Mencari nafkah di kota Kabupaten dengan mengandalkan selembar ijazah SMA ternyata tidak semudah dibayangkan. Mumu, seorang pemuda yang datang dari kampung memberanikan diri merantau ke kota. Bukan pekerjaan yang ia dapatkan, tapi hinaan dan caci maki yang ia peroleh. Suka duka Mumu jalani demi sesuap nasi. Hingga sebuah 'kebetulan' yang akhirnya memutarbalikkan nasibnya yang penuh dengan cobaan. Apakah akhirnya Mumu akan membalas atas semua hinaan yang ia terima selama ini atau ia tetap menjadi pemuda yang rendah hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana
Dalam kesedihan dan keputusasaannya sempat terlintas di pikiran Pak Sukamto bahwa akan ada seorang tokoh misterius bak pahlawan yang tiba-tiba datang menolongnya.
Tapi harapan tinggal harapan. Ini bukan cerita fiksi yang pernah dia baca di novel tapi ini adalah kenyataan dalam kehidupan.
Kehidupan bukan sebuah hayalan yang bisa kita bayangkan sesuai kehendak kita. Kehidupan itu pahit, Bung!
Sanusi terkekeh-kekeh melihat sorot kemarahan dan kesedihan di mata Pak Sukamto.
"Jangan marah kakak ipar! Mulai sekarang perusahaan menjadi milik saya sepenuhnya. Saya adalah Direktur Utamanya. Terima kasih atas usahamu selama ini, Kakak Ipar.
Selamat menjadi gembel he he he," Pak Sanusi keluar dari kamar dengan perasaan sangat senang. Dia akhirnya bisa merebut perusahaan iparnya dengan mudah. Sekarang dia akan menjadi salah seorang terkaya di Kabupaten Meranti.
Siapa yang tak akan senang? Tanpa usaha yang berarti dia telah menjadi orang sukses.
Ini semua berkat kesabaran dan kecerdikannya dalam melihat sebuah peluang.
"Ayo pulang!" Pak Sanusi melambai tangannya, kedua pria yang menahan Buk Yenny dan Erna langsung melepas cekalannya.
"Terima kasih, Mbak Yu. Kami pulang dulu. Kalau nanti Mbak Yu perlu uang atau mau menggadai barang-barang atau menjual rumah hubungi saja aku." Pak Sanusi tersenyum simpul.
Setelah melihat mereka semua pergi, Buk Yenny dan Erna bergegas menuju kamar mendapatkan Pak Sukamto yang meneteskan air mata tanpa daya. Badannya sedikit gemetar menahan marah. Tapi mau diapakan lagi.
Jika waktu kembali diputar, mereka tetap tak bisa melawan karena ketidakmampuan mereka akibat penyakit yang diderita Pak Sukamto.
Mereka hanya bisa menangis sedih.
...****************...
Setelah membuat perhitungan dengan Amran, Mumu langsung pulang ke rumah.
Ia tak kembali ke Minimarket untuk menemui Risnaldi. Nanti ia bisa ngomong via telpon.
Seperti saat Risnaldi mengetahui berita tentang keluarga Iwan, dia langsung menelpon Mumu untuk menanyakan kesanggupan Mumu untuk menolong meringankan penyakit Iwan.
Saat motor Mumu berhenti di depan pagar pintu rumah yang dipercayakan oleh Buk Fatimah kepadanya, cahaya lampu motornya menangkap sesuatu.
Mumu langsung turun dan mengambilnya.
Saat melihat isi dompet dan tanda pengenalnya, Mumu tak jadi masuk ke rumah. Ia langsung memutar motornya menuju alamat yang dimaksud.
Setelah tanya sana-sini dengan orang-orang yang jualan di pinggir jalan, Mumu menemukan alamat rumah yang dimaksud.
Saat Mumu tiba, ada beberapa kendaraan yang terparkir di perkarangan.
'Mungkin sedang ada tamu' pikirnya.
Mumu ragu sejenak, saat ia memutuskan untuk menunggu di luar pintu pagar, pendengarannya yang tajam mendengar suara bentakan dan makian.
Rasa penasarannya pun timbul.
Dengan langkah kakinya yang ringan, tanpa mengeluarkan suara sedikit pun Mumu pun mendekat rumah tersebut dengan hati-hati.
Lewat gorden yang sedikit terbuka ditambah lagi pendengarannya yang tajam, Mumu mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Awalnya ia ingin bergegas menolong tapi tak jadi. Ia merubah gagasannya dengan cepat. Ia merubah rencananya.
Saat keempat pria itu keluar dari rumah tersebut, Mumu memutuskan untuk membututi mereka.
Karena ada hal yang harus ia kerjakan malam ini, Mumu memutuskan besok pagi saja ia akan kembali ke rumah ini untuk mengembalikan dompet yang ia temui di depan pagar rumahnya tadi.
