Hara, gadis perfeksionis yang lebih mengedepankan logika daripada perasaan itu baru saja mengalami putus cinta dan memutuskan bahwa dirinya tidak akan menjalin hubungan lagi, karena menurutnya itu melelahkan.
Kama, lelaki yang menganggap bahwa komitmen dalam sebuah hubungan hanya dilakukan oleh orang-orang bodoh, membuatnya selalu menerapkan friendzone dengan banyak gadis. Dan bertekad tidak akan menjalin hubungan yang serius.
Mereka bertemu dan merasa saling cocok hingga memutuskan bersama dalam ikatan (boy)friendzone. Namun semuanya berubah saat Nael, mantan kekasih Hara memintanya kembali bersama.
Apakah Hara akan tetap dalam (boy)friendzone-nya dengan Kama atau memutuskan kembali pada Nael? Akankah Kama merubah prinsip yang selama ini dia pegang dan memutuskan menjalin hubungan yang serius dengan Hara?Bisakah mereka sama-sama menemukan cinta atau malah berakhir jatuh cinta bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizca Yulianah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bahasa Bunga
Sudah sepuluh menit Hara dan Sinta duduk sembari menopang dagu dan menatap buket bunga besar yang kini tergeletak di atas meja pantry.
Mereka yang biasanya tidak akan pernah mau melewatkan makan siang sekalipun badai menerjang itu malah sama sekali mengabaikan bunyi microwave yang sudah selesai melakukan tugasnya memanaskan makan siang milik Hara.
Sementara Sinta, sudah menganggap nasi ayam geprek miliknya sama sekali tak menggugah selera makannya.
"Kalau bukan sakit jiwa terus apa coba?" Sinta yang lebih dulu bersuara.
Hara menghela napas panjang, mengedikkan bahunya dan menggeleng. Sama sekali tidak paham tentang situasi yang terjadi saat ini.
"Kalau di bilang ngajak musuhan, tapi masa iya ngirim bunga sebagus ini?" Sinta kembali ber hipotesa.
Sementara Hara sudah beranjak dari tempat duduknya, menuju microwave yang sedari tadi sudah menjerit-jerit minta di matikan.
"Sus banget nih orang" Sinta yang masih saja penasaran kenapa mendadak Kama mengirimkan buket bunga sebesar dan seindah serta semewah ini kepada Hara, sama sekali tidak mengalihkan pandangannya.
"Kemarin kata-katanya kayak ngajak gelut, sekarang ujuk-ujuk ngirim bunga. Kalau nggak sakit jiwa apa coba?" Sinta terus saja mengeluarkan hipotesanya.
Hara yang sudah kembali membawa kota bekal makan siangnya dan duduk di samping Sinta hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
Masa gara-gara semalam?
Hara mencoba menepis ingatannya, dan memilih bungkam. Karena kalau dia menceritakannya kepada Sinta, sudah barang bisa di pastikan Sinta akan segera menginterogasinya dan kemudian menyusun sekumpulan hipotesa aneh-aneh tak berdasar.
"Suka sama lo?" Sinta menoleh ke arah Hara yang sedang membuka kotak bekalnya. Menilik Hara ke atas ke bawah. "Kayaknya nggak deh"
"Apa tuh maksudnya?" Hara mengerutkan keningnya. "Kenapa ngeliatin gue atas bawah?" Tanyanya dengan sedikit tersinggung.
"Bukan gitu" Sinta menegakkan bahunya, menyeret kotak makan siang yang ada di samping kanannya.
"Potongan kayak lo nggak mungkin bisa secepat itu baikan sama orang yang udah ngirimin kata-kata kasar nan kejam bernada permusuhan" Sinta melanjutkan kalimatnya, membuka kotak bekalnya dan menghirup aroma sambal bawang dari ayam geprek miliknya.
Hara mengangguk-angguk paham. Dirinya sadar kalau dia tipe orang yang memilih menghindari hal apapun yang bisa memicu masalah yang akan mengganggu ketentraman hidupnya, dan rasanya Kama masuk ke dalam blacklist itu.
