NovelToon NovelToon
Takdir Alina

Takdir Alina

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Beda Usia / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Alin26

Di pagi hari yang cerah tepatnya di sebuah rumah sederhana terlihat seorang gadis yang bernama Alina Astriani atau kerap di panggil Alin.

Saat ini Alin sedang bersembunyi di balik selimutnya. Dia enggan membuka mata dari tidur yang sangat nyenyak. Hingga terdengar suara keributan yang membuatnya harus bangun dari tidurnya.

"Ih, siapa, sih, yang ribut pagi-pagi di rumah orang gini, ganggu aja orang lagi mimpi indah juga," ucapnya kesal. Lalu Alin pun keluar dari kamarnya menuju arah suara keributan tersebut yang ada di ruang tengah rumahnya.

"Cepat kasih tau pada kami di mana kau sembunyikan anakmu!" teriak seorang pria yang mengenakan jas sambil mencengkram kerah baju seorang pria paruh baya.

"Nggak akan. Saya nggak akan menyerahkan anak saya. Apapun yang akan kalian lakukan, saya tidak peduli!"

Karena merasa kesal pria berjas tersebut mendorong pria paruh baya itu ke lantai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 28

Alin terus menangis tersedu-sedu dan semakin mengeratkan pelukannya pada Al. Membuat Al tersenyum senang karena itu pertanda Alin sudah memaafkan dirinya. Dia membelai kepala Alin dengan penuh kelembutan.

"Bapak janji nggak nyakitin saya lagi?" tanya Alin seraya terisak.

Al mengangguk dan tersenyum. "Saya janji dan seorang Alexander Graham nggak akan pernah ingkar dengan janjinya. Kamu boleh pegang kata-kata saya."

"Sudah cukup, ya, jangan nangis lagi." Al melepas pelukkannya dan kemudian mengusap sudut mata Alin yang basah dan setelah itu dia mengambil kembali piring makanan di atas nakas.

"Sekarang kamu harus makan. Ayo buka mulutnya."

Namun, lagi-lagi Alin enggan membuka mulut.

"Kenapa, hmm?" tanya Al lembut. Alin tidak menjawab, dia malah mengambil alih piring makanan dari tangan Al.

"Bapak juga belain makan, kan, dari kemarin? Jadi, Bapak juga harus makan," ucap Alin yang mulai mengaduk makanan tersebut.

Al tersenyum lalu membelai rambut Alin.

"Aku masak makanan ini khusus buat kamu. Jadi, kamu yang harus makan. Sini piringnya, biar aku suapin kamu makan," ucap Al.

Alin tak menggubris ucapan Al. Dia lalu mengarahkan sendok berisi makanan ke mulut Al.

"Alin, ini---"

"Berhasil!" seru Alin yang berhasil memasukkan makanan ke dalam mulut Al.

"Alin, ini makanan kamu," ucap Al sambil mengunyah.

"Nggak papa, Pak. Kata orang, berbagi dengan suami itu indah," jawab Alin. "Jadi, Bapak juga harus makan." Ia pun kembali menyuapi Al. Setelah itu, Al langsung merebut lagi piring makanan dari Alin.

"Kalau gitu, kita akan makan berdua di piring sama." Tanpa membiarkan Alin protes, Al lalu menyuapi Alin. Mereka berdua pun saling suap-suapan.

"Ternyata pepatah itu memang benar. Kita harus menderita sebelum datang kebahagiaan," batin Alin yang merasa bahagia dengan sikap Al yang kembali berubah.

Entah dia harus senang atau sedih saat Al kembali menyiksanya semalam, tapi pagi ini dia tak bisa membohongi hati kecilnya yang kembali ditumbuhi bunga-bunga cinta yang tadinya layu kini mekar kembali.

Ting! Tong!

Bunyi bel pintu terdengar setelah mereka selesai makan.

"Kamu minum obatnya dulu, ya, biar aku lihat siapa yang datang," ucap Al beranjak untuk membuka pintu utama.

Ting! Tong!

"Iya, sebentar!" Al berjalan untuk membuka pintu. Dan setelah terbuka dia begitu kaget melihat seorang gadis yang menatap dirinya dengan sinis.

"Dimana Alin?" tanya gadis itu dengan nada ketus.

"Siapa lo? Dan lo tau dari mana rumah gue?" tanya Al datar.

