Riri, gadis polos nan baik hati, selalu mendapatkan penderitaan dari orang-orang di sekitarnya. Kehangatan keluarganya sirna, orang tua yang tak peduli, dan perlakuan buruk dari lingkungan membuat kepercayaan dirinya runtuh. Di tengah kebaikannya yang tak pernah lekang, Riri harus berjuang melawan luka batin yang mendalam, merangkak dari kehancuran yang disebabkan oleh mereka yang seharusnya melindunginya. Akankah Riri mampu bangkit dari keterpurukan dan menemukan kembali harapannya? Atau akankah ia selamanya terjebak dalam kegelapan yang menyelimuti hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Little Fox_wdyrskwt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
༺ ༻ BAB 2 ༺ ༻
...✧༺♥༻✧...
Ekspresi marah dan kecewa yang terpendam Mari kita dalami kekecewaan Riri yang terpendam. Riri Kirana mendesah dalam hati. Ia merasa sangat kecewa dan marah. Ia tidak mengerti mengapa kepala sekolah bersikeras agar ia kembali ke sekolah itu, padahal kepala sekolah tahu bahwa Riri sering di-bully. Rasa ketidakadilan itu kembali menghantuinya.
Ia merasa bahwa semua guru sama saja, yaitu pilih kasih dan tidak adil. Pengalaman buruknya di sekolah lama semakin memperkuat keyakinannya bahwa semua guru sama saja. Ia bertanya-tanya, "untuk apa menjadi guru jika tidak bisa membela yang benar dan adil?"
Ia merasa sangat kecewa dan muak dengan sistem pendidikan yang menurutnya tidak adil. Ia menyimpan semua kekecewaan dan kemarahannya dalam hati. Ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima kenyataan pahit ini.
Ia harus tetap bertahan di sekolah itu, meskipun hatinya dipenuhi dengan rasa sakit dan kekecewaan. Ia berharap suatu hari nanti, ia akan menemukan keadilan dan kepuasan dalam hidupnya.
Bertahun-tahun Riri Kirana menahan ketidakadilan yang dialaminya di sekolah. Lama-kelamaan, ia mulai terbiasa dengan keadaan tersebut. Ia menjadi lebih pasif dan menerima kenyataan pahit yang harus ia hadapi.
Setiap kali orang tuanya mengajukan permohonan pindah sekolah, pihak sekolah selalu menolaknya. Rasa kecewa dan amarah yang terpendam selama bertahun-tahun itu kini telah berubah menjadi kepasrahan. Ia sering berkata lirih, "Iya... mungkin mereka ingin melihatku terus menderita di sini." Ia merasa bahwa semua usaha untuk mengubah keadaan menjadi sia-sia.
Ia membenci guru dan memutuskan untuk tidak pernah menjadi guru. Cita-cita masa kecilnya itu kini telah sirna. Namun, di balik kepasrahannya, tersimpan tekad yang kuat. Ia menyadari bahwa ia harus mencari jalan keluar. Ia harus mencari cita-cita baru yang dapat membawanya ke kehidupan yang lebih baik. Ia tidak ingin terus terjebak dalam lingkaran ketidakadilan dan penderitaan. Ia harus bangkit dan mengubah hidupnya.
Riri "Hemm... sepertinya aku harus mencari cita-cita baru." Ia bergumam pelan, tetapi dengan tekad yang bulat.
...✧༺♥༻✧...
Hari-hari berlalu. Riri Kirana berada di kelas, sedang mengikuti pembelajaran bersama teman-temannya. Mereka dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mengerjakan tugas kelompok. Namun, seperti biasa, tidak ada yang mau bekerja sama dengan Riri. Mereka mengabaikannya, berbicara dan bercanda tanpa melibatkan Riri.
Riri merasa kesal dan kecewa, tetapi ia tidak mau menunjukkannya. Ia sudah terbiasa dengan perlakuan seperti itu. Ia memutuskan untuk mengerjakan tugasnya sendiri. Ia lebih memilih untuk bekerja sendiri daripada harus berurusan dengan teman-temannya yang tidak mau bekerja sama.
Dengan tenang dan percaya diri, ia mengerjakan tugasnya sendiri. Ia yakin bahwa ia bisa mendapatkan nilai yang lebih bagus jika ia mengerjakan tugasnya sendiri tanpa bantuan siapa pun.
Riri "Yah, lagi pula siapa yang mau berkelompok dengan mereka? Aku bisa sendiri, kok. Biarin aja aku sendiri, biar dapat nilai lebih bagus." Ia bergumam pelan, dengan sedikit senyum mengejek.
Ia tidak lagi merasa sedih atau tertekan. Ia telah belajar untuk menerima kenyataan dan menjadi lebih mandiri.
Pada hari itu, Guru Ida memberikan tugas kepada setiap siswa untuk membuat cerita pendek atau cerpen karangan sendiri. Setiap anak atau kelompok harus membuat cerita pendek berdasarkan imajinasi mereka.
Di saat itulah bakat terpendam Riri Kirana terlihat. Riri memang memiliki bakat di bidang seni dan menulis cerita. Ia selalu senang menulis, menuangkan segala perasaan dan pengalamannya ke dalam setiap kata yang ia tulis. Ia memutuskan untuk membuat cerpen tentang dirinya, tentang pengalaman pahitnya di sekolah, tentang keinginannya untuk pindah sekolah yang selalu ditolak, dan tentang semua ketidakadilan yang ia alami.
Ia yakin bahwa cerpennya akan menjadi sangat bagus. Ia memiliki banyak ide dan inspirasi untuk menuangkannya ke dalam tulisan. Ia tersenyum penuh semangat.
Riri, "Hehe... aku punya ide. Ini pasti bagus!" Ia bergumam lirih, dengan mata berbinar-binar. Ia sudah membayangkan bagaimana cerpennya akan dibaca oleh banyak orang.
Pada hari itu, Guru Ida memberikan tugas kepada setiap siswa untuk membuat cerita pendek atau cerpen karangan sendiri. Setiap anak atau kelompok harus membuat cerita pendek berdasarkan imajinasi mereka. namun semua teman riri agak sedikit kebingungan.
bagaimana Riri menunjukkan keahliannya...
Meskipun Riri Kirana tidak pandai dalam mata pelajaran umum lainnya, ia sangat ahli dan jago dalam bidang seni, khususnya dalam membuat cerpen, puisi, dan karangan cerita. Bakatnya di bidang ini sangat menonjol. Ia memiliki imajinasi yang kaya dan kemampuan menulis yang luar biasa. Ia mampu menuangkan segala perasaan dan pengalamannya ke dalam setiap kata yang ia tulis. Ia mampu menciptakan cerita-cerita yang menarik dan memukau. Ia sangat percaya diri dengan kemampuannya.
Guru Ida: "Tugas sudah selesai. Apakah ada yang mau dikumpulkan?"
Riri: "Ini, Bu, tugas saya." Riri memberikan selembar kertas kepada Guru Ida dengan penuh percaya diri. Ia tahu bahwa cerpennya akan sangat bagus. Ia yakin bahwa cerpennya akan mendapatkan nilai yang tinggi. Ia menunggu dengan penuh harap reaksi Guru Ida setelah membaca cerpennya.
Ekspresi penasaran dan sedikit gugup setelah Guru Ida membaca cerpen Riri...Guru Ida membaca cerpen karangan Riri. Ekspresinya berubah-ubah selama membaca. Kadang terlihat serius, kadang terlihat terkejut, dan kadang terlihat tersentuh. Setelah selesai membaca, Guru Ida terlihat gelisah.
Ia berdiri dan berlari ke ruang guru, membawa buku yang berisi cerpen Riri. Riri yang melihatnya merasa heran dan bingung. Ia duduk di tempatnya, menunggu dengan perasaan penasaran dan sedikit gugup. Ia bertanya-tanya dalam hati, "Ada apa dengan cerita karanganku? Apakah ada yang aneh?"
Tiba-tiba, Riri disuruh berdiri di depan papan tulis. Guru Ida mendekatinya dengan langkah cepat. Riri semakin penasaran dan gugup. Ia tidak mengerti apa yang akan terjadi. Namun, Guru Ida tersenyum. Ia menjelaskan bahwa karangan Riri sangat bagus.
Ekspresi bangga dan haru bagaimana Riri menjelaskan cerpennya dan reaksi teman-temannya...
Guru Ida meminta Riri untuk menjelaskan cerpennya. Riri maju ke depan kelas, perasaannya campur aduk antara bangga, gugup, dan sedikit haru. Ia mulai menjelaskan cerpennya, tentang pengalaman pahitnya di sekolah, tentang ketidakadilan yang ia alami, dan tentang keinginannya untuk pindah sekolah.
Saat menceritakan pengalamannya, Riri tidak kuasa menahan air matanya. Ia menangis terisak-isak. Guru Ida menghampirinya dan menenangkannya.
Guru Ida: "Kenapa ini? Karanganmu bagus sekali, loh. Ibu sampai bertanya kepada kepala sekolah dan mengatakan bahwa ini kisahmu. Teman-temanmu harus tahu bahwa kau berbakat." Guru Ida tersenyum lembut, menunjukkan rasa bangganya terhadap Riri.
...✧༺♥༻✧...
...Bersambung......