"Orang lo aja sampai sekarang masih nggak mau nyapa si Rudi kan?" Sinta kembali melanjutkan, kali ini sembari menyuapkan sesendok penuh nasi dengan campuran ayam yang di goreng dengan tepung hingga krispi dan kemudian di geprek sampai menjadi cacahan-cacahan kecil dan di beri banyak sambal bawang di atasnya.
"Hhmm" Hara mengangguk menyetujui omongan Sinta.
Rudi adalah karyawan bagian tim perpajakan, suatu waktu mereka menjadi cukup dekat dan sering bertemu karena harus bersama-sama mengurus klien. Namun kedekatan itu di salah artikan oleh pacar Rudi yang juga satu bagian dengannya.
Hingga akhirnya menimbulkan rumor-rumor liar yang mengatakan Hara menikung Rudi, dan membuat Suci, pacar Rudi melabrak Hara.
Kasus itu bahkan sempat heboh dan membuat humas HRD turun tangan langsung mendudukkan ketiga orang yang menjadi biang permasalahan.
Sejak saat itu, Hara sama sekali tidak mau di pasangkan dengan partner laki-laki dari tim bagian lain. Meski kejadian itu berlangsung sudah dua tahun yang lalu, tapi Hara lebih memilih main aman saja.
"Atau jangan-jangan lo emang udah baikan sama si Komo ini tanpa sepengetahuan gue?" Tuduhan Sinta berhasil membuat Hara tersedak makan siangnya.
Dengan terbatuk-batuk dia melambaikan tangannya. Menyangkal tuduhan aneh tak berdasar dari Sinta.
"Sorry sorry..." Sinta buru-buru mengangsurkan botol minum Hara.
Hara segera meminum air untuk meredakan batuknya.
"Ya abis gak ada ujan gak ada angin tu orang ngirimin bunga. Kaget banget ya? Sorry.." Sinta menepuk-nepuk pelan punggung Hara, membantu meredakan batuknya.
"Kenal juga nggak" Hara mengusap mulutnya setelah berhasil menguasai diri.
"Ya udah deh, tutup buku aja. Anggep tuh orang emang sakit jiwa" Pungkas Sinta masih dengan raut wajah bersalah karena telah membuat Hara tersedak.
Hara mengangguk menyetujui.
"Loh kok pada makan siang di sini?" Suara nyaring bu Inggar membuat mereka kompak menoleh ke arah pintu masuk.
Bu Inggar, manajer bagian audit yang terkenal dengan gaya berpakaian jadulnya itu terlihat memasuki pantry dengan membawa cangkir tehnya.
"Nggak pada makan di kantin?" Bu Inggar langsung menuju arah dispenser.
"Sudah biasa makan di sini bu" Jawab Hara sopan yang di iringi anggukan dari Sinta
"Oohh.." Bu Inggar hanya melenguh panjang, dan kemudian kembali fokus ke arah dispenser. Dia mengisi cangkirnya dengan air panas, dan kemudian mengambil teh dari nampan display teh yang ada di sebelah dispenser
Setelah selesai membuat camomile tea tanpa gula, dia mendekat ke arah Hara dan Sinta.
"Wah bagus banget bunganya" Pujinya saat melihat buket bunga yang tergeletak di atas meja. "Jadi siapa yang di mintain maaf ini?" Lanjutnya sembari ikut mendudukkan diri di hadapan Sinta.
Sinta dan Hara yang tidak mengerti maksud bu Inggar itupun hanya bisa saling lempar pandang.
"Jadi pacar siapa yang merasa bersalah ini?" Bu Inggar kembali bertanya karena melihat kedua anak buahnya yang hanya bisa saling melolong bingung.
"Merasa bersalah?" Sinta bertanya bingung.
"Nah iya kan, bunga lili dan tulip putih" Bu Inggar menunjuk buket bunga dengan dagunya. "Apa namanya kalau nggak minta maaf?"
"Oh jadi arti bunganya minta maaf?" Sinta yang sudah mengerti arah pembicaraan ini mengangguk-angguk paham.
"Kalian baru tau?" Bu Inggar menaikkan alisnya heran. "Nggak asik nih kalian berdua, jomblo sih" Ejeknya bercanda.
"Ya kan kita mana ngerti beginian bu, orang tiap hari kita bergaulnya sama angka" Hara ikut berkomentar.
"Setiap bunga itu punya bahasa, ada yang menyatakan perasaan, ada yang melambangkan persahabatan, dan ada yang meminta maaf. Kayak ini nih" Bu Inggar kembali menunjuk bunga di hadapannya.
"Buset, bunga aja punya bahasa" Celetuk asal Sinta.
"Makanya pacaran, biar sisi romantis kalian hidup, kelamaan jomblo nanti hormon endorfin kalian berhenti produksi loh" Bu Inggar sudah berdiri dari duduknya.
"Kalau gitu saya izin gak ikut meeting luar deh bu" Hara ikut menimpali.
"Hm?" Bu Inggar mengerutkan keningnya seolah bertanya kenapa.
"Katanya di suruh pacaran, ini kalau gitu saya mau pacaran sama yang ngasih bunga" Hara hanya asal bicara, dia berusaha menghindari meeting luar kali ini karena kliennya adalah bos dari Nael, dan sudah bisa di pastikan Nael akan ikut bergabung dalam acara meeting tersebut.
"Harus profesional dong" Bu Inggar tak setuju.
"Ya dia ngerasa bersalah bu, saya nggak mau kelamaan nunda masalah, bikin pusing" Kali ini Hara beralasan. Sinta hanya bisa melolong heran melihat Hara yang berbohong.
"Kamu itu" Bu Inggar bersungut-sungut, tapi tetap terlihat santai. "Ya udah deh saya izinin, tapi lain kali nggak ada ya urusan pribadi di bawa ke kantor" Pungkasnya.
"Makanya punya pacar" Bu Inggar menjawil pipi Sinta yang masih saja melolong melihat kepiawaian Hara dalam berbohong. "Biar gak mupeng gitu lihat temennya mau ngedate" Lanjutnya mengejek sambil tertawa dan kemudian melangkah pergi.
Sinta tiba-tiba saja berdiri. Hara yang bingung menatapnya lekat.
"Halo, selamat siang, perkenalkan saya Sinta" Sarkas Sinta mengulurkan tangannya ke arah Hara.
"Apaan dah" Hara mengerutkan keningnya. "Kesambet?" Lanjutnya.
"Ya abis akting loh meyakinkan banget" Sinta sudah kembali ke mode lamanya. "Jadi artis lu cocoknya"
"Abis meetingnya sama Nael, gue belum siap" Balas Hara nyengir.
...****************...
Suasana cafe di sore ini terlihat tidak terlalu ramai namun juga tidak terlalu sepi. Hampir seluruh tempat duduknya telah terisi oleh berbagai macam orang dari kalangan atas.
Bagaimana tidak, Luxe Cafe adalah cafe mewah dan elegan yang terletak di salah satu mall elite. Tempat yang nyaman untuk minum teh atau minum kopi di sore hari, dengan hidangan pencuci mulut ala perancis.
Duduk di pojok ruangan, di sofa berletter L dekat kaca yang di fungsikan sebagai dinding pembatas antara cafe dengan area luar.
Membuat siapapun yang duduk di sana bisa melihat keseluruhan toko yang ada di lantai lima tersebut, atau hanya sekedar mengamati para kaum borjuis berduit menghambur-hamburkan uang mereka.
Laki-laki bersetelan jas biru tua, lengkap dengan dasi berwarna abu dengan garis-garis merah, sedang duduk menghadap laptopnya.
Tampangnya yang di atas rata-rata menambah kesan sempurna penampilannya.
Mimik wajahnya serius menatap ke arah laptop, lalu ke arah tumpukan kertas yang ada di tangannya.
"Wah Pak Nael serius sekali" Bu Inggar yang baru datang itu langsung mendudukkan dirinya di depan Nael. "Sudah dari tadi?" Tanya Bu Inggar sembari melihat arlojinya.
"Saya belum telat loh" Lanjut bu Inggar, mengingat laki-laki di depannya ini sedikit sensitif terhadap yang namanya kedisplinan. Mengingatkan dirinya pada bawahannya dengan sifat serupa. Perfeksionis.
"Iya Bu Inggar belum telat" Jawab Nael juga melihat ke arah jam tangannya.