"Kenalin, gue Aulia, sahabatnya Alin. Lo nggak perlu tau gue tau rumah ini dari mana. Tapi yang jelas, gue ke sini mau cari Alin. Dimana dia? Lo pasti nyakitin dia lagi, kan?" tebak Aulia yang langsung mengenai sasaran.

"Lo tau dari mana?"

"Alin udah cerita siapa lo ke gue. Dia kemarin nggak ada kabar, pasti ini karena lo nyiksa dia lagi, kan? Ayo ngaku? Dimana Alin?" Aulia mulai emosi, tapi Al tak kunjung menjawab.

"Alin! Alin kamu dimana? Lihat, aku udah datang. Lin. Alin!" teriak Aulia, tak peduli dengan tatapan kesal Al karena gadis itu berteriak di dalam rumahnya.

"Dia di kamarnya. Kamar di dekat dapur." Karena merasa kesal dengan Aulia yang tak henti-hentinya berteriak akhirnya Al pun menunjukkan di mana kamar Alin.

Aulia langsung mencari letak dapur dan dia pun menemukan kamar Alin.

"Ck! Dasar laki-laki nggak punya hati. Dia menjadikan istrinya sendiri seperti pembantu," gumam Aulia lalu dia membuka pintu kamar Alin dengan perlahan.

"Alin!" Aulia yang sudah masuk ke dalam kamar langsung memeluk Alin yang sudah menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Alin sangat kaget saat tau Aulia datang menemuinya.

"Kak Lia." Aulia melepas pelukannya lalu duduk di depan Alin yang tengah duduk bersandar di atas kasur lantainya.

"Kak Lia ngapain ke sini?"

"Aku ke sini karena aku khawatir sama kamu, Lin. Aku takut kamu kenapa-napa karena kamu nggak bisa di hubungin dari kemarin," ucap Aulia cemas.

"Aku nggak papa, Kak. Kemarin aku lagi sakit makanya aku nggak kasih tau Kak Lia. Aku takut Kak Lia jadi khawatir." Alin berbohong untuk menutupi kejadian yang sebenarnya.

"Syukurlah. Aku pikir dia nyakitin kamu lagi, Lin," ucap Aulia lega lalu kembali memeluk Alin.

"Awh!" Ketika Aulia memeluk Alin untuk yang kedua kali, Alin langsung meringis kesakitan karena Aulia memeluknya sangat erat.

"Kamu kenapa, Lin?" tanya Aulia yang melepaskan pelukan dan menatap Alin bingung.

"Nggak, nggak papa, Kak." Alin menjawab sambil tersenyum, untuk menutupi lukanya yang terasa perih.

Aulia yang merasa ada yang tengah Alin sembunyikan darinya pun menatap wanita di depannya itu lekat, dia menatap Alin dari ujung kaki hingga kepala.

"Buka selimutnya, Lin."

Alin menjadi gugup, kepalanya menggeleng dan itu semakin menambah kecurigaan Aulia.

"Jangan, Kak." Namun, Aulia yang mencoba membuka selimut Alin tak menghiraukan penolakan dari wanita itu.m. Dan dia pun berhasil, tapi kemudian Aulia sangat terkejut saat melihat banyak luka bekas benda keras di tubuh Alin.

"A---apa ini, Lin? Siapa yang lakuin ini ke kamu?" tanya Aulia yang sudah berkca-kaca.

"Kak, aku nggak papa. Ini juga udah di obatin kok." Alin berusaha meyakinkan.

Namun, Aulia tak mudah dibohongi. Gadis itu segera berdiri dan membuat Alin panik.

"Kak Lia mau kemana?" tanya Alin yang langsung menahan pergelangan tangan Aulia.

"Aku akan kasih pelajaran sama orang yang udah nyakitin kamu, Lin." Aulia melepas tangan Alin darinya lalu pergi meninggalkan Alin.

"Kak Lia, tunggu!" Alin berusaha bangun dari tempat tidurnya, dia mengejar Aulia yang berjalan ke arah ruang tengah dimana Al sedang duduk di sana.

"Al!" Al langsung berdiri saat Aulia sudah di hadapannya dengan raut wajah penuh kemarahan yang sangat besar.

Plak!

Aulia menampar Al dengan keras, tapi pria itu tidak membalasnya. Al sadar, Aulia pasti akan melakukannya setelah tau apa yang sudah dia lakukan pada Alin.

"Lo benar-benar keterlaluan. Lo memang nggak punya hati. Bajingan lo, brengsek! Kenapa lo lakuin itu ke Alin? Emang dia salah apa sama lo?" teriak Aulia yang di penuhi amarah yang sudah menggebu-gebu.

