa dia? Kenapa rasanya seperti ada sesuatu yang menghubungkan mereka?

---

Bersambung...

1
rania
Kasihan Dinda, peluk jauh🥺🥺
R-man
cerita nya menarik !!
Maximilian Jenius
Wah, gak sabar nunggu kelanjutan ceritanya, thor! 😍
Madison UwU
Menyentuh
indah 110
Tolong update cepat, jangan biarkan aku mati penasaran 😩
Farldetenc: Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc
Izin yaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!