NovelToon NovelToon
THE KNIGHT

THE KNIGHT

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Reinkarnasi / Perperangan
Popularitas:15.7k
Nilai: 5
Nama Author: Mirabella Randy

Menyaksikan genosida jutaan manusia tak berdosa langsung di depan mata, membuat Arya terluka dan mendendam parah kepada orang-orang Negeri Lembah Merah.

Entah bagaimana, Arya selamat dari pengepungan maut senja itu. Sosok misterius muncul dan membawanya pergi dalam sekejap mata. Ia adalah Agen Pelindung Negeri Laut Pasir dan seorang dokter, bernama Kama, yang memiliki kemampuan berteleportasi.

Arya bertemu Presiden Negeri Laut Pasir, Dirah Mahalini, yang memintanya untuk menjadi salah satu Agen Pelindung negerinya, dengan misi melindungi gadis berusia tujuh belas tahun yang bernama Puri Agung. Dirah yang bisa melihat masa depan, mengatakan bahwa Puri adalah pasangan sejati Arya, dan ia memiliki kekuatan melihat masa lalu. Puri mampu menggenggam kebenaran. Ia akan menjadi target utama Negeri Lembah Merah yang ingin menguasai dunia.

Diramalkan sebagai Ksatria Penyelamat Bima dan memiliki kemampuan membaca pikiran, mampukah Arya memenuhi takdirnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mirabella Randy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SIHIR DAN MAGIS

BUGH!

Satu pukulan kembali menghantam keras wajah Baskara yang sudah babak belur. Darah mengucur deras dari hidung, bibir, dan luka di pipinya. Ia terikat erat di sebuah pilar bambu di depanku, hanya bisa terdiam dan terkulai tak berdaya saat dihajar habis-habisan seperti itu.

"Kamu tahu kamu pantas mendapatkan ini, kan?" seorang pemuda bertubuh tak kalah besar dari Baskara berjongkok dan mencengkeram kasar pipi Baskara yang bengkak dan terluka. Pemuda itu agak mirip Baskara, hanya saja rambutnya tergerai lurus panjang dan berwarna merah, tak ada bekas luka di wajahnya, sepasang matanya lebih kecil dan berujung lentik.

Ia adalah Baswara Raja, putra tetua klan penghuni pantai yang terbunuh dua minggu lalu, Sadewa Raja. Ia sepupu kandung Baskara.

"Klanmu sudah membunuh ayahku!"

Ia menggampar Baskara lagi, yang kini terbatuk dan terpaksa meludah darah.

Aku bisa merasakan nyeri hebat di wajah dan kepala Baskara saat meresapi hantu pikirannya, membuatku meringis.

"Aku tak bisa membunuhmu sekarang," Baswara bangkit dan mondar-mandir sejenak. "Bukan itu caranya menuntut keadilan. Ayahmu yang keparat itu harus ke sini. Dia harus mati di tanganku."

Baskara berusaha keras menengadah dan menjernihkan pikirannya di antara luka dan perih yang merajamnya.

"Tak akan kubiarkan!" desis Baskara, matanya garang dan ekspresinya penuh tekad.

Baswara tertawa menghina.

"Coba saja menghalangiku. Selanjutnya kamu yang mati. Atau..."

Baswara menoleh ke arahku, yang terikat erat di pilar bambu persis di seberang Baskara.

"Kamu mati belakangan saja. Setelah menyaksikan apa yang bisa kulakukan dengan gadis ini."

Baswara berjongkok di depanku dan menyentuh wajahku. Seringainya keji. Aku memandangnya dingin.

Baskara meronta.

"Jangan sentuh dia!" bentaknya.

"Kenapa? Dia bukan milikmu," Baswara tertawa dingin. "Gadis ini selalu menolakmu. Aku tidak tahu kenapa dan tidak mau tahu juga. Tapi aku bisa melihat kenapa kamu tertarik padanya... kalau saja tak ada bekas luka separah ini, dia sebetulnya sangat cantik. Tubuhnya juga menarik. Dia bisa membuat pria bergairah dengan lekuk seperti ini..."

Baswara menyentuh tubuhku di bagian sensitif. Aku mengejang dan membelalak berang.

"Jangan lancang, Baswara! Kuingatkan kau!" teriak Baskara.

"Kita akan bersenang-senang nanti," Baswara tersenyum lebar sambil membelai pipiku. "Dan Baskara akan menyaksikan semua itu. Bersiaplah!"

