Kehidupan Elizah baik-baik saja sampai dia dipertemukan dengan sosok pria bernama Natta. Sebagai seorang gadis lajang pada umumnya Elizah mengidam-idamkan pernikahan mewah megah dan dihadiri banyak orang, tapi takdir berkata lain. Dia harus menikah dengan laki-laki yang tak dia sukai, bahkan hanya pernikahan siri dan juga Elizah harus menerima kenyataan ketika keluarganya membuangnya begitu saja. Menjalani pernikahan atas dasar cinta pun banyak rintangannya apalagi pernikahan tanpa disadari rasa cinta, apakah Elizah akan sanggup bertahan dengan pria yang tak dia suka? sementara di hatinya selama ini sudah terukir nama pria lain yang bahkan sudah berjanji untuk melamarnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melaheyko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
INGIN PULANG
Elizah bingung harus mengangkatnya atau tidak. Sampai panggilan ketiga kalinya dia mengalah, mengangkat telepon masuk itu.
“Halo, Natta. Gimana keadaan Elizah sekarang?”
Elizah berdeham, dia mendengar Furqon begitu khawatir.
“Ini saya, Om. Mas Natta lagi keluar sebentar.”
Furqon di tempatnya tersenyum.
“Gimana keadaan kamu sekarang, Nak?”
“Baik, Om. Hanya demam saja.”
“Natta sangat panik melihat kamu sakit begitu. Jaga kesehatan, ya. Natta bahkan hampir menangis mengadu tentang kondisi kamu sama Om tadi.”
Elizah membeku mendengarnya.
“Syukurlah kalau kamu sudah mendingan. Jangan lupa obatnya diminum, ya.”
Elizah menelan Saliva, tenggorokannya sakit.
“Iya, Om.”
Setelah itu, Furqon izin mengakhiri percakapan karena dia sedang berada di bengkel menggantikan Natta. Elizah mengiyakannya. Ketika panggilan berakhir, Elizah melihat layar ponsel Natta adalah dirinya.
Elizah mengernyit, entah darimana Natta memiliki fotonya atau mungkin dari akun media sosialnya sebelum dia menonaktifkannya? Elizah yang semakin penasaran pun membuka aplikasi pesan di sana, ia melihat pesan darinya berada paling atas. Natta menamai nomor kontaknya dengan emoticon hati. Elizah tersenyum kecil, merasa lucu dengan penampilan suaminya yang gagah dan garang begitu ternyata punya pikiran semanis itu untuk memakai emoticon hati.
Elizah tidak mau mencari tahu lebih banyak, dia mengembalikan ponsel Natta ke tempat semula. Lalu, dia kembali berbaring dan akan menunggu suaminya kembali. Dia lapar sekarang.
Setelah Natta kembali, dia menyuapi Elizah walaupun Elizah sempat menolak.
“Uhukkk....” Elizah terbatuk, ia malah merasa mual sekarang. “Aku sudah kenyang.”
Natta tidak memaksanya.
“Aku akan tidur di sofa. Buka pintunya sedikit supaya aku bisa mendengar ketika kamu memanggil,” katanya dan Elizah memperhatikan. Kenapa bisa pria itu begitu baik? Mengurusnya dengan sabar dan telaten. Tidak pernah mengeluh dan menuntut timbal balik. Elizah jadi merasa bersalah.
Malam harinya, ketika Natta sedang terlelap dia mendengar Elizah merintih. Disusul dengan suara tangisan. Natta beranjak untuk memeriksa, dan ternyata Elizah demam lagi. Elizah mengigau, memanggil ibu dan ayahnya.
“Eli,” panggilnya pelan. Menepuk pipi Elizah agar Elizah sadar. Elizah terus menangis, Natta bergeser naik ke atas tempat tidur itu. Mereka saling memeluk erat, Natta merasakan suhu tubuh Elizah yang begitu panas.
“Aku mau pulaaaaaang!” rengek Elizah dalam pelukan Natta. Natta memahami apa yang dirasakan Elizah memang tidak mudah. “Bawa aku pulang.”
Natta tidak membalas apa pun, hanya terus memeluknya.
Elizah berhenti histeris, Natta melirik AC yang sengaja dimatikan. Dia merasa gerah luar biasa, tapi dia juga tidak bisa membiarkan Elizah yang demam terkena angin AC. Natta lalu melepas bajunya, ia kembali ke sebelah Elizah dan tidak sadar dia ikut terlelap.
