Sherin mempunyai perasaan lebih pada Abimanyu, pria yang di kenalnya sejak masuk kuliah.
Sherin tak pantang menyerah meski Abi sama sekali tidak pernah menganggap Sherin sebagai wanita yang spesial di dalam hidupnya.
Hingga suatu ketika, perjuangan Sherin itu harus terhenti ketika Abi ternyata mencintai sahabat Sherin sendiri, yaitu Ana.
Lalu bagaimana kisah mereka setelah beberapa tahun berlalu, Abi datang lagi dalam kehidupannya sebagai salah satu kreditor di perusahaan Sherin sedangkan Sherin sendiri sudah mempunyai pria lain di hatinya??
Apa masih ada rasa yang tertinggal di hati Sherin untuk Abi??
"Apa sudah tidak ada lagi rasa cinta yang tertinggal di hati mu untuk ku??" Abimanyu...
"Tidak!! Yang ada hanya rasa penyesalan karena pernah mencintaimu" Sherina Mahesa....
Lalu, bagaimana jika Abi baru menyadari perasaanya pada Sherin ketika Sherin bukan lagi wanita yang selalu menatapnya dengan penuh cinta??
Apa Abi akan mendapatkan cinta Sherin lagi??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang bersama
Selepas membersihkan badannya, bajunya juga telah berganti dengan yang lebih hangat, Sherin masih saja melamun di ujung ranjangnya.
Nana yang sejak tadi ada di kamar Sherin pun ikut kebingungan. Dia ingin bertanya apa yang terjadi pada Sherin saat ini, tapi dia takut jika Bosnya itu akan marah.
Kalau saja Sherin menangis atau mengeluh kesakitan, pasti Nana akan langsung mencari cara untuk membantu Sherin.
Tapi masalahnya, sekarang wanita cantik itu hanya diam membisu.
Drett ..
Drett..
Ponsel Sherin bergetar membuatnya tersadar dari lamunannya.
"Halo sayang, kamu kemana aja?? Kenapa aku nggak bisa hubungi kamu dari tadi siang??"
Suara Zain membuat bibir Sherin menipis, merasakan setitik kebahagiaan ketika mendengar suara pria itu.
"Maaf, tadi hp nya habis baterai. Sekarang acaranya udah selesai, jadi baru bisa nyala lagi"
"Syukurlah, aku kira kamu kenapa-napa. Kamu pulang kapan??"
"Setelah ini kayaknya, soalnya besok pagi ada meeting dadakan di kantor. Nggak bisa di undur juga karena udah mepet waktunya"
"Ya sudah kamu sama Nana pulangnya hati-hati ya. Kalau capek istirahat dulu, jangan di paksakan"
"Iya Zain, kamu juga jangan kerja terus. Istirahat yang cukup"
"Iya Tuan Putri"
Sherin selalu suka saat Zain menggodanya seperti itu.
"Ya sudah, aku tutup dulu. Aku harus packing"
"Iya, samapi ketemu besok sayang"
Tut..
Sherin lebih dulu mendengar nada telepon di matikan lebih dulu dadi lawan bicaranya.
"Ck, kebiasaan" Gumam Sherin.
"Nona??" Sherin beralih pada Nana yang entah sejak kapan berdiri di sampingnya.
"Astaghfirullah Nana!! Ngagetin aja!!" Sherin mengusap dadanya.
"Maaf Nona, sebenarnya dari tadi saya mau tanya. Tapi nggak berani karena Nona terus diam kaya patung sejak pulang sama Pak Abi"
"Memangnya kamu mau tanya apa??" Wajah Sherin sedikit berbinar setelah mendapat telepon dari calon tunangannya.
"Emm, tadi kenapa Nona harus pergi?? Kenapa nggak di lawan aja?? Kan Nona nggak salah"
Sherin kembali terdiam. Tadi dia berlari begitu saja karena teringat saat Abi menyalahkannya hanya karena percaya dengan apa yang Ana katakan.
Sherin bisa merasakan kepedihan yang sama di dalam hatinya, hingga dia terus berlari tak tentu arah. Tak peduli pada kedua sepatunya yang terlepas begitu saja saat dia hampir terjatuh. Dia hanya bisa terus berlari untuk membuang rasa sakit yang ternyata masih ada itu.
"Nana, ternyata aku salah. Selama ini, aku kira aku sudah benar-benar lupa dengan rasa sakit yang mereka berikan. Tapi pada kenyataannya, aku justru terbelenggu dalam perasaan itu"
"Tadi, Ana mengulang kejadian yang sama seperti lima tahun yang lalu. Aku juga melihat Abi ada di sana, menatapku dengan dalam seakan sudah siap untuk menyalahkan ku"
"Bukannya aku takut menghadapi mereka. Tapi aku takut menghadapi hatiku sendiri yang pada nyatanya masih menyisakan rasa sakit itu"
Sherin buru-buru mengusap air matanya. Sudah cukup tadi dia menangis sendirian.
"Tapi kalau yang saya lihat, Pak Abi tidak termakan sama rencana Ana itu Nona. Pak Abi justru terlihat sangat mengkhawatirkan Nona. Pak Abi bahkan jelas-jelas mengabaikan Ana sejak kepergian Nona"
Sherin tak terkejut karena memang tadi Abi sudah menceritakan semuanya.
"Hemm, tadi Abi memang sudah bilang kalau dia melihat semuanya. Dia melihat saat Ana menjatuhkan dirinya sendiri"
"Wowww, m*mpus kan si ular betina itu"
Nana percaya kalau keburukan Ana pasti akan terbuka secara perlahan.
"Sudahlah biarkan saja, sebaiknya kita packing sekarang. Kita harus segera pulang ke Jakarta" Sherin tak ingin memikirkan tentang mereka lagi. Mungkin besok dia hanya akan mengucapkan terimakasih pada Abi karena sudah menolongnya.
"Tapi hujannya masih deras Nona, apa tidak bahaya. Saya juga belum terlalu hafal medannya"
"Benar juga, tapi besok ada meeting. Terus gimana dong??"
Tok.. Tok...
Nana segera membuka pintu kamar Sherin yang di ketuk dari luar.
"Pak Abi??"
Nana segera menoleh ke belakang. Menatap Sherin karena kedatangan tamu yang mungkin saja tidak di harapkan oleh Sherin.
"Maaf Bu Sherin, saya cuma mau bilang kalau lebih baik kita pulang ke Jakarta sama-sama saja. Jalanan gelap dan licin, hujan juga belum reda. Kasihan Nana kalau harus mengendarai mobil sendiri" Abi yang masih berdiri di depan pintu kamar Sherin bertatapan langsung dengan pemilik kamar.
Sherin tampak berpikir, itu juga yang tadi sempat ia dan Nana pikirkan. Dia juga merasa kasihan pada Nana kalau harus mengendarai mobil dari puncak ke Jakarta malam-malam begini. Dia juga tidak berani kalau haru menyetir mobil sendiri. Tapi Sherin juga berat untuk menerima tawaran Abi.
"Gimana Nona?? Besok pagi kita ada meeting"
"Ya sudah, tapi kita siap-siap dulu" Dengan berat hati Sherin menerima tawaran Abi.
"Baiklah, kalau begitu saya tunggu di luar. Tidak usah buru-buru. Permisi Bu Sherin"
Abi berbalik sambil mengulas senyumnya. Waktu perjalanan dari puncak ke Jakarta membutuhkan beberapa waktu yang cukup lama. Tentu saja itu membuat hati Abi senang karena bisa berada di dekat Sherin untuk beberapa saat.
"Maaf Nona, gara-gara saya yang nggak berani, malah Nona harus menerima tawaran Pak Abi"
"Sudah tidak papa. Sekarang lebih baik kita siap-siap"
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam saat Sherin keluar dari kamarnya bersama Nana. Abi dan Anjas juga sudah menunggu di lobby resort.
"Sudah siap??" Tanya Abi yang menghampiri Sherin.
"Kamu sama aku aja ya?? Biar Anjas sama Nana pakai mobil kamu"
"Biar saya saja yang sama Anjas" Tolak Sherin dengan cepat.
"Apa maksud dia sebenarnya?? Mentang-mentang tadi udah nolongin jadi ngelunjak" Batin Sherin.
Tapi Anjas buru-buru mendekati Sherin dan berbisik di telinga wanita cantik itu.
"Sorry Rin, tapi gue mau pedekate sama sekretaris lo. Jadi please bantu gue" Itu hanya alasan Anjas semata karena sebelumnya Abi telah menyusun rencana supaya dia bisa satu mobil dengan Sherin.
Sherin pun menatap Anjas dengan kesal. Kenapa tidak melakukan pendekatan pada sekretarisnya di lain waktu saja.
"Ya udah terserah!!" Ketus Sherin kemudian berjalan keluar lebih duli.
"Yes!!" Abi tersenyum penuh kemenangan. Dia begitu bahagia saat ini. Bahkan dia tidak memikirkan bagaimana Ana pulang ke Jakarta malam ini. Nama wanita itu seolah hilang begitu saja.
"Thanks bro!!"
"Gue tunggu bonus gue besok pagi" Kalau bukan karena iming-iming bonus yang besar, mana mau Anjas satu mobil dengan Nana di cowok jadi-jadian menurutnya.
"Beres"
"Ck, dasar tukang modus!!! Bisa-bisanya sekarang sok baik padahal dulu bilangnya ngga suka" Cibir Nana kemudian pergi menyusul Sherin.
bukan mcm kmu bermuka dua🤭🤭