NovelToon NovelToon
Cinta Dibalik Cahaya Lampu

Cinta Dibalik Cahaya Lampu

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / BTS / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Hasam Gibran

Bilha, seorang penggemar berat grup idola "Moonlight". Selalu menganggap bahwa menikahi salah satu aggota grup idola tersebut hanyalah khayalan belakang. Namun, kehidupan Bilha berubah drastis ketika ia bertemu dengan Taro, yang merupakan salah satu anggota grup "Moonlight".
Semua berawal dari sebuah pertemuan tak terduga. Bilha bertemu dengan Taro di sebuah acara fans meeting dan tanpa diduga mereka berdua terjebak dalam sebuah situasi yang membuat mereka semakin dekat.
Taro yang terkenal dengan kepribadiannya yang ramah dan hangat, ternyata memiliiki perasaan yang sama dengan Bilha.
Namun, menjalani hubungan dengan seorang idol tidaklah mudah. Bilha harus menghadapi tekanan dari media dan fans yang tidak mennyukainya. Taro juga harus menghadapi konflik antara karirnya sebagai idol dan kehidupan pribadinya dengan Bilha.
Apakah cinta Bilha dan Taro dapat bertahan menghadapi semua tantangan tersebut? Ataukah kehidupan sebagai pasangan idol akan menghancurkan hubungan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasam Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Satu Hari Bersama Taro

Villa tempat acara “One Day With Taro” diadakan terlihat seperti sesuatu yang keluar dari mimpi: bangunan bergaya modern-minimalis dengan sentuhan kayu hangat, terletak di tengah pepohonan pinus, dan dikelilingi kabut tipis khas Puncak. Suasana begitu tenang, seolah seluruh dunia melambat hanya untuk hari ini.

Bilha menggenggam tali tasnya erat-erat. Ia melangkah perlahan, hampir ragu, takut salah masuk. Tapi seorang staf wanita dengan clipboard dan headset tersenyum ramah dari depan gerbang.

“Selamat datang, Bilha Priyanka?”

Bilha mengangguk cepat. “Iya, saya…”

“Sini, ikut saya. Taro sudah menunggu.”

Kalimat itu membuat napas Bilha tersangkut di tenggorokannya. Taro sudah menunggu. Seperti kalimat dalam novel-novel cinta picisan yang selama ini cuma ia baca, tapi kini menjadi nyata—dan itu tentang dirinya.

Ia mengikuti staf itu melintasi taman kecil yang dipenuhi tanaman hijau dan air mancur mungil di tengah. Setiap langkah terasa seperti masuk ke dunia lain. Dunia yang tenang, jauh dari suara klakson dan notifikasi deadline.

Ketika sampai di teras belakang villa, Bilha berhenti. Ada meja kayu panjang di tengah taman, dihias bunga-bunga segar dan dua gelas teh hangat yang menguap pelan. Dan di ujung meja itu, duduklah Taro.

Ia mengenakan sweater biru gelap dan jeans sederhana. Rambutnya dibiarkan jatuh alami, tanpa tatanan rumit seperti di TV. Ia menoleh dan tersenyum—senyum yang selama ini hanya Bilha lihat lewat layar.

“Hai, Bilha.”

Dan di detik itu, dunia benar-benar hening.

“Ha-hai…” jawab Bilha kaku, nyaris berbisik.

Taro berdiri dan berjalan mendekat, lalu—kejutan besar—mengulurkan tangan.

“Saya senang bisa ketemu kamu hari ini.”

Tangannya hangat. Bilha nyaris lupa caranya bernapas.

“Saya juga… sangat senang. Ini… surreal banget.”

Taro tertawa kecil. “Kamu gemetar ya?”

“Maaf… saya nervous,” jawab Bilha jujur.

“Wajar kok. Aku juga nervous.”

Bilha menatapnya tak percaya. “Kamu? Nervous? Kenapa?”

“Karena ini bukan fanmeeting biasa. Aku nggak pernah habiskan waktu satu hari penuh sama fans sebelumnya. Dan kamu fans yang menang lotre ini, jadi rasanya kayak… aku juga harus kasih yang terbaik.”

Bilha mengangguk pelan, dan tanpa sadar senyumnya merekah. Rasa takut perlahan mencair. Taro bukan sekadar idol. Dia benar-benar… manusia. Dan lebih hangat dari apa pun yang bisa ditampilkan kamera.

Mereka duduk bersama, minum teh, dan berbincang santai. Obrolan dimulai dari hal-hal sederhana: makanan favorit, hobi kecil, tontonan Netflix terakhir, sampai kebiasaan aneh saat stress. Taro ternyata suka menulis lirik di notes ponselnya tengah malam dan kadang menangis kalau nonton video hewan terlantar. Bilha bercerita tentang pekerjaannya di kantor editorial, kebiasaannya membeli sticky notes lucu padahal nggak pernah dipakai, dan fakta bahwa dia belum pernah naik pesawat.

“Serius? Belum pernah naik pesawat?” tanya Taro.

Bilha mengangguk. “Gaji pegawai kecil, Kak. Traveling paling banter naik kereta ke Bandung.”

“Kamu mau aku ajak jalan-jalan naik pesawat sekarang juga?” Taro menggoda.

Bilha tertawa lepas. “Kamu kira ini film drama romantis ya?”

“Eh, siapa tahu? Kita lagi di Puncak, pagi-pagi, kabut turun… Ini sudah setengah jalan jadi film.”

Obrolan mereka makin cair. Tidak ada kamera besar, tidak ada fans yang berteriak histeris, tidak ada manajer yang terus mengawasi. Hanya mereka berdua, di dunia kecil yang seperti hanya milik mereka.

---

Siang itu, mereka membuat sandwich bersama di dapur villa. Bilha memotong tomat dengan tangan gemetar, sementara Taro sibuk mengoleskan saus mayo ke roti.

“Eh, ini kamu lebih banyakin sausnya ya. Aku suka yang creamy,” katanya sambil mencolek sedikit dan menjilat jarinya.

Bilha menunduk, wajahnya sudah seperti kepiting rebus. “Aku udah gak ngerti ini mimpi atau kenyataan…”

“Kalau mimpi, jangan bangun dulu, ya,” jawab Taro sambil tersenyum nakal.

Setelah makan siang, staf membawa mereka ke kebun kecil di belakang villa. Ternyata, ada sesi membuat terrarium—semacam kebun mini dalam toples kaca. Mereka duduk berdampingan, memilih lumut, pasir, dan tanaman kecil, lalu menatanya bersama.

“Kayaknya ini lucu buat ditaruh di meja kerja aku,” kata Bilha sambil menekan batu kecil di pojok toples.

Taro mengangguk. “Kalau kamu lihat ini nanti, semoga ingat hari ini… dan ingat kalau aku juga manusia, bukan sekadar idola di layar.”

Bilha menoleh. “Kamu tahu? Itu alasan kenapa aku nulis di formulir waktu daftar event ini.”

“Oh ya? Kamu nulis apa?”

Bilha agak malu-malu, tapi ia mengulang kata-katanya sendiri.

“‘Aku hanya ingin melihat apakah Taro sama hangatnya di dunia nyata seperti yang terlihat di layar.’ Dan kamu tahu… kamu lebih dari itu.”

Taro terdiam sejenak. Senyumnya melembut.

“Terima kasih, Bilha. Itu berarti banyak buat aku.”

---

Menjelang sore, langit mulai mendung. Mereka duduk di hammock besar, dibungkus selimut tipis, menatap langit yang mulai gelap. Angin sejuk meniup pelan rambut Bilha. Ia merasa tenang… sangat tenang, seperti berada dalam pelukan dunia yang ia impikan.

“Aku bisa jujur nggak?” tanya Taro tiba-tiba.

Bilha menoleh. “Tentu.”

“Kadang aku capek banget. Dunia ini… spotlight, kamera, jadwal gila, komentar netizen. Ada hari-hari di mana aku pengen berhenti.”

Bilha menatapnya dengan empati. “Tapi kamu tetap bertahan.”

“Karena kalian,” jawabnya pelan. “Karena fans kayak kamu, yang bisa lihat aku sebagai manusia.”

Bilha tidak tahu harus berkata apa. Ia hanya menggenggam ujung selimut lebih erat.

“Kalau suatu hari kamu lelah… ingat, kamu punya tempat untuk jadi diri sendiri. Bahkan jika cuma sehari.”

Taro menoleh. “Begitu juga kamu.”

---

Hari perlahan berakhir. Saat langit berubah jingga, staf memanggil mereka untuk sesi terakhir: perpisahan.

Taro berdiri di depan Bilha, memegang bingkisan kecil yang dibungkus kain flanel.

“Ini buat kamu. Ada sesuatu yang spesial di dalamnya. Jangan buka sampai kamu pulang.”

Bilha menerimanya dengan hati yang berat. “Aku… gak tahu harus bilang apa. Terima kasih bukan kata yang cukup.”

Taro tersenyum. “Kalau begitu, kita anggap ini bukan akhir. Cuma awal dari cerita yang baru.”

Bilha mengangguk, air matanya hampir jatuh.

Saat ia melangkah pergi dan menoleh sekali lagi, Taro masih berdiri di tempat, melambaikan tangan—dan tersenyum. Senyum yang akan ia simpan selamanya.

**

Malam itu, di kamar kosannya, Bilha membuka bingkisan itu. Isinya: sebuah photocard Taro, tapi bukan yang dijual bebas—ini diambil hari itu, mereka berdua, tertawa bersama di kebun. Di belakangnya, tulisan tangan rapi:

"Untuk Bilha,

Hari ini kamu bukan cuma fans. Kamu teman.

Terima kasih sudah jadi cahaya balik buatku.

– Taro."

Dan untuk pertama kalinya, Bilha menangis. Bukan karena sedih. Tapi karena bahagia.

Karena dua dunia yang tampak jauh, ternyata bisa bertemu… dan saling menyentuh.

---

1
🐌KANG MAGERAN🐌
mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊
Serenarara
Wayoloo...cari tau sanah!
Serenarara
namanya gemes bgt sih, taro dn bilha.
立- Lin Su'er
Kerenn /Good//Ok/

Semangat nulis novel nya thor/Heart/
IamEsthe
tanda baca akhirnya kok gitu? kebalik ya.


"Coba deh BLA BLA BLA yang terimut itu," sambung bla bla bla
IamEsthe
enggak perlu tanda seru setelah tanda petik dua dalam dialog.


"Hei, kalian semua bla bla bla?"
IamEsthe
Saran aja. alangkah baiknya font nya diganti ke bold atau bold+italic
Abadon007
Good job thor, teruslah menulis dan jangan pernah berhenti! ❤️
Muhammad Farhan: makasihnya buat dukungannya
total 1 replies
Jock◯△□
Buatku terbawa suasana banget. Gimana thor bisa bikin ceritanya seperti itu?
Muhammad Farhan: karena sering ngehalu Taehyung maka y kepikiran buat cerita kayak gini😅🤭. ya setidaknya gak bisa kesampaian di dunia nyata,dunia maya bisa lah 🤭😅😅
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!