NovelToon NovelToon
Mawar Merah Berduri

Mawar Merah Berduri

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Aini

Mawar merah sangat indah, kelopak merah itu membuatnya tampak mempesona. Tapi, tanpa disadari mawar merah memiliki duri yang tajam. Duri itulah yang akan membuat si mawar merah menyakiti orang orang yang mencintainya.

Apakah mawar merah berduri yang bersalah? Ataukah justru orang orang yang terobsesi padanyalah yang membuatnya menjadi marah hingga menancapkan durinya melukai mereka??!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26 Jaket

Adit yang tadinya mau masuk ke mobil tidak jadi saat mendengar notif di hp Inne. Dia pun langsung mengambil alih hp dari tangan Inne.

"Adit!" Inne kaget.

Adit membaca pesan itu, ditatapnya wajah Inne dengan penuh tanda tanya dan wajah marahnya.

"Jaket apa? Kamu masih berhubungan sama dia?! Kamu pembohong In." Adit hendak masuk kemobilnya.

"Dit dengarin aku dulu!" Tahan Inne.

Adit tidak peduli dia marah saat ini. Inne tidak tinggal diam, dia pun ikut masuk kemobil Adit.

"Dit dengarin aku dulu." Memegang tangan Adit yang hendak menghidupkan mobilnya.

"Kamu tahu In, aku gak suka sama itu bocah."

"Iya aku tahu makanya kamu tenang dulu. Dengarin aku ngomong dulu."

"Ya udah jelasin cepat!" ucapnya kesal.

"Itu Dit, jadi kamu masih ingatkan waktu kamu jemput aku di cafe terus aku pakai jaket. Hari itu Brian yang membuat bajuku kotor ketumpahan kopinya." Inne menjelaskan.

"Kok kamu baru cerita sekarang?! Kenapa gak kamu balikin jaketnya lebih awal."

"Ya aku lupa, Dit."

"Kamu jangan coba coba bohongi aku ya, In."

"Gak, Dit. Aku benar benar lupa."

"Kamu gak lagi bohongin aku kan?"

"Gak Dit, makanya jangan langsung marah marah dong. Dengarin aku ngomong dulu.

"Eh In kamu juga pasti akan marah kalau ada cewek yang tiba tiba ngirim pesan sama aku pake hati gitu."

"Dit jangan marah lagi dong."

"Iya. Kalau gitu, ambil jaketnya biar aku yang kasih ke bocah itu."

"Tapi nanti kalian berantem lagi, Dit."

"Gak tau. Kamu kan tau aku emosian In."

"Ya tapi kamu lebih dewasa dari Brian, kamu harus mencoba untuk lebih santai Dit."

"Iya aku coba.

"Nah gitu dong. Kembalikan jaketnya terus pergi."

"Hmm. Aku cuma akan memberikan jaket itu kok."

"Ya udah tunggu bentar aku ambil jaketnya."

Inne kembali ke rumah mengambil jaket Brian dan memberikannya pada Adit. Setelah itu Adit pun pulang. Inne membalas pesan Brian dia mengatakan akan mengembalikan jaket itu besok sepulang dari kampus.

Sementara itu, sore harinya Leni mengajak Gio jalan jalan sekalian makan malam sebagai ucapan selamat karena sebentar lagi Gio lulus.

"Mau naik komedi putar gak?" Tanya Leni pada Gio.

"Boleh."

Mereka pun naik komedi putar. Lalu berlanjut ke permainan lainnya yang lebih menantang dan seru. Gio banyak tertawa hari ini, beda dari biasanya yang diam saja, senyum pun susah. Leni bahagia melihat Gio sesenang ini.

"Seru ya kak." ujar Gio saat kini mereka duduk santai kenikmati es krim.

"Seru dong. Makin seru karena ada kamu."

"Ya gak lah kak. Justru karena ada kak Leni makanya jadi seru."

Pujian itu membuat Leni merona. Dia tidak menyangka akan dipuji begitu oleh Gio.

Meninggalkan dua sejoli yang tengah berkencang itu, di cafe justru sudah sepi dan Bimo memutuskan menutup lebih awal malam ini.

"Leni kemana?" tanya Bimo pada Wendi yang sedang membersihkan mesin pembuat kopi.

"Ee, katanya mengerjakan tugas kelompok." Wendi berbohong karena itu permintaan Leni.

"Kamu tidak ikut kerja kelompok?"

"Ya gak. Kan aku sama Leni beda kelas."

"Tapi kamu pasti tau kan tugas apa yang dikerjakan Leni?"

Bimo bertanya, tapi jaraknya dengan Wendi sangat dekat. Tentu itu membuat Wendi jadi kurang nyaman.

"Tu-tugas... penelitian." Jawabnya asal.

"Penelitian tentang apa?" Wajah Bimo semakin dekat pada wajah Wendi.

"Hmm, penelitian..."

"Kencan sama Gio kan?!" Sambung Bimo yang membuat Wendi terdiam.

"Aku tau. Tapi kamu teman yang baik ternyata. Kamu melindungi Leni."

"Ya itu karena dia yang mintak untuk tidak memberitahu abang soal itu." gumamnya sambil kembali melanjutkan tugasnya membersihkan mesin pembuat kopi.

"Baru kali ini aku melihat Leni seserius itu mengejar cowok."

"Wajar sih. Gio tampan." Sahut Wendi menatap kearah Bimo sementara tangannya malah menyentuh mesin yang ternyata panas.

"Ouhsss..." teriaknya kaget.

"Kenapa?" Bimo langsung menghampirinya, memeriksa telapak tangan Wendi tang terkena panas tadi.

"Sini kita obati."

"Gak usah kak. Cuma merah dikit aja, nanti juga sembuh."

"Udah jangan keras kepala. Ikut aku." menarik Wendi untuk ikut dengannya.

Mereka duduk di sofa, Bimo pun mengoleskan obat luka bakar ke telapak tangan Wendi yang tampak merah.

"Lain kali hati hati. Jangan sampai melukai diri sendiri."

"Siapa juga yang mau melukai diri sendiri. Tadi gak sengaja tersentuh mesinnya."

"Ada aja ya jabannya. Gak mau ngalah. Keras kepala." Oceh Bimo.

Saat Wendi hendak menjawab, Leni pun pulang.

"Aku pulang!" Serunya masuk dengan wajah bahagia.

Bimo sendiri langsung kembali ke dapur cafe, membiarkan Leni mengobrol dengan Wendi.

"Gimana kencannya sukses?"

"Iya dong kak. Gio bahagia banget tadi."

"Kamu juga bahagia kan?"

"Tentu saja." Leni tersenyum bahagia.

"Ya udah aku pulang ya." Pamit Wendi.

"Nginap sini aja kak. Udah malam juga."

"Emang boleh sama dia..." Wendi menatap kearah Bimo.

"Bang, kak Wendi nginap sini ya!"

"Iya." Sahut Bimo tanpa menoleh.

"Nah boleh kan. Ayok kita ketas."

Mereka pun menuju lantai atas dimana kamar Leni berada. Saat tiba di kamar, Leni bercerita tentang keseruannya jalan sama Gio.

"Tadi sih Gio sempat mau pegang tangan aku saat nyebrang jalan."

"Terus kalian pegangan tangan?"

"Gak jadi."

"Kenapa?" tanya Wendi penasaran.

"Sopirnya tiba tiba nelpon, suruh dia pulang." jawab Wendi kesal.

"Ya berarti belum rezeki. Kan masih ada kesempatan lain kali."

"Iya juga sih."

Leni pun akhirnya merebahkan punggungnya di kasur empuknya diikuti oleh Wendi. Mereka pun akhirnya tertidur lelap.

Tidak. Hanya Leni yang tidur. Wendi tidak bisa tidur karena dia kelaparan.

Dia pun memutuskan turun menuju dapur cafe. Mengambil sebungkus mie instan di sana dan berniat memasaknya. Tapi, Wendi malah bingung bagaimana cara memasak mie yang enak. Sebab selama ini dia tidak pernah masak. Makan selalu beli, kalaupun ada yang masak, ya itu pasti Leni.

"Ehem!"

Bimo yang tadi melihat Wendi keluar dari kamar pun mengikutinya dan melihat Wendi berada di dapur.

"Bang Bimo!"

"Kamu mau ngapain?"

"Masak mie. Lapar."

Bimo mendekat, "Memangnya kamu bisa masak?"

"Ya bisalah. Masak mie doang." jawabnya gengsi.

Bimo tersenyum gemas mendengar jawaban Wendi, dia tahu gadis itu tidak bisa masak. Leni yang memberi tahunya.

"Sudah biar aku yang masak."

"Aku bisa kok."

"Iya tau. Tapi aku gak mau kamu berantakin dapurku hanya untuk masak mie."

Wendi pun mengalah dan membiarkan Bimo memasak untuknya. Begitu mie itu masak langsung dihidangkan untuk Wendi.

"Terimakasih, bang."

"Hmm, ternyata bisa berterimakasih juga."

"Bisalah."

Wendi menyantap mie nya. Bimo sendiri masih memperhatikannya.

"Kenapa masih disini? Tidur aja kali bang. Aku bisa kok nyuci mangkuk sama sendoknya sendiri."

"Ini rumahku. Jadi terserah aku dong mau disini atau mau tidur."

Mendengar itu membuat Wendi mendengus kesal, lalu dia melanjutkan makannya.

"Menggemaskan." Gumam Bimo dalam hatinya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!