NovelToon NovelToon
Tergila-gila Padamu

Tergila-gila Padamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: dochi_19

Benarkah mereka saling tergila-tergila satu sama lain?

Safira Halim, gadis kaya raya yang selalu mendambakan kehidupan orang biasa. Ia sangat menggilai kekasihnya- Gavin. Pujaan hati semua orang. Dan ia selalu percaya pria itu juga sama sepertinya.

...

Cerita ini murni imajinasiku aja. Kalau ada kesamaan nama, tempat, atau cerita, aku minta maaf. Kalau isinya sangat tidak masuk akal, harap maklum. Nikmati aja ya temen-temen

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dochi_19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Seseorang di keluarga Halim

Safira mengajak Gavin untuk berbicara di dalam mobil lelaki itu. Sementara Gavin masih jelas kesal setelah melihat mobil asing yang baru saja keluar dari rumah Safira.

"Jadi, mobil siapa itu?" tanya Gavin yang sebenarnya sudah tahu saat berpapasan di gerbang tadi.

"Itu mobil Gio." Safira menjawab dengan tenang.

"Kamu makan malam sama dia?" tuding Gavin.

"Sama Ibu juga."

"Safira, kita sebentar lagi bertunangan." Gavin mengingatkan.

Safira lantas menatap Gavin. "Hal yang sama juga berlaku untuk kamu."

"A-apa?"

"Apa ada yang mau dibicarakan? Kedatangan Gio tadi ada hubungannya sama kamu."

Gavin menghela napas, mungkin kejadian itu sudah sampai di telinga Safira. "Sebenarnya ada orang mencurigakan di keluarga kamu."

"Siapa yang kamu maksud?"

Gavin menggeleng. "Aku gak tahu pasti." Ia kembali melanjutkan. "Beberapa hari lalu adik Maura kecelakaan, aku yakin itu ada hubungannya dengan kita."

Safira memicingkan matanya. "Gimana kamu bisa yakin kalau itu dari keluarga aku? Bisa jadi itu cuma kecelakaan biasa."

"Safira, kita sama-sama tahu situasi Maura gimana." Gavin terlihat sangat frustasi karna Safira yang tampak biasa saja. Seolah tidak peduli.

"Kak, semua anggota keluarga Maura bukan tanggung jawab aku. Dan aku gak punya hutang budi apapun sama dia." Safira menunjuk wajah Gavin. "Dia bukan siapa-siapa untuk kamu, jadi stop urusin dia lebih jauh."

"Safira yang aku kenal gak kaya gini." Gavin memegangi pundak Safira. "Katakan, apa Ibu kamu dan lelaki itu mempengaruhi kamu, hm?"

Safira menggeleng, berusaha melepaskan tangan Gavin. "Gak ada yang mempengaruhi aku. Aku cuma muak sama kamu yang terus menemui dia."

"Sayang—"

"Gak, untuk saat ini keputusan aku udah final. Kalau kamu ketemu sama dia tanpa seizin dari aku, pertunangan kita batal. Aku harap kamu bisa memikirkannya dengan baik." Safira pun keluar dari mobil Gavin tanpa berniat menunggu balasan dari lelaki itu.

.

.

Gavin menunggu Maura di depan gang. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya Maura muncul. Maura masuk ke dalam mobil Gavin.

"Gavin ada apa? Kenapa malam-malam ingin bicara?" tanya Maura.

"Kamu pasang sabuk dulu. Kita bicara di jalan saja." Maura pun melakukan permintaan Gavin. Mobil melaju dari sana.

"Maura maaf, mungkin setelah ini kita tidak bisa bertemu."

"A-apa? Tapi kenapa? Apa karna Safira?" Maura menatap Gavin.

"Aku janji akan mencari orang yang kamu maksud di keluarga Halim. Tapi gak mau merusak hubunganku dengan Safira. Sepertinya dia sudah dipengaruhi oleh orang lain."

"Tapi kita cuma berteman."

"Iya, aku tahu."

"Harusnya Safira juga mengerti."

Gavin tertawa kecil. "Mungkin dia cemburu sama kamu."

"Berarti cemburunya sudah keterlaluan. Aku butuh bantuan kamu, Gavin. Aku gak bisa menghadapi orang itu sendirian. Gimana kalau orang itu datang lagi?"

"Kamu tenang, ya. Kalau aku bisa meyakinkan Safira lagi, semuanya akan baik-baik saja. Aku juga akan menambah keamanan untuk Ibu dan Adikmu."

Maura tersenyum. "Makasih, ya, Gavin. Aku tahu cuma kamu yang diandalkan."

"Ya, tentu."

Maura menatap jalanan yang semakin menjauh. "Sekarang kita mau ke mana?"

"Kamu mau beli sesuatu sebelum pulang?"

"Beli nasi goreng aja."

"Kalau gitu kita ke resto—"

"Jangan! Kita beli yang di pinggir jalan saja."

.

.

Bel istirahat sudah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu, tapi Lisa dan kawannya belum juga beranjak dari kelas. Ester dan Frisca berkumpul di meja Lisa, mereka menunggu Safira yang masih mengerjakan sesuatu di laptop. Mungkin tugas yang harusnya dikumpulkan minggu depan, seperti kebiasaannya sejak pertama sekolah.

"Lisa, kamu aja yang duluan ngajak Safira ke kantin." Ester mendorong bahu Lisa.

Lisa menggeleng. "Dia kayaknya lagi bad mood, deh."

Frisca melirik Safira. "Masa, sih? Tahu dari mana?"

Lisa mendesah. "Lihat aura disekeliling Safira yang begitu hitam itu."