Pukul 4 pagi, Natta menggeliat. Ia mengusap wajahnya kemudian mengerjapkan mata. Natta menoleh ke sisi kiri dan mengubah posisi menjadi tengkurap. Natta masih mengantuk tapi ketika dia menoleh ke sisi kanan, Elizah ada di sana.
Natta langsung duduk, baru sadar jika dia tidur dengan Elizah. Jika Elizah sadar, pasti dia akan marah. Natta kemudian turun perlahan, dia keluar tanpa menyadari kalau AC yang semalam dia matikan sekarang dalam keadaan menyala.
Tapi dibalik keterkejutannya, sejujurnya dia senang.
🍃🍃🍃🍃
“Elizah lagi sakit. Kita jenguk dia, yuk!” Sofi mendatangi Suri pagi-pagi buta untuk mengajaknya menjenguk Elizah.
“Sakit? Pantas saja dia nggak kelihatan. Kemarin sore, aku juga melihat mas Natta beli bubur di depan.” Penjelasan Suri membuat Sofi mendongak, melihat balkon rumah gebetannya itu.
“Ayo, kita jenguk dia.” Sofi bersemangat.
“Nantilah, aku mau mandi dulu.” Suri pergi dan Sofi manyun tapi tetapi tetap menunggunya.
Natta dan Elizah sedang sarapan. Elizah belum sembuh betul. Memakai jaket dan sarapan dengan wajah yang masih pucat.
“Makan sedikit lagi. Kamu harus minum obat.” Natta mendorong mangkuk bubur ayam yang diletakkan Elizah.
“Aku kenyang.”
Natta mendengus.
“Jangan membuatku khawatir. Ayo, dua sendok lagi dan minum obat.”
Elizah mendesah tapi dengan terpaksa ia menurutinya.
Natta menyentuh kening Elizah, demamnya sudah turun.
“Aku mau siap-siap bekerja.” Elizah berdiri. Natta membulatkan matanya, menyusul Elizah yang hendak berganti pakaian. “Mas.”
Natta menyambar seragam kerja Elizah yang digantung. Elizah berusaha merebutnya tapi dia tidak bisa menjangkau tangan Natta.
“Istirahat. Jangan bekerja dulu, apa uang yang aku berikan kurang? Sampai-sampai dalam keadaan sakit masih memikirkan pekerjaan.” Natta berlalu, dia sengaja meletakkan seragam Elizah di atas lemari supaya Elizah tidak bisa mengambilnya.
“Mas.” Elizah menarik lengan suaminya itu, meminta bajunya dikembalikan.
“Kita diam di rumah hari ini. Aku juga sedang malas pergi bekerja,” katanya sambil melepaskan tangan Elizah yang terus menarik-narik tangannya.
“Aku baru masuk kerja. Masa sudah libur kerja begini?” Elizah takut Rafan memecatnya.
“Aku akan meminta tolong Adit supaya kamu bisa cuti hari ini.” Natta melirik dan Elizah diam.
Tok tok tok
Natta menggeram kesal, seolah bisa menebak siapa yang mengetuk pintu pagi-pagi sekali.
“Elizah!” suara Suri terdengar. Natta menggeleng kepala dan Elizah pergi untuk membukakan pintu.
Suri dan Sofi diajak masuk.
“Kamu pucat banget, Elizah. Kamu beneran sakit ternyata.” Sofi membuat Natta menoleh.
“Kamu kira Elizah pura-pura?” sinisnya dan Elizah melotot pada suaminya itu.
“Jangan dengerin Mas Natta. Ayo duduk,” ajak Elizah dan Natta tidak mau meladeni dua gadis genit itu. Dia memilih pergi dari rumah. “Aku cuman demam.”
“Mas Adit semalam juga cerita kalau kamu pulang cepat.” Sofi menatap prihatin.
“Kamu cuti saja hari ini, Zah. Kamu belum bisa bekerja kalau masih lemas begini.” Suri membuat Elizah tersenyum, senang karena teman-temannya sangat perhatian.
Setelah dirasa mereka tenang melihat Elizah yang sudah pulih. Suri dan Sofi pamit untuk bekerja. Kepergian mereka membutuhkan Natta baru berani masuk ke rumahnya. Ketika berpapasan, Suri sempat-sempatnya mencubit lengan kekarnya. Natta mendesis tapi Suri sama sekali tidak takut. Mengenal Elizah membuat Suri semakin berani menggoda Natta. Suri juga takut tersaingi oleh Sofi.
Mirza emang ya keras kepala takut banget turun martabat nya