Ia tertawa seperti iblis dan meninggalkan kami terikat berdua dalam penjara bambu beralas jerami yang terletak di pekarangan belakang rumah tetua klan penghuni pantai Desa Madura.

Aku menarik napas dalam dan berkali-kali untuk meredakan emosi. Ini sudah resiko misi. Aku harus bisa tahan.

"Maafkan aku, Arimbi..."

Baskara memandangku dengan mata berkaca-kaca. Hantu pikirannya dipenuhi kesedihan dan penyesalan.

"Kamu jadi mengalami ini gara-gara aku... aku harusnya bisa melindungimu... maafkan aku..."

Aku hampir memutar bola mata.

Justru aku yang harusnya minta maaf. Kau jadi begini gara-gara skenarioku. Tapi ya mau bagaimana lagi...

Aku menghela napas panjang dan memejamkan mata. Tentu bukan tanpa tujuan.

Kulepas kekuatanku, bagai gelombang laut biru menyapu pasir putih di tepi pulau kecil yang menghampar tak jauh dari Pantai Gemuling. Nama pulau ini Pulau Lumbung. Di pulau inilah, klan penghuni pantai tinggal dan membangun kehidupan, terutama sejak berkonflik dengan klan penghuni lembah lima puluh tahun lalu.

Aku sempat mempelajari sejarah Desa Madura saat masih ditahan di Istana. Desa ini merupakan desa nelayan yang memiliki adat dan tradisi sangat kuat. Mereka memiliki ketangguhan hati dalam menjaga prinsip yang mereka yakini benar. Saat tempat lain di Negeri Laut Pasir dan belahan Bima lainnya menjejak kemodernan hidup, Desa Madura barangkali menjadi satu-satunya tempat yang masih menjalani hidup dengan cara tradisional karena mereka percaya jika mereka meninggalkan aturan hidup yang tertuang dalam serat kuno leluhur, mereka akan mendapat kutukan dan kiamat akan menimpa seluruh Bima.

Cara hidup yang terus mereka anut adalah menjadi Penjaga Laut. Mereka menolak menjauh dari pesisir dan pulau kecil tempat mereka dilahirkan. Mereka bertahan hidup dengan mengambil sedikit hasil laut dengan cara yang paling tidak menyakiti laut. Perairan mereka menjadi satu-satunya perairan di Negeri Laut Pasir bahkan seluruh Bima yang tidak boleh dilewati kapal jenis apapun. Jika ada yang berani melanggar, bisa dipastikan kapal itu akan hancur... dengan kekuatan teluh.

Barangkali tidak masuk akal sama sekali. Tapi anehnya, kekuatan seperti sihir itu benar-benar ada di sini. Barangkali penduduk Desa Madura adalah satu-satunya yang masih percaya dan melakoni adat sihir seperti itu. Mereka sering melakukan puja dan ritual, melakukan persembahan, bahkan pengorbanan darah. Semua dilakukan sesuai petunjuk dalam serat-serat kuno peninggalan leluhur ribuan tahun lalu. Dan, aneh tapi nyata, semua ritual yang mereka lakukan itu memberikan hasil sesuai harapan.

Bukan sekali dua kali, beberapa kelompok luar Desa Madura mencoba mengusik penduduk dan lingkungan Desa Madura. Mereka yang nekat, entah bagaimana, selalu mendapat tulah. Entah berupa penyakit aneh. Bencana. Hal-hal yang terkesan alami, namun sungguh membawa petaka dan maut.

Apakah penduduk ini juga memiliki kekuatan magis sepertiku?

"Tidak, Arya, mereka tidak punya kekuatan magis. Apa yang mereka lakukan tidak biasa, namun masih sangat bisa dipahami--mereka menyelaraskan energi kehidupan mereka dengan energi partikel alam, dan memasrahkan energi alam untuk melindungi dan menyeimbangkan kehidupan--yang hampir selalu sejalan dengan intensi mereka, untuk menjaga alam dan kehidupan mereka dari kerusakan."

Begitu penjelasan Tiara saat aku menumpang di sana dan menemaninya membuat sesaji di salah satu rumah bale.

"Jadi, semacam doa yang terkabul dengan cepat?" simpulku sambil mencoba memotong janur dengan pola-pola unik menggunakan pisau kecil. Aku tertarik ikut membuat sesaji karena menurutku ini seperti membuat karya seni kecil yang indah.

