Terpaksa Menikahi Kakak Ipar
Di sebuah lantai rumah sakit yang sudah mulai sepi karena memang hari sudah malam. Deru napas seorang wanita beriringan dengan langkah kakinya yang berlari dengan cepat. Berlari melewati pintu demi pintu untuk mencari ruangan yang menjadi tujuannya.
Tadinya semua terasa indah. Bahkan pagi tadi ia masih sempat bercanda dengan anak dan sang suami. Namun siapa yang menyangka ketika malam tiba ia harus datang ke tempat seperti ini? Bukan untuk berobat melainkan bertemu dengan sang suami yang dikabarkan mengalami kecelakaan mobil saat diperjalanan pulang dari kantor.
Ellina menahan tangisnya. Pikirannya sudah melanglang buana. Berbagai bayangan sang suami yang terkapar di ranjang rumah sakit mulai berseliweran di kepalanya.
Tidak! Tidak! Dia tidak boleh berpikiran yang macam-macam! Suaminya pasti tidak apa-apa. Mungkin hanya luka kecil saja dan malam itu juga sang suami akan diperbolehkan untuk pulang.
BRAKK!
Ellina langsung saja membuka sebuah pintu ruangan yang memang dicarinya. Membuka satu per satu tirai di dalam sana untuk mencari sosok sang suami. Hingga pada tirai yang terakhir, dia berhasil menemukannya.
"Sayang," lirihnya. Ellina tak mampu berkata-kata karena melihat sang suami dengan banyak lebam di tubuhnya. Kedua mata pria itu tertutup rapat. Seolah tertidur seperti biasanya.
"David, bangun!" Ellina seolah tidak puas hanya dengan melihatnya. Dia ingin memastikan bahwa David baik-baik saja dengan berbicara langsung dengannya.
"Aa!" Ellina memekik ketika ada sebuah tangan yang menarik pergelangan tangannya.
"Carlson?"
Carlson tidak mengucapkan sepatah katapun. Ia langsung menarik lengan Ellina untuk keluar dari ruangan itu.
"Lepas! Kau ingin membawaku kemana?" tanya Ellina seraya mencoba melepaskan cengkraman Carlson di tangannya.
"Kau menganggunya beristirahat. Dia butuh beristirahat!" seru Carlson ketika sudah berada di depan ruangan itu. Kemudian ia sadar bahwa telah menyakiti Ellina. Melepaskan tangan wanita itu dan kemudian meminta maaf.
"Ada apa? Kenapa bisa sampai seperti ini? Bukankah David pulang bersamamu? Kenapa bisa ia sampai menyetir? Kakinya, kan, sedang sakit. Seharusnya-"
"Cukup! Kau tenang dulu! Biar kujelaskan!" seru Carlson memotong berbagai kalimat tanya yang diucapkan Ellina.
"Hari ini memang kami tidak pulang bersama. Aku dan istriku memiliki rencana yang lain. Aku pun sudah meminta seorang supir untuk mengantar David, tapi mungkin David menjadi tidak sabar dan ingin cepat-cepat pulang. Makanya dia yang belum sembuh langsung mengendarai mobilnya."
Ya Tuhan! Ellina tidak habis pikir apa yang ada di kepala David saat itu. Suaminya itu habis patah tulang setelah cedera bermain sepak bola bersama teman-temannya. Kakinya belum sembuh dan masih butuh beberapa minggu lagi untuk ia bisa kembali menyetir.
"Menurut saksi, mobil yang dikendarai David melaju dengan kecepatan tinggi. Di saat bersamaan, ketika ia hendak melewati lampu merah, mendadak lampu yang tadinya hijau berubah merah. David tidak bisa mengendalikannya. Kaki David yang cedera sepertinya susah untuk menginjak rem. Kemudian terjadilah kecelakaan itu."
Wajah Carlson berubah sedih ketika kalimat terakhir ia ucapkan. Rasanya dia sangat marah pada sang adik yang tidak berpikir panjang. Pria itu selalu saja tidak sabaran dan ingin semuanya selesai lebih cepat. Namun, lihat! Semuanya malah menjadi seperti ini dan dia jadi harus masuk ke rumah sakit.
Pintu ruangan itu terbuka. Membuat kedua orang yang tengah berbicara, menolehkan kepala ke asal suara. Nampak seorang pria dengan jas putih dan sebuah stetoskop yang menggantung di lehernya tengah melihat mereka berdua.
"Tuan David Lee kehilangan kesadarannya. Kita harus segera melakukan operasi untuk bisa menolongnya."
Seperti sebuah ledakan yang memekakan telinga. Ellina mendadak kehilangan pendengarannya. Dipikirnya David sudah tidak apa-apa lagi. Namun ternyata kecelakaan yang dialami sang suami bisa sampai membuatnya harus masuk meja operasi.
Ellina langsung berlari masuk ke dalam ruangan dimana David terbaring. Tak peduli dengan suara Carlson yang memanggilnya berulang kali. Dia hanya ingin bertemu David, sang suami.
"David," panggilnya lirih.
"Kamu harus selamat. Kamu harus kembali bersamaku dan Kevin. Anak kita membutuhkanmu. Dia menanyai keberadaanmu yang belum sampai ke rumah. Aku mohon, tolong selamatlah!"
"Maaf, Nyonya, Tuan David harus secepatnya kita pindahkan ke ruang operasi," ujar seorang petugas yang menghampiri Ellina.
Dan di sinilah Ellina. Menyaksikan suaminya yang tengah dibedah dari balik kaca transparan yang memisahkan dirinya dengan raga sang suami yang terbaring lemah.
Berulang kali ia mengatakan pada diri bahwa ia harus kuat melihat berbagai macam pisau, gunting atau benda apa pun itu yang entah bernama apa, menyentuh bagian kepala David yang bermandi darah.
Dadanya sudah sesak namun ia harus kuat. Demi suami yang dia cinta. Ellina yakin, jika ia kuat di hadapan David, maka suaminya itu juga akan berjuang untuk melewati masa kritisnya.
Menarik napas panjang kemudian mengembuskannya perlahan. Entar sudah tetesan ke berapa dari air mata yang mengalir membasahi wajahnya.
Sebuah tangan menyentuh pundaknya. Mengusapnya seolah memberikan kekuatan serta keyakinan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Terlihat Carlson yang tersenyum sendu padanya. Pria itu juga sama terkejutnya. Ketika ia sedang makan malam bersama dengan sang istri, tiba-tiba saja ada seseorang yang mengabarinya bahwa David mengalami kecelakaan. Membuat rencana makan malam mereka berantakan.
Untung saja Amanda mengerti kondisi tersebut. Dengan sigap ia pulang ke rumah untuk menjaga Kevin, anak dari adik iparnya sedangkan Carlson mengurus segala sesuatunya di rumah sakit.
Saat lampu ruangan operasi masih menyala, kedua orang tua mereka tiba. Keduanya langsung menanyai Carlson tentang kejadian yang sebenarnya.
Robert dan Elisabeth tentu saja terkejut. Sikap gegabah yang dimiliki putranya ternyata bisa berefek fatal untuknya. Elisabeth langsung menangis dengan tersedu di pelukan sang putra.
"Sayang, kamu harus selamat," gumam Ellina sembari terus memerhatikan sang suami.
Tiba-tiba terjadi kehebohan di dalam ruang operasi. Dan hal itu terlihat jelas oleh kedua pasang mata Ellina. Dia melihat seseorang yang menempelkan alat kejut jantung pada dada sang suami. Sembari terus memerhatikan garis datar yang berada di layar monitor di sebelahnya. Beberapa orang lainnya sibuk dengan tugas masing-masing.
Dada Ellina langsung bergemuruh hebat bagai sedang ada badai besar yang menghampiri. Dia takut. Takut sesuatu yang sejak tadi ada dalam benaknya benar-benar terjadi. Apa yang harus dilakukannya jika hal itu sampai terjadi?
Setelah dilakukan proses kejut jantung, layar yang berada di samping itu tetap menunjukkan garis datar yang lurus. Ellina sebenarnya tidak tahu menahu tentang peralatan rumah sakit. Namun dia tidak cukup bodoh untuk mengetahui bahwa hal yang ditakutkannya benar-benar terjadi.
"Tidak! Kamu harus selamat, David! Kamu tidak boleh meninggalkanku!" Ellina menjerit ketika melihat itu.
Seketika Robert, Elisabeth serta Carlson langsung melihat ke arah kaca transparan yang menghadap langsung ke ruangan operasi. Carlson yang mengerti langsung memeluk sang ibu. Sedangkan Robert sudah tak mampu berkata-kata.
Mereka tahu bahwa hal buruk telah terjadi. David sudah pergi dan tidak akan pernah kembali.
***
Bersambung~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments