kisah seorang wanita yang ingin hidup kaya secara instan. suaminya yang pemalas membuatnya harus menempuh jalan sesat dengan melakukan persekutan bersama iblis yang menjanjikannya kekayaan.
Ia membuka sebuah warung nasi. namun dalam sekejap saja dapat menarik pembeli dan menjadikannya kaya raya. tetapi semua itu tak.mudah, karena akan ada konsekwensi yang harus ia terima. ikuti kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode-28
Hari masih gelap. Rama masih bergelung didalam selimut. Ia tidak membayangkan jika nanti sampai polisi menjemputnya, ia tidak berniat membu-nuh Raisa, dan ia juga tidak tahu mengapa wanita itu bisa tewas saat sedang enak-enaknya.
Terdengar suara derap langkah kaki dari pintu penghubung. Langkahnya terdengar sangat begitu berat, seolah-olah ia sedang menyeret sebuah barang yang sangat penuh beban.
Rama menajamkan telinganya dibalik selimut yang menutupi tubuhnya.
"Rindu!, Silvi, Susi!" teriak seseorang yang mana tentu saja hal itu sangat menggema diruangan karena terdengar begitu nyaring dan menggelegar.
Pria bertubuh ceking itu menyadari jika itu adalah suara Nadira sang istri.
Terdengar suara berlari dari arah kamar, dimana ketiga gadis yang masih terlelap tidur itu harus terjaga dipukul setengah lima pagi.
"Ada apa, Bu? Ini masih subuh kami mengantuk." Susi menguap. Ia tampak masih sangat mengantuk karena pukul.1 malam baru tertidur.
"Kalian itu saya gaji! Maka ikutin semua aturan yang saya perbuat!" sergahnya dengan lantang.
Seketika ketiganya tampak ketakutan mendengr teriakan Nadira yang seolah-olah adalah monster yang sangat mengerikan, bahkan juga diktator.
"Olah semua daging ini menjadi sate dan rendang, pukul 8 pagi harus selesai semua!" titah Nadira dengan sangat arogan.
Tanpa bantahan, ketiganya harus mengerjakan semuanya, dan mereka merasakan semakin lama jika Nadira begitu egois. Meskipun bekerja dan digaji, tetapi mereka juga bukan pekerja rodi yang harus non stop tanpa istirahat.
Sementara itu, Nadira memasuki kamarnya. Ia melihat jika sang suami masih bergelung dibalik selimut. Entah apa yang difikirkannya, ia terlihat tersenyum licik, lalu menukar pakaiannya dengan sebuah daster.
Wanita itu bergegas ke dapur, lalu mengambil sebagian daging segar yang ia bawa dengan menggunakan karung barusan, dan saat ini sedang dibersihkan oleh ketiga karyawannya yang masih mengantuk.
****
Hari semakin siang. Rama akhirnya mau tidak mau harus beranjak dari kamar mewahnya. Ia memilih untuk mandi, lalu membuka ponselnya. Ia ingin mencari informasi tentang Raisa, apakah janda muda itu masuk dalam berita hangat pagi ini, tetapi tak satupun yang ia temukan, itu tandanya ia dalam zona aman.
Rama berharap jika Raisa masih hidup dan pulang kerumahnya.
Saat bersamaan, Nadira memasuki kamar dengan dengan membawa nampan ditangannya. Terdapat dua porsi daging dendeng dan juga soto daging serta semangkuk nasi panas yang ia bawa dengan senyum sumringah.
"Hallo, Sayang. Kamu sudah rapih sekali. Kamu mau kemana?" tanya Nadira dengan tatapan penuh misterius.
"Hah, kamu. Ngagetin saja, Sayang," jawab Rama dengan hati penuh debaran. Ia tampak begitu gugup. Tentu saja hal itu wajar terjadi, sebab ia bukan psikopat yang dengan mudahnya melenyapkan nyawa orang lain.
Berbeda dengan Nadira, ia terlihat begitu santai dan tanpa masalah.
"Oh, aku mau ke kampung buat cari pekerja tambahan, kasihan mereka bekerja hanya bertiga, boleh-kan?" tanya Rama dengan nada serendah mungkin.
"Tentu saja, Sayang. Mengapa tidak. Lebih banyak lebih baik. Tetapi sebelum pergi, kamu makan dulu masakanku." Nampan berisi makanan itu ia hidangkan pada pria bertubuh ceking tersebut.
Rama tampak bingung. Sebab hal ini sangat tak wajar bagi seorang Nadira. Selama mereka menikah, ia tidak pernah melihat istrinya seramah dan sesholeha itu sehingga menghidangkan makanan untuknya.
"Ini kamu beneran?" tanya Rama seolah tak percaya.
"Tentu saja. Sebab ini juga kewajibanku," sambut Nadira, lalu menarik tangan Rama untuk duduk ditepian ranjang. Ia mulai menyendokkan nasi, lalu dendeng daging dan menyuapkannya pada sang suami.
"Bagaimana rasanya, Sayang?" bisik Nadira ditelinga sang suami.
Rama mengunyah dengan benar. "Enak. Kamu emang paling pinter masak," puji Rama dengan senyum sumringah.
Nadira tersenyum dengan sangat lebar. "Kalau begitu kamu harus habiskan, ya. Ini spesial untuk kamu." Nadira menyuapkan kuah soto pada sang suami, beserta daging yang ia potong sedang.
Rama tampak bersemangat menghabiskan masakan yang dihidangkan untuknya. Ia merasa jika sang istri benar-benar tulus hari ini padanya.
Rama.dengan lahap menyantapnya dan ludes tak tersisa. "Enak, Sayang. Makasih, ya." Rama memberikan kecupan yang sangat mesra pada sang istri.
Nadira menganggukkan kepalanya dengan begitu bersahaja, serta senyum yang terlihat sangat manis.
"Aku berangkat dulu ya, Sayang," Rama berpamitan. Kemudian memberikan kecupan dikening sang istri.
Nadira menganggukkan kepalanya. "Hati-hati dijalan ya sayang," sahut Nadira dengan senyum palsunya.
Rama menyambar kunci mobil Alphardnya, lalu keluar dari kamar, menuju garasi.
Nadira tersenyum licik. Ia menarik nafasnya dengan sangat dalam, pandangannya begitu tajam.
Ia kembali membawa nampan berisi sisa piring dan mangkuk kotor yang mana baru saja melayani sang suami.
Ia keluar dari kamar, lalu menatap mobil berwarna hitam yang keluar dari halaman rumah menuju jalanan desa.
Sementara itu. Rama saat ini merasa aman. Sebab tidak mendengar ada penemuan mayat didalam motel tempat dimana mereka menginap malam tadi.
Ia melaju dengan kencang meninggalkan desa, sebab ia akan menuju propinsi lain untuk mencari para pekerja yang mana sudah ia pesan dengan seorang kenalannya.
Saat melewati tepian kota. Rama berhenti sejenak untuk mengamati motel yang ia jadikan bersama Raisa untuk memadu kasih.
Tampak suasana motel begitu lengang, dimana tidak.ada garis polisi ataupun kehebohan yang berarti, hanya beberpa pengunjung yang keluar masuk ke halaman parkir.
Pria bertubuh ceking itu merasa jika dirinya saat ini sangat aman. Dimana tidak ada yang harus ia takuti. Ia yakin jika Raisa masih hidup dan ia hanya kalut saja saat itu.
Rama melajukan mobilnya, lalu menambah kecepatannya untuk menuju propinsi tetangga. Ia sudah tak sabar mengumpulkan beberapa gadis cantik untuk dipekerjakan diwarungnya, tentunya hatinya akan semakin bahagia dan jiwanya kembali muda.
"Aku tidak sabar untuk melihat gadis-gadis yang akan bekerja diwarungku," ia terlihat bersiul-siul dengan begitu riang.
Ditempat lain, Rindu, Silvi dan juga Susi baru saja menyelesaikan pekerjaan mereka. Jujur saja mereka sangat mengantuk, bahkan Silvi sampai terlupa untuk shalat subuh.
"Kita istirahat sebentar, selagi Bu Nadira pergi ke pasar," ucap Silvi. Lalu ketiganya menuju kamar untuk beristirahat.
Sedangkan Nadira masih berbelanja dipasar. Ia terlihat membawa keranjang yang sudah penuh dengan berbagai bumbu masakan.
"Bu Nadira," sapa salah seorang penjual daging.
"Eh, Akang," sahutnya.
"Sudah lama tidak berbelanja daging pada saya. Apakah sudah memiliki langganan baru?" tanyanya dengan wajah sedih.
Nadira menghampiri penjual daging tersebut. "Oh, hari ini saya rencana mau beli daging ditempat akang. Tapi gak banyak, untuk makan saja," jawab Nadira dengan senyum tipis.
"Apa sudah gak jualan sate lagi, Bu?" tanya sang pe jual dengan rasa keponya.
Mohon lbih teliti lgi mksih 🙏
Semngt
mati dalam keadaan Kusnul Khotimah.
semoga kita semua nya di jauhi dr perbuatan syirik , keji dan mungkar 🤲 Aamiin Yaa Rabbal Allamiin 🤲
naas bgt nasib nya Rama , akhirnya mati di tangan bini nya dh keji bersama selingkuhan nya 🤦
mayat orang di bilang barang , jd barang dagangan 🤣🤣🤣