"Tapi kayaknya assisten ibu bakalan telat" Lanjutnya dengan wajah masam.
"Oh Hara?" Namun Bu Inggar menanggapinya dengan santai. "Dia nggak ikut meeting hari ini" Bu Inggar mengambil ipad dari dalam tasnya.
Tidak memperhatikan raut wajah Nael yang kini sudah bertanya-tanya penasaran.
"Kenapa?" Suara Nael sedikit bergetar.
"Dia lagi berantem sama pacarnya, terus tadi pacarnya ngirim buket bunga permintaan maaf, dan sekarang Hara mungkin lagi sama pacarnya, ngedate buat baikan" Jawab Bu Inggar masih tetap menatap layar ipad-nya.
"Pacar?" Getaran suara Nael semakin terdengar, antara geram kesal, heran dan tidak percaya.
Bu Inggar merasa ada yang aneh, dia mendongakkan kepalanya menatap ke arah Nael. Dan apa yang ada di hadapannya membuatnya mengerutkan kening.
"Pak Nael demam? Kok mukanya merah begitu?" Tanya Bu Inggar.
"Tidak" Ketus Nael singkat dan kemudian kembali fokus ke layar laptopnya.
Hara sudah punya pacar? No way.
Mereka baru putus sekitar satu bulan, dan bahkan Hara masih rutin mengiriminya pesan setiap jam sembilan malam, sebelum jam tidurnya jika sesuai jadwal Hara yang sudah di hapalkan oleh Nael.
Dalam setiap pesannya bahkan Hara menegaskan dia masih belum bisa melupakan Nael, meski tidak ada kata-kata yang di ungkapan secara gamblang, tapi makna tersirat di dalamnya bisa Nael tangkap.
Lalu siapa yang di bilang pacar Hara?
Mau tak mau pikiran itu menyeruak meminta perhatian dari sebagian otak Nael. Konsentrasinya terpecah. Bahkan dia pun tidak sadar dengan kedatangan bosnya.
"Bu Helena" Sapa Bu Inggar sembari mengulurkan tangannya.
"Goedendag" Balas bu Helena sembari menempelkan pipinya ke pipi bu Inggar. "Selamat sore" Ulangnya lagi dengan tersenyum.
"Sudah lama menunggu?" Tanya bu Helena.
"Tidak bu, saya juga baru saja sampai" Balas Bu Inggar dengan tersenyum ramah.
"Nael?" Bu Helena bertanya heran. Tumben-tumbenan wakil dari sekertaris kantornya itu tidak menyambutnya.
"Nael?" Bu Helena mengeraskan suaranya.
Membuat Nael terkesiap dengan gelagapan dan segera berdiri menyambut bu Helena.
"Ngelamunin apa hayo?" Goda Bu Helena demi melihat wajah Nael yang merah padam.
"Tidak bu, saya terlalu serius dengan laporannya" Nael beralasan. "Oh ya silahkan duduk bu" Nael menyingkirkan tas punggungnya untuk memberikan ruang kepada bosnya.
"Saya kira kamu kesal karena rapat sore di luar jam kerja" Bu Helena terkekeh sendiri dengan candaannya, namun baik Nael dan Bu Inggar juga ikut tertawa.
"Tidak bu, sudah bagian dari tugas" Jawab Nael sopan.
"Nael ini sepertinya sepantaran sama cucu saya" Bu Helena berbasa-basi.
"Tapi cucu saya itu nggak mau di suruh kerja di kantor, malah milih profesi lain yang haduh..." Bu Helena menggelengkan kepalanya. "Bikin kepikiran aja. Berurusan sama penjahat" Bu Helena kembali terkekeh.
Sementara Bu Inggar dan Nael hanya bisa tersenyum menanggapi curhatan wanita baya tersebut.
"Oh ini Hara belum datang ya?" Tanya Bu Helena.
"Mohon maaf bu Helena, hari ini Hara tidak bisa ikut, ada urusan pribadi yang lumayan mendesak katanya" Jawab Bu Inggar sembari mengerlingkan mata, "urusan muda mudi" lanjutnya kemudian terkekeh.