Aku selalu suka mengerjakan karya apapun dengan kedua tanganku sejak kecil. Namun karena aku besar di lingkungan militer, karya-karya yang kuhasilkan tentu tak jauh dari dunia pertempuran. Itulah sebabnya aku tak kesulitan merakit robot maupun senjata--yang membutuhkan keterampilan tangan luar biasa namun selaras dengan jiwaku yang terbiasa bertarung.

"Bisa dibilang begitu," sahut Tiara kalem. "Sementara kekuatan magismu itu berbeda. Kamu seperti semesta kecil yang memiliki kekuatanmu sendiri, dan bebas menggunakannya sesuai kehendakmu. Semua itu berasal dari kedalaman jiwamu. Tapi kalau mau, kamu juga bisa menyelaraskannya dengan energi partikel alam. Jika kamu bisa melakukannya, kekuatanmu akan meningkat jauh lebih hebat."

Tiara tahu aku memiliki kekuatan magis--karena kekasihnya, Dokter Kama, juga memilikinya. Dokter Kama pasti sudah menceritakan bagaimana dan kenapa aku dijemput di medan perang, lalu dibawa ke negeri ini. Dokter Kama juga ada di sana saat Dirah mengungkapkan segalanya padaku--kecuali tentang hubungan kami sebagai ibu dan anak.

"Oh ya?" aku memandang Tiara tertarik. "Betul bisa begitu? Bagaimana caranya?"

"Cobalah untuk bermeditasi. Kenali jenis kekuatanmu sendiri. Kenali dan rasakan energi alam di sekitarmu. Rengkuh, seimbangkan, selaraskan. Begitu kamu bisa menyatukannya dan mengalirkannya, kamu akan mendapat energi alam yang tak terbatas, dan itu bisa memperkuat bakat magismu.

"Contohnya Kama. Dia bisa berteleportasi dengan mudah ke mana pun dia mau. Tapi ketika ia bisa menyelaraskan kekuatan dan energinya, ia bisa membawa seseorang ikut berteleportasi bersamanya. Butuh konsentrasi dan energi besar untuk itu, tidak mudah, tapi Kama selalu bisa melakukannya."

Aku tahu kemampuan itu. Dokter Kama telah membawaku berteleportasi bersamanya dua kali--saat menjemputku dari medan perang di Negeri Tanjung Agung, dan ketika membawaku ke Negeri Laut Pasir setelah aku menyetujui permintaan Dirah untuk menjadi Agen Pelindung negeri ini.

Sensasinya sangat aneh saat dibawa berpindah tempat secepat kilat begitu. Kegelapan mendadak melingkupiku. Sejenak semua inderaku mati. Aku tak bisa merasakan apapun dan tak bisa bernapas. Tahu-tahu, aku sudah berada di tempat asing dan terang, mendapatkan kembali kendali tubuh dan pikiranku sepenuhnya.

Rasanya seperti mati sesaat, lalu terlahir kembali.

Aku sangat tertarik dengan penjabaran Tiara saat itu. Mengembangkan kekuatan dengan memanfaatkan energi alam merupakan gagasan baru untukku. Diam-diam aku sudah beberapa kali mencobanya, sebetulnya. Jika aku sebelumnya bisa menjangkau kerajaan pikiran seseorang dalam radius lima kilometer menggunakan energiku sendiri, sekarang aku mencoba memperkuat dan memperluasnya, dengan menggunakan energi alam.

Saat aku bermeditasi, aku bisa merasakan kekuatanku seperti gelombang listrik dan cahaya yang memancar kuat dari benakku. Gelombang inilah yang bisa menjangkau dan merengkuh gelombang-gelombang pikiran orang lain--hantu-hantu itu. Sifatnya juga unik--meski aku tidak menjangkaunya, gelombang pikiran orang lain seperti tertarik untuk menyatu dengan gelombangku. Seakan aku ini magnet. Seakan kerajaan benakku adalah gravitasi planet baru yang mengundang siapa saja untuk mampir dan bernaung di dalamnya.

Tetapi, gelombangku tidak bisa menarik energi partikel alam. Sifatnya sangat berbeda. Di dalam visualisasiku, energi alam seperti galaksi mikroskopis yang mengandung jutaan bintang di dalamnya. Elemen-elemen kehidupan. Dan itu cocok dengan penjabaran yang ada di jurnal penelitian Tiara yang sempat dipinjamkannya padaku--ia telah meneliti dan berhasil menjabarkan banyak hal seputar energi dan partikel kehidupan, yang semuanya ditemukan menggunakan seperangkat alat canggih buatannya sendiri.

Cantik. Jenius. Baik hati. Religius. Penyayang. Tak heran Dokter Kama sangat mencintainya dan memuja seorang Tiara Raya bagai dewi.