Frisca terus menelisik Safira. "Mana, sih? Aku gak lihat apa-apa."

Ester menepuk jidat. "Lisa kamu salah udah ngomong sama dia."

Lisa menggelengkan kepala melihat kelakuan Frisca yang tak kunjung berubah. Dia lantas menghampiri Safira yang duduk di pojok sejak bel istirahat. "Safira, kita ke kantin, yuk!"

"Sebentar lagi, ya." Safira menjawab tanpa melirik Lisa.

"Safira, kak Gavin ngajak ke kantin, tuh!" Ester berteriak seraya menunjuk sosok Gavin di ambang pintu.

Safira pun langsung menoleh, mendapati Gavin yang melambai dengan senyuman manisnya. Tak bisa dipungkiri ia pun bangkit setelah mematikan laptop-nya dan meninggalkan tugasnya tadi. Lisa yang melihatnya tergelak, padahal baru beberapa detik yang lalu Safira menolak ajakannya.

"Ini bekal dari Mama buat kamu." Gavin mengangkat kotak bekal di tangannya. "Kita makan di kantin atau ruangan kamu?"

Safira melirik ketiga sahabatnya. Tidak benar rasanya kalau ia mengabaikan mereka. Lantas berkata, "Kita makan di ruanganku aja tapi ajak yang lain juga."

Gavin mengangguk. "Oke."

...

Aditya dan Reza datang membawa banyak makanan dari kantin. Mereka memutuskan untuk makan siang bersama di ruangan pribadi Safira.

"Gila! Coba kalau gue juga bisa punya ruangan pribadi gini. Pasti enak buat pacaran." Aditya berseru sambil sesekali memasukkan nasi ke dalam mulutnya.

"Nah, makanya Bu Stella gak ngasih hak buat kakak. Dia tahu bakalan dijadiin tempat gak bener." Lisa yang berkomentar.

"Jadi, kak Gavin traktir kita makan siang dalam rangka apa, nih?" Frisca menggoda Gavin yang sibuk memperhatikan Safira makan.

Ester yang menjawab, "ya, jelas merayakan kak Gavin sama Safira minggu depan official tunangan, dong."

Semua orang di sana tersenyum menatap pasangan yang minggu depan bertunangan itu.

"Harusnya traktirannya beda lagi, ya," ujar Reza yang disetujui oleh semuanya.

"Oke, kalian tenang aja. Nanti kita rayakan di tempat lain."

Setelahnya mereka membicarakan topik yang lain.

.

.

Safira memasuki ruang kerja Ayahnya, setelah sebelumnya mendapat seruan untuk masuk. Di dalam sana sudah ada Ibunya juga. Ia tahu, pembahasan ini mengenai apa. Dan ia pun sudah bersiap memantapkan hatinya agar tidak goyah.

"Duduk, Safira!" Ayahnya memberi perintah yang langsung dituruti Safira. Safira duduk di depan Ayah dan Ibunya.

"Gimana? Sudah ada keputusan kamu?" Ibunya langsung bertanya.

Safira dengan mantap menjawab, "aku memilih kak Gavin. Dia mengatakan tentang kecelakaan yang menimpa adiknya. Foto itu pasti diambil setelah kecelakaan."

Ibunya tertawa tapi tidak secara berlebihan. "Astaga, kamu masih saja naif."

"Safira, kalau kamu mau memilih orang lain Ayah juga setuju. Setelah melihat skandal Gavin, sepertinya dia tidak bisa kita percaya." Sekarang Ayahnya ikut memojokkan Safira.

"Tidak bisa. Safira minta satu kesempatan lagi. Aku janji akan membuat semuanya sempurna." Safira menatap Ayahnya, memohon pun akan terus ia lakukan kalau bisa.

Safira teringat akan sesuatu. "Sebenarnya ada hal yang harus dibicarakan."

Ibunya mulai tertarik melihat raut serius Safira. "Ada apa?"

"Sepertinya ada orang yang berniat memanfaatkan hubungan kak Gavin dan Maura. Apa Ibu tahu?" Safira menatap Ibunya.

"Stella, apa kamu melakukan sesuatu?" Ayahnya ikut penasaran.

"Untuk apa aku melakukan itu? Bertemu dengan jalang itu saja aku tidak sudi." Ibunya berkata jujur, Safira dan Ayahnya tahu. Karna memang sifat Ibunya yang tidak suka berbicara dengan orang yang dibenci.

"Apa tidak sebaiknya kita selidiki orang itu? Siapa tahu dia mengancam posisi Ayah."

"Untuk apa dia menggunakan orang asing? Kalau mau bersaing, dia bisa menggunakan kamu." Ibunya menolak saran Safira.

"Kecuali kalau orang itu sudah melihat perkembangan Gavin belakangan ini. Setelah tahu calon Safira orang yang pintar, dia pasti akan mengincar kelemahan Safira," ucap Ayahnya dengan pikiran yang menerawang.

"Sebaiknya kamu minta Rudi yang menyelidiki." Sekarang Ibunya mendukung spekulasi Ayahnya.

"Kalau orang itu sudah mengincar Gavin, berarti pilihan kamu sudah tepat Safira." Perkataan Ayahnya membuat Safira tersenyum senang.

"Aku pasti akan menunjukkan kalau pilihanku tidak salah." Safira berujar penuh tekad.

Setelah hari ini, Safira tidak akan melepaskan Gavin. Dan ia akan memastikan perasaan Gavin tidak pernah berubah padanya. Apapun caranya.

.

.

TBC

1
hayalan indah🍂
bagus
Dochi19_new: makasih kak, pantengin terus ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!