"Oh udah punya pacar dia?" Bu Helena sepertinya terkejut dengan ucapan bu Inggar.
"Aduh padahal saya kira Hara dan Nael ini cocok loh, makanya setiap meeting begini pasti saya minta Nael yang dateng" Ucapan bu Helena terdengar sungguh-sungguh.
"Kamu kalah cepet Nael" Bu Helena menepuk pundak Nael. Sedangkan yang jadi obyek hanya bisa tersenyum kecut.
"Saya gagal jadi mak comblang rupanya" Bu Helena terkekeh lagi.
"Iya padahal dulu saya juga kayaknya dukung Hara sama Nael juga bu, abisnya mereka cocok banget, sama-sama perfeksionis" Bu Inggar turut andil dalam basa basi ini.
Keputusan tepat untuk Hara absen dalam meeting kali ini, kalau saja dia ikut dan kemudian pembicaraan ini di angkat kepermukaan, sudah pasti Hara akan mati gaya.
"Iya padahal saya bela-belain selalu ikut ke pertemuan meeting ini cuma biar bisa ikut mengenang masa muda, masa-masa kasmaran" Bu Helena malah mengajak nostalgia.
"Sudah ah, kok malah jadi melebar kemana-mana basa basinya. Neemt u mij niet kwalijk (Maafkan saya)" Bu Helena kembali terkekeh.
Mereka pun kemudian membahas tentang masalah keuangan perusahaan, kali ini tentang perencanaan biaya pembangunan sebuah apartemen tapi menyasar untuk kalangan menengah.
Semacam rumah susun, namun dengan fasilitas yang lebih lengkap tapi sedikit di bawah apartemen.
Proyek kali ini adalah kolaborasi pemerintah provinsi dengan perusahaan pengembangan properti milik Helena, demi untuk memenuhi kebutuhan rumah layak huni di kota besar. Mengingat sempitnya lahan karena sudah banyak gedung bertingkat dan juga harga tanah yang semakin naik dari tahun ke tahun maka rumah susun ini di rasa solusi yang cukup baik.
Meeting yang berlangsung cukup singkat itu pun selesai.
"Kalau begitu nanti biar Hara yang menghubungi pak Nael saja" Bu Inggar memungkasi meeting kali ini.
"Tidak, begitu nanti laporan selesai, Hara bisa kirimkan ke Nisa saja, sekertaris saya yang baru" Jawab Bu Helena menyetujui.
"Ke saya saja juga tidak apa-apa" Nael mengajukan diri. Entah kenapa dorongan impulsif itu mendadak muncul.
"Baik kalau gitu selanjutnya pak Nael dan Hara bisa melanjutkan meeting ini tanpa saya" Bu Inggar menuliskan memo itu di ipad-nya.
Nael mengangguk menyetujui, dan rapat pun berakhir. Masing-masing dari mereka pergi ke tujuan selanjutnya.
Bu Inggar dan Bu Helena yang pergi berbarengan menuju lantai dasar, sedangkan Nael menuju lantai basement, tempat motornya terparkir.
Nael melihat jam tangannya, baru pukul setengah tujuh malam. Itu artinya Hara baru saja sampai di rumah.
Dia mengambil ponsel dari saku celana, membuka kembali aplikasi pesan dan mencari pesan dari Hara semalam.
Ibu jarinya sibuk menscroll deretan pesan dari Hara, matanya awas memeriksa setiap tanggal dari pesan-pesan tersebut.
Tidak pernah absen sekali pun, Hara selalu mengiriminya pesan tepat jam sembilan malam, sebelum tidur.
Nggak mungkin dia udah punya cowok lagi.
Nael menyimpan kembali ponselnya, dengan perasaan lega yang aneh, dia tersenyum.
kasih kesempatan sama Kama dong,buat taklukkin Hara😁😁
menjaga pujaan hati jangan sampai di bawa lari cowok lain🤣🤣🤣
Nggak kuat aku lihat Kama tersiksa sama Hara🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
aku bakalan nungguin kamu yang bucin duluan sama Hara😁😁😁
tiba-tiba banget Pak Polici kirim buket bunga pagi' 😁😁😁😁😁
tapi kenapa tiba-tiba Hara telp ya????