Kembali lagi saat aku mencoba mengenali dan menyelaraskan gelombangku dengan energi alam--susah-susah gampang. Awalnya terasa seperti mencoba berjalan di lumpur. Asing dan berat. Ada kekuatan dan gravitasi yang berbeda di setiap partikel energi alam itu--sementara gelombang kekuatanku juga memiliki daya dan gaya tariknya sendiri, yang sangat kuat.

Karena tidak terasa selaras dan cocok, aku mundur sejenak. Merenung dan menimbang ulang. Kemudian aku mencoba pendekatan lain--menggunakan teknik seperti ilmu meringankan tubuh, yang kali ini kuterapkan dalam pelepasan dan pengendalian gelombang magisku.

Kuncinya ada pada fokus dan napas.

Napas adalah pembentuk energi. Napas adalah kehidupan. Napas adalah penyerapan dan pelepasan. Napas adalah kendali sepenuhnya.

Dan fokus adalah penyempurna itu semua.

Maka aku bermeditasi. Menarik dan menghembuskan napas dengan teknik dari ilmu meringankan diri. Meletakkan fokus pada napas, yang kemudian mengendalikan energi gelombang magisku dengan kekuatan napas dan fokus itu.

Napas dan fokusku berhasil mengurai partikel energi gelombang magisku, sebagaimana mengurai tenaga dalam dan energi kehidupan dalam ragaku saat aku meringankan tubuh. Partikel energi yang terurai dari gelombang magisku kini memiliki massa dan gravitasi yang sama dengan partikel energi alam. Keduanya bisa menyatu sekarang, selaras, menjalin rantai indah antara satu partikel heterogen dengan partikel heterogen lainnya.

Dengan cara ini, gelombang magisku bisa terlontar makin luas, makin panjang, sebab sudah berhasil membentuk rantai dengan energi alam. Karena menggunakan energi alam yang tak terbatas, aku tidak merasa lelah sama sekali.

Saat ini, aku kembali menggunakan teknik itu untuk mengetahui keadaan terkini di Pulau Lumbung, Pantai Gemuling, dan Desa Madura.

Yang paling awal terjangkau adalah hantu pikiran Baskara yang menderita karena mencemaskanku--langsung kuusir jauh-jauh dari kerajaan benakku.

Aku meraup banyak sekali hantu pikiran klan penghuni pantai di Pulau Lumbung. Bisa kulihat para prajurit klan siaga penuh setelah aku dan Baskara ditangkap dan dipenjara di rumah tetua mereka, tetapi di saat yang sama, mereka sangat bersemangat untuk membalas dendam.

"Karma! Hutang darah akhirnya terbayar lunas!" pemikiran dan seruan itu menggema di mana-mana.

Baswara sibuk menggelar rapat dengan jajaran penting klannya, di pendopo lebar tak jauh dari penjara ini.

"Apapun caranya, kita harus bisa membuat Nakula bertekuk lutut di depan kita," kata Baswara dengan suara dingin dan keji. "Aku sendiri yang akan memenggal kepalanya. Yang lain tidak boleh ikut campur!"

"Kamu tahu tidak akan semudah itu," tukas seorang lelaki paruh baya berbadan besar dengan kulit sangat gelap dan pilinan rambut hitam beruban panjang sepunggung. "Tertangkapnya Baskara dan gadis itu seperti durian runtuh bagi kita. Tapi Nakula tak akan tinggal diam. Klan lembah tak akan tinggal diam. Mereka akan menyerang untuk mendapatkan kembali sepupumu itu, apapun resiko dan caranya--"

"Kamu takut, Karang Wangsa?" ejek perempuan bertubuh tinggi dan berotot, rambut merahnya dipotong pendek cepak dan ia mengenakan anting tengkorak. "Bagus mereka datang. Kita bisa puas membunuh mereka tanpa takut karma--karena kita mengangkat senjata untuk membela diri!"

"Kamu ini tidak paham juga, ya, Dara Mahakam...?" desah seorang gadis bertubuh kecil mungil, rambut merahnya panjang dipilin seperti Karang Wangsa, menatap kesal perempuan berambut cepak itu. "Bukan seperti itu cara kerja dan makna karma...!"

Dara Mahakam, perempuan berambut merah cepak itu, balas membelalak. "Jangan sok kamu, Ajeng Kidang... kamu masih tujuh belas tahun, tahu apa, hah?"