Saat pertama kali Al menyakiti Alin, Aulia masih bisa menahan kemarahannya karena waktu itu dia tak bisa berbuat apa-apa karena Alin yang melarang dirinya. Tetapi kali ini dengan mata kepalanya Aulia melihat begitu banyak luka yang diberikan Al, tak bisa dibayangkan betapa menderitanya Alin saat pemuda kejam itu menyakitinya.

"Gue akan bawa Alin pergi dari sini, gue nggak akan biarin dia terluka lagi gara-gara lo," teriak Aulia.

"Gue nggak akan biarin lo bawa dia pergi," sahut Al datar.

"Silahkan kalau lo bisa hentiin gue," tantang Aulia.

"Kak Lia." Aulia berbalik saat dia mendengar suara Alin yang berada tepat di belakangnya. Tanpa basa-basi Aulia menarik pergelangan tangan Alin.

"Ayo, Lin, kita pergi dari sini. Aku nggak akan biarin kamu tinggal sama orang kejam kayak dia. Ayo!" Aulia menarik tangan Alin untuk pergi.

Namun, langkahnya terhenti karena Alin tak kunjung melangkah. Aulia yang heran pun berbalik dan menatap Alin dengan sebelah alis yang terangkat. "Ada apa, Alin? Ayo kita pergi dari sini."

Perlahan Alin menundukkan kepalanya dan melepas tangan Aulia darinya.

"Maaf, Kak, aku nggak bisa pergi. Ini rumah Aku, ini rumah suami aku. Aku nggak akan pergi ke manapun tanpa izin dari suami aku."

Perkataan Alin membuat Aulia tersentak tak percaya. Kemudian dia beralih menatap Al dengan penuh kebencian. "Lo dengar itu? Dia, orang yang lo sakitin beberapa kali masih nganggap lo suaminya. Tapi apa yang lo lakuin? Lo malah nganggap dia pembantu dan lo juga tega perlakukan dia kayak hewan, cih! Laki-laki kayak lo nggak pantas dapatin gadis sebaik dan sekuat Alin," ucap Aulia yang tersenyum kecut.

"Kak Lia, udah," lerai Alin yang mulai menangis.

"Cukup, Lin. Kali ini aku nggak akan tinggal diam. Ayo kamu harus ikut aku, kita pergi dari sini," tekan Aulia, tapi lagi-lagi Alin menolaknya.

"Sekali lagi aku minta maaf, Kak. Aku nggak bisa ikut Kakak, aku udah bertekat untuk tetap bertahan apapun yang terjadi. Aku udah janji sama diri aku sendiri kalau aku nggak akan pergi sebelum..."

Alin menggantungkan ucapannya lalu beralih menatap Al. "Sebelum Pak Al sendiri yang meminta aku pergi, maka aku akan pergi," pungkas Alin.

"Tapi, Lin--"

"Aku berterima kasih karena selama ini Kak Lia udah mau jadi pendengar buat aku. Terima kasih juga karena Kak Lia udah mau jengukin aku hari ini. Sekarang Kak Lia boleh pergi, aku minta maaf karena aku nggak bisa ikut Kakak."

Air mata Alin semakin deras saat menatap wajah Aulia yang menatapnya kecewa. ingin memeluk Aulia, tapi Aulia menahannya dengan tangannya.

"Kamu ngusir aku, Lin?" tanya Aulia dengan nada sendu.

"Bukan gitu, Kak, aku cuma---"

"Aku nggak nyangka, kamu lebih milih orang yang udah nyakitin kamu dari pada sahabat kamu sendiri, Lin. Oke, kalau kamu mau aku pergi, aku akan pergi. Aku janji, aku nggak akan ganggu kamu lagi." Setelah berucap demikian Aulia pun berjalan pergi dengan hati yang kecewa.

"Kak, Kak Lia tunggu, Kak. Kak Lia salah paham!" Namun, Aulia tak menghiraukan panggilan Alin, dia terus berjalan masuk ke dalam taksi yang sudah menunggunya sejak tadi.

"Kak Lia salah paham, hiks. Aku nggak bermaksud nyakitin hati Kakak, maaf," tangis Alin yang terduduk di lantai.

Melihat itu, Al berjongkok di depan Alin lalu membawanya ke dalam pelukannya.

1
☆Peach_juice
Ceritanya seru banget😭

oh iya mampir juga yuk dikarya baruku, judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏
Geby Baheo
bagus banget 👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!