NovelToon NovelToon
Di Balik Cadar Arumi

Di Balik Cadar Arumi

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta setelah menikah / Diam-Diam Cinta / Romansa / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:20.4k
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Penasaran dengan kisahnya yuk lansung aja kita baca....

Yuk ramaikan...

Sebelum lanjut membaca jangan lupa follow, like, subscribe , gife, vote and komen yah....

Teruntuk yang sudah membaca lanjut terus, dan untuk yang belum hayuk segera merapat dan langsung aja ke cerita nya....

Selamat membaca....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28

Aris sedikit mengeraskan rahang mendengar alasan yang diungkap Evan. Namun, otaknya masih bekerja dengan benar sehingga hanya melampiaskan kekesalan dengan mengepalkan tangan saja. Evan hanya membuat penilaian secara umum tanpa berniat menjatuhkan wanita yang mereka maksud. Antara Utari dan Arumi tentu tetap wanita yang sama di mata Aris. Tapi pada kenyataannya, Evan memberikan penilaian yang sama. Andai Evan maupun Nijar mengetahui kenyataan yang sebenarnya, entah apa jadinya nanti.

Aris tak mau menebak lebih jauh. Ia mengakhiri kelistrikan dalam diri dengan beralih pergi.

"Ke mana?" tanya Evan melihat Aris berjalan keluar.

"Menelepon Arumi," jawab Aris. Evan mengangkat wajah dari laptop menatap Aris. "Oh, iya baru ingat. Bella minta nomor telepon Arumi. Katanya mau icip-icip kue. Mana tau kalau ada arisan atau acara keluarga butuh kue."

"Oh, oke. Nanti aku kirim nomor Arumi ke nomor Bella. Masih nomor yang lama kan?"

"Ya, masih yang lama."

"Oke, sip."

Aris melangkah keluar. Pertama kali yang ia lakukan setelah terhindar dari pandangan Evan adalah menelepon Arumi, menanyakan posisinya dan memerintahkan agar cepat pulang. Ia jadi was-was, jangan-jangan orang-orang Nijar menemukannya di tempat keramaian.

**

Aris membawa tas kerjanya masuk ke dalam rumah setelah memastikan mengunci mobil.

Kepulangannya langsung di sambut sang istri di depan pintu.

Senja baru saja menelan sang Dewi Kehidupan, meninggalkan rona kemerahan di batas cakrawala, saat Aris memasuki rumah.

"Arin mana?" tanyanya begitu melewati pintu.

"Ada di kamarnya."

"Ngapain?"

"Kayak nggak tau aja yang punya handphone baru," balas Arumi.

"Awasi dia. Mas nggak mau dia berhubungan dengan pria bertato itu," ketus Aris memperingatkan. Meskipun kurang senang dengan bahasa yang diungkapkan sang suami atas diri sahabatnya, tetapi Arumi hanya mengangguk saja.

"Apalagi kalau dia datang kemari. Tapi ngomong-ngomong, kenapa dia tau alamat rumah ini, ya? Maksudku, kenapa pria itu tau kalau rumah ini adalah rumah kita? Kamu memberitahunya, Rum?"

Pertanyaan Aris yang serupa dengan tuduhan itu membuat Arumi menghela nafas panjang, dan Aris mengetahui itu.

"Iya, Mas, Rum yang memberitahunya. Dia hanya memastikan keadaanku, khawatir sebelum mengenal Mas Aris. Itu dulu, setelah dia tau Rum mendadak nikah."

"Setelah mengenalku, dia malah lebih khawatir lagi. Kan lucu dia?"

"Sekarang kan, enggak gitu lagi dia. Lagian, Farhan itu sibuk bekerja. Sudah nggak ada waktu buat memperdulikan aku sebagai temannya. Aku kan, sudah ada yang menjamin?" Arumi membuka pintu kamar. Aris melangkah lebih dulu.

"Mudah-mudahan saja dia nggak seusil itu."

"Memangnya, Farhan bilang apa, sih, saat kalian di kafe itu?" Kecurigaan Aris padanya telah memancing rasa penasaran Arumi. Padahal sebelumnya, ia tidak ingin membahas masalah pertemuan pertama itu lagi.

"Nggak ada yang penting, sih. Cuma ... ya mengobrol gitu-gitu aja," jawab Aris. Justru alasan itu mengundang tanya di hati Arumi. Namun, lagi-lagi Arumi memilih mempercayai Aris. Ia tidak ingin merusak pikiran dengan berasumsi buruk tentang keduanya. Dua pria yang sama-sama baik padanya.

"Buruan mandi, gih. Kita harus bersiap-siap ke rumahnya Pak Wijaya." Arumi mengakhiri perbincangan dengan mendorong tubuh suaminya masuk ke kamar mandi. Aris pun menurutinya tanpa penolakan.

Aris mengetuk pintu kamar yang didiami adiknya, sesaat sebelum pergi menghadiri undangan dari keluarga Wijaya.

"Iya, Mas. Arin nggak akan ke mana-mana," ucap Arin yang langsung menjawab sebelum Aris bertanya, seperti sudah menghafal benar kebiasaan kakaknya.

"Kunci pintu dari dalam. Jangan membuka pintu sebelum mas dan mbakmu pulang. Kalau ada yang mengetuk, jangan dibuka. Kalau ada apa-apa yang mencurigakan, langsung telpon mas."

Arin mengerling malas. Ia masih bersandar di sisi pintu, lalu masuk sebelum mengiyakan permintaan Aris, kakak posesifnya.

"Rin, dengar enggak, sih?"

"Iya-iya, Mas."

"Tunggu dulu. Mas belum selesai bicaranya."

"Apalagi?" Arin pun berbalik. Masih sama, ia mengerling malas. Kakaknya pasti akan memperingatkan banyak hal, seperti biasa.

"Kamu masih berhubungan dengan pria bertato itu?"

"Dia punya nama Mas, Farhan. Farhan namanya."

"Tinggal menjawab apa susahnya, sih?"

"Enggak, Mas... gimana mau berhubungan, kalau HP saja baru beli tadi pagi?"

"Kamu nggak bohong?"

Selidik Aris. Tak benar-benar percaya begitu saja.

"Enggak, Mas ... ya, Allah nggak percaya banget, sih!" rutuk Arin.

"Kamu itu berpotensi bohong kalau berhubung dengan pria itu."

"Mas Farhan maksudnya?"

"Ya ... siapalah namanya." Aris mengibaskan tangan, seperti sebuah pantangan baginya menyebut nama Farhan.

"Sudah kan, Mas? Mbak Rum sudah siap, tuh." Arin menunjuk Arumi yang baru keluar dari dalam kamar. Selanjutnya, ia menutup pintu saat sang kakak menoleh.

"Sudah siap, Sayang." Aris merentangkan tangan kanan untuk menyambut wanita bercadar gold, warna yang sama dengan pakaian syar'i yang dikenakan.

"Sudah." Arumi menerima lengan suaminya yang segera mendekap, lalu mencium sisi kiri kepalanya.

Aris mengusap kepala Arumi dengan sayang.

"Arin sudah diberitahu?" tanya istrinya.

"Sudah. Kita berangkat sekarang. Takut telat, nggak enak sama pak Wijaya."

Mereka berjalan beriringan ke luar. Aris menyetir kendaraannya sendiri, menuju kediaman Wijaya--si pemilik Wijaya Group.

Sampai di tempat tujuan, keduanya di sambut langsung oleh pemilik rumah. Wijaya mempersilahkan masuk. Keadaan rumah sudah cukup ramai meskipun lebih banyak anak-anak yang memeriahkan suasana. Acara keluarga memang didominasi oleh kehadiran anak-anak.

"Itu ibu. Mendekat saja ke sana." Wijaya menunjuk ke bagian sudut. Mereka terkesiap, sama-sama menatap lalu berusaha menyembunyikan keterkejutan dari seorang Wijaya.

Aris berpamitan untuk mengantar dan memperkenalkan Arumi pada nyonya di rumah itu. Seperti sudah mengenali keduanya, wanita bergaun putih itu pun menyambut kedatangan Aris dan Arumi.

"Selamat malam, Bu," sapa Aris. "Perkenalkan istri saya." Aris mengatupkan tangan.

"Arumi, ya?" Wanita itu menebak.

"Ya, Bu." Arumi menjawab.

"Selamat datang, ya?" ucap wanita yang mereka kenal bernama Lidia dengan mata berbinar.

"Ya, Bu. Selamat juga buat Ibu," balas Arumi.

"Saya sangat senang dengan kedatangan kalian. Ayo, masuk ." Lidia menyambut Arumi dengan sangat ramah, seakan-akan pernah diperlakukan dengan serupa. Padahal, mereka baru saja berjumpa.

"Arumi, kita langsung masuk ke dalam saja, ya? Biar bisa mengobrol tenang."

Lidia sambil menggendong bayinya mengarah ke pintu lain. Arumi menatap Aris.

1
Bellenav
Buruk
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!