"Diam kalian! Aku tidak menggelar rapat petinggi klan hanya untuk mendengar debat kusir! Kalian harus mendukungku sekarang--apalagi sejak ayah kita, tetua kita, tewas dalam pertempuran dua minggu lalu--kita harus sepakat melakukan yang benar kali ini!" bentak Baswara.

"Ada baiknya kita waspadai saja dulu gerakan Nakula dan klan lembah," kata seorang lelaki berambut hitam lurus sebahu, badan sangat kekar, wajah lembut dan klimis. "Mengantisipasi gerakan mereka adalah hal paling tepat yang bisa kita lakukan saat ini."

"Ya... kamu benar, Elang Raga," gumam Ajeng. "Kalau begitu, aku akan menemui Eyang Kahiyang dan meminta nasihatnya... mungkin Eyang bisa memberitahu apa yang dilihatnya mengenai perkara ini, dan memberitahu kita langkah paling tepat yang bisa diambil... permisi."

Ajeng berjalan mundur sambil berjongkok dan menyatukan kedua telapak tangan di dahi--tata krama tradisional kaum bangsawan Desa Madura. Begitu menginjakkan laki di tanah, ia bangkit dan berlari cepat menuju hutan di sisi utara.

Rapat masih berlanjut.

"Selain itu, melihat situasi terkini, kita lebih baik perketat keamanan di Pantai Gemuling, atau tarik sisa pasukan untuk perketat keamanan di Pulau Lumbung," kata Elang sambil menatap datar Baswara. "Anda pilih mana?"

Baswara membelalak. "Kenapa harus tarik pasukan dari pantai? Pantai itu wilayahku!"

"Untuk saat ini," tukas Karang Wangsa. "Perang pasti pecah kecuali kamu membebaskan sandera. Pantai Gemuling bukan lagi jaminan milik kita jika itu terjadi."

"Kalian kenapa lembek dan penakut begini?" bentak Baswara. "Akan kutunjukkan pada kalian bagaimana harusnya melawan orang-orang terkutuk seperti klan lembah! Perketat keamanan! Kirim sisa pasukan kita ke Pantai Gemuling!"

Elang, Karang, dan petinggi lain yang hadir sangat terkejut.

"Baswara! Kamu yakin...?"

"Aku tetuamu! Patuhi aku sekarang!"

Sementara, di Desa Madura, situasi tak kalah panas. Keriuhan dan amarah menjalar seperti kobaran api di jalanan berbatu desa, dan memusat di Balai Desa. Di sana, Nakula Raja, tetua klan penghuni lembah, ayah Baskara, menyelenggarakan pertemuan darurat untuk membahas rencana musuh alias klan penghuni pantai selànjutnya.

"Tega benar mereka menculik putraku...!" ratap ibu Baskara sambil menggenggam erat keris putih persis milik Baskara. "Perintahkan aku untuk memburu mereka, Nakula! Akan kuhabisi siapa saja yang berani menyentuh putraku!"

"Kita tidak boleh gegabah, Srenggani," kata lelaki tua yang mirip Baskara, namun rambut keritingnya lebih pendek dan nyaris memutih semua. Dialah Nakula Raja, tetua klan penghuni lembah. "Jika kita sembarangan menyerang, Baskara dan Arimbi bisa dibunuh--"

"Aku tak peduli pada gadis itu!" jerit Srenggani murka. "Kudengar Baskara tertangkap gara-gara ulah gadis itu! Kalau aku menemukannya nanti, aku yang akan menghajarnya dengan kedua tanganku sendiri!"

"Kamu tidak boleh seperti itu, Srenggani. Arimbi adalah bagian dari klan lembah. Ia seharusnya dilindungi, bukan disakiti. Perbuatannya malam ini mungkin keliru dan menyebabkan petaka--tapi aku sendiri rasanya bisa mengerti. Kudengar dia minum banyak tuak sebelum lari ke laut. Sepertinya ia ingin bunuh diri setelah kematian Umbu Rangu malam ini."

"Apa?" orang-orang tersentak. "Umbu tewas?"

"Ya."

"Mengapa? Apa dia dibunuh?"

"Ya, ada yang membunuhnya. Kasus ini sedang ditangani Agen Pelindung Negara sekarang."

"Itu pasti ulah klan lembah!" teriak seseorang. "Tak ada satu pun di antara kita akan melakukan hal sekeji itu pada Umbu--dia pahlawan kita! Itu jebakan! Mereka sengaja membunuh Umbu untuk memancing perang dengan kita, karena mereka sangat menginