Di dunia yang penuh intrik dan kekuasaan, Liora, seorang wanita penerjemah dan juru informasi negara yang terkenal karena ketegasan dan sikap dinginnya, harus bekerja sama dengan Darren, seorang komandan utama perang negara yang dikenal dengan kepemimpinan yang brutal dan ketakutan yang ditimbulkannya di seluruh negeri. Keduanya adalah sosok yang tampaknya tak terkalahkan dalam bidang mereka, tetapi takdir membawa mereka ke dalam situasi yang menguji batas emosi dan tekad mereka. Saat suatu misi penting yang melibatkan mereka berdua berjalan tidak sesuai rencana, keduanya terjebak dalam sebuah tragedi yang mengguncang segala hal yang mereka percayai. Sebuah insiden yang mengubah segalanya, membawa mereka pada kenyataan pahit yang sulit diterima. Seiring waktu, mereka dipaksa untuk menghadapi kenyataan. Namun, apakah mereka mampu melepaskan kebencian dan luka lama, ataukah tragedi ini akan menjadi titik balik yang memisahkan mereka selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemampuan Tersembunyi Dan Misi Rahasia
Sean berdecak kesal sembari melangkahkan kakinya keluar dari apartemen itu dengan langkah berat. Ternyata, wanita yang dia cari, Liora, tidak ada. Pacarnya, Liora, sedang tidak berada di apartemennya. Lalu di mana wanita itu? pikirnya dengan rasa jengkel yang semakin memuncak.
Sean mendekati mobil mewahnya yang terparkir rapi di bawah gedung apartemen tersebut dan bersiap untuk masuk ke dalam mobilnya. Dia berencana untuk kembali mencari wanitanya yang entah berada di mana. Namun, tiba-tiba ingatannya teringat akan seseorang yang lebih dekat dengan pacarnya. Seseorang itu adalah sahabat pacarnya yang bernama Lucian. Pria yang juga rekan kerjanya sendiri. Dia pasti tahu di mana Liora berada, pikir Sean dengan penuh keyakinan.
Sean dengan cepat merogoh kantongnya untuk mencari nomor Lucian. Ia segera menemukan nomor itu dan langsung meneleponnya tanpa ragu. Dia menunggu jawaban dari pria di seberang telepon, namun sialnya, nomor Lucian aktif tetapi tidak diangkat sama sekali. Sean semakin kesal sekaligus khawatir. Memang, Liora jarang sekali mau mengabarinya. Walaupun pada akhirnya, Liora akan mengabarinya belakangan, Sean tetap merasa tidak tenang. Karena berpikir Liora akan mengabarinya nanti, Sean akhirnya memilih untuk pergi ke kantornya saja. Ia memutuskan untuk kembali bekerja walaupun pikirannya masih sedikit terganggu memikirkan pacarnya yang tidak bisa dia temui.
Langit petang yang mulai memerah perlahan tergantikan oleh gelap malam yang menyelimuti. Di kamp yang telah ditentukan, para orang-orang penting yang memiliki peran besar dalam misi perang ini mulai berkumpul di aula rapat yang sudah dipersiapkan dengan sangat baik. Mereka berkumpul untuk mendiskusikan misi penting dan memikirkan strategi agar mereka bisa berhasil menyelesaikan masalah negara ini.
Liora mendekati kerumunan orang-orang penting yang sudah duduk di tempat masing-masing. Bahkan, Lucian, sahabatnya, juga sudah duduk di kursinya. Tinggal beberapa bangku kosong yang masih menunggu pemiliknya untuk datang. Orang-orang yang duduk di meja itu adalah orang-orang yang sangat penting dalam negara ini. Liora tersenyum tipis. Ia merasa kagum saat menatap orang-orang penting di negara yang berkumpul di perkumpulan itu. Mereka duduk melingkar layaknya meja bundar. Sebuah pemandangan yang cukup unik baginya.
"Salam, nona Liora!" suara seorang pria tua terdengar menyapanya. Liora menoleh ke samping kanannya karena mendengar suara tersebut. Ia menatap seorang pria tua yang mengenakan jas elegan dengan senyuman ramah yang tersungging di bibirnya. Pria itu memiliki rambut putih dengan kulit yang sudah mulai keriput karena usianya yang tidak lagi muda.
Liora mengangguk kecil sembari tersenyum tipis sebagai balasan. Meski begitu, mulutnya tetap terkunci seperti tidak ingin banyak berbicara.
"Kita tunggu sebentar lagi sebelum memulainya, komandan utama belum berada di sini," ujar seorang pria yang diketahui sebagai komandan besar. Pria itu adalah pria yang sudah menikah dan berumur sekitar lima puluhan tahun. Tubuhnya masih terlihat sangat tegap dan penuh kharisma.
Semuanya yang berada di aula itu mengangguk paham. Perkumpulan mereka dijaga ketat oleh keamanan negara. Para petugas keamanan bersenjata lengkap berjaga di setiap sudut aula. Perkumpulan itu hanya melibatkan belasan orang saja, namun belasan orang ini adalah orang-orang pilihan yang akan mendiskusikan rencana dengan penuh kehati-hatian sebelum mereka berangkat ke medan perang.
Tiba-tiba, pintu aula terbuka. Suara langkah kaki terdengar mendekat. Setelah pintu terbuka lebar, seorang pria bertubuh tegap memasuki aula. Dia berjalan dengan penuh percaya diri. Topi hitam yang ia kenakan sedikit menutupi dahinya, tetapi ketika ia mendongak, wajahnya terlihat sangat jelas. Pria itu membungkuk sedikit memberikan salam hormat sebelum akhirnya duduk di kursinya yang telah disiapkan khusus untuknya.
"Baiklah, komandan utama telah hadir di sini. Malam ini, kita akan mendiskusikan rencana untuk menyelesaikan misi negara ini dengan sebaik-baiknya. Saya persilakan komandan utama untuk menjelaskan strateginya," ujar komandan besar yang berdiri dengan sikap tegap penuh keyakinan.
Komandan utama yang ternyata adalah Darren berdiri dengan penuh kharisma. Ia mulai menjelaskan rencana strategi yang telah disiapkan dengan detail dan penuh keyakinan. Semua orang yang berada di aula itu mendengarkan penjelasannya dengan saksama. Mereka mencernanya dengan serius, mencatat hal-hal penting, dan bersiap untuk menerima tugas yang diberikan sesuai dengan rencana.
Setelah semua tugas dan strategi dijelaskan, Darren mengakhiri pertemuan itu. Namun, sebelum membubarkan pertemuan sepenuhnya, Darren meminta agar juru bicara dan kepala informasi tetap tinggal di aula. Ada beberapa hal penting yang harus ia sampaikan secara khusus.
Setelah semuanya bubar dan kembali ke tempat masing-masing, Liora dan Lucian tetap berada di tempat mereka. Mereka adalah juru bicara dan kepala informasi yang ditunjuk negara.
"Senang bertemu denganmu, nona Liora, serta tuan Lucian!" ujar Darren dengan suara tegas, namun raut wajahnya tetap datar.
Komandan besar yang berdiri di samping Darren tersenyum ramah memberikan rasa hormat. Mereka tahu betul bahwa Liora dan Lucian adalah orang-orang dengan reputasi yang sangat baik.
Lucian tersenyum lebar sementara Liora hanya menanggapi dengan wajah datarnya.
"Ada hal yang harus kami sampaikan, khususnya kepada nona Liora," ujar komandan besar sambil melirik Liora yang masih diam tanpa ekspresi.
Lucian terlihat bingung. Dia menatap ketiganya dengan ragu. "Jadi ini bukan untuk kami berdua?" tanyanya penuh kebingungan.
Darren dan komandan besar mengangguk kecil. Lucian menghela napas panjang. Dia pikir dia akan dilibatkan, ternyata pembicaraan ini hanya ditujukan untuk Liora saja.
Setelah Lucian keluar, Liora menatap kedua pria yang ada di hadapannya dengan tatapan datar. "Ada hal penting apa yang harus disampaikan kepada saya, tuan?" tanyanya dingin. Ia menatap komandan besar dengan pandangan tajam, seolah tidak peduli dengan Darren yang juga berada di ruangan itu.
Komandan besar tersenyum. Dalam pikirannya, ia menyadari bahwa apa yang orang-orang katakan tentang Liora memang benar adanya. Liora adalah aset negara yang sangat berharga. Kemampuannya sebagai juru bicara dan kepala informasi internasional sangat luar biasa. Dia dikenal mampu menyelesaikan masalah yang paling sulit sekalipun, terutama yang berhubungan dengan kode-kode kompleks. Namun, wanita ini juga dikenal sangat dingin, berwajah datar, dan memiliki tatapan mata yang tajam serta menusuk.
"Kami telah mengetahui latar belakang Anda, nona. Anda ternyata pernah bergabung dalam komisi keamanan persenjataan. Anda juga pandai menggunakan senjata. Apakah itu benar?" tanya komandan besar dengan hati-hati.
Liora mendengar pertanyaan itu dengan baik. Setelah memikirkannya sejenak, ia mengangguk kecil. "Itu benar. Saya pernah bergabung dalam organisasi persenjataan negara sebelum menjadi juru bicara," jawabnya singkat, namun tegas.
Komandan besar melanjutkan penjelasannya dengan hati-hati. "Kami juga melihat nilai predikat Anda yang sangat baik. Karena itu, kami ingin meminta Anda untuk menggunakan kemampuan Anda dalam persenjataan jika situasi mendesak memerlukannya," ujarnya penuh kehati-hatian.
Liora terdiam. Ekspresinya sedikit berubah, membuat komandan besar merasa gugup.
"Nona!" Darren memanggilnya, memecah keheningan.
Liora menatap Darren dengan tatapan tajam. Darren terpaku, merasa tatapan Liora sangat menusuk.