...****************...
dr. Mahesya, Sp.PD, seorang dokter muda yang sedang naik daun tiba-tiba mengalami kelumpuhan. Menurut hasil medis, penyakitnya tidak bisa diobati dengan kata lain, dia akan lumpuh dan hanya duduk di kursi roda selamanya.
Banyak wanita-wanita cantik mulai dari dokter, bidan dan perawat yang awalnya berniat untuk mengambil hati dokter muda yang ganteng dan kaya itu supaya mau menerima mereka menjadi pasangan hidup, sekarang mulai mundur teratur.
Para pejabat dan pengusaha yang pada awalnya membuat pendekatan dan ingin menjodohkan putri mereka dengan sang dokter tiba-tiba menghilang tak tahu rimbanya.
Siapa yang ingin punya seorang pasangan hidup yang lumpuh total seumur hidupnya?
Ganteng dan kaya saja tidak cukup untuk menciptakan sebuah keluarga yang bahagia.
Siapa juga yang ingin mempunyai menantu yang tiada guna, ke sana-sini harus menggunakan kursi roda. Apa kata kolega-koleganya nanti?
Kehidupan dr. Mahesya yang penuh kebahagiaan dan canda tawa berakhir dengan cemoohan dan penghinaan.
Walaupun mereka tidak melakukannya secara terbuka dan terang-terangan di depannya, tapi dr. Mahesya tahu seperti apa sikap mereka di belakangnya.
Sekarang tak ada lagi wanita yang ingin mengajaknya bicara atau konsultasi.
"dok, tolong gantikan shift saya hari ini ya. Saya ada keperluan mendadak." dr. Ratna wanita lajang dan cantik berkata sambil lalu.
Walaupun dia berkata 'tolong' tapi sebenarnya itu adalah sebuah perintah.
Wanita yang awalnya sangat ramah dengannya sekarang menatapnya saja tak mau.
Begitu juga dengan wanita-wanita lain yang dulu sering menemuinya dengan alasan ingin konsultasi penyakit pasien ini, konsultasi penyakit pasien itu lah sekarang mereka semua menjauhinya.
Hanya ada seorang wanita yang dilihat dari seragamnya, dia adalah perawat honorer yang tidak berusaha untuk menghindarinya.
Seingat dr. Mahesya mereka tak pernah bicara sebelumnya. Selain dia sibuk dengan dokter dan bidan serta perawat yang lain, gadis yang satu ini agak pemalu dan pendiam. Di samping itu juga wajahnya biasa-biasa saja sehingga dr. Mahesya tak pernah memperdulikannya selama ini.
"Hei, kamu ke sini sebentar!" dr. Mahesya melambaikan tangannya.
Perawat tersebut bergegas mendekatinya, "Ada apa, Pak? Apa yang perlu saya lakukan?" Memang dia agak pemalu tapi sikapnya tegas dan cekatan.
Walaupun wajahnya tidak terlalu cantik, tapi tidak ada penghinaan di matanya melihat kondisi dr. Mahesya seperti ini.
"Siapa namamu?"
"Atika, Pak."
Bolehkah saya minta tolong antarkan saya ke ruang praktek penyakit dalam?" dr. Mahesya sekedar mengujinya.
Biasanya orang lain akan menolak dengan berbagai alasan. Jika pun mau, mereka melakukannya dengan terpaksa dan agak kasar sehingga membuat dr. Mahesya tidak nyaman duduk di kursi rodanya.
"Baik, Pak." Atika tersenyum dan segera pindah ke belakang dr. Mahesya lalu mendorong kursi roda dengan pelan dan hati-hati.
Hari terus berlalu. Hubungan mereka semakin akrab.
Walaupun mereka tidak sering ketemu karena perbedaan shift kerja tapi sikap Atika tidak lagi terlalu kaku terhadapnya.
Banyak teman-teman Atika yang mencemooh Atika karena dekat dengan dr. Mahesya dan mau menjadi kacungnya yang bisa disuruh ke sana ke sini, tapi Atika hanya menanggapinya dengan diam.
Suatu hari pernah dr. Mahesya bertanya kepadanya, "Mengapa kamu tetap menemui saya pada hal kamu sering dihina oleh teman-temanmu?"
"Jika kita melakukan sesuatu berdasarkan kehendak orang banyak tanpa punya prinsip dalam diri kita, maka kita tidak akan dapat melakukan sesuatu, Pak. Karena di mata banyak orang sikap kita semuanya salah. Lagi pula kita tidak bisa memuaskan keinginan semua orang." Atika tersenyum.
dr. Mahesya mengangguk-angguk. 'Benar juga apa yang dikatakan gadis ini' Pikirnya.
"Oh ya, Pak. Apakah Bapak percaya dengan pengobatan tradisional?" Tiba-tiba Atika merubah topik pembicaraan.
"Hmm, dalam batas-batas tertentu saya percaya."
"Bagaimana dengan tukang urut, apakah Bapak juga percaya?"
dr. Mahesya menganggukan kepalanya lagi.
Apa yang direncanakan oleh gadis ini? Jangan-jangan....Mata dr. Mahesya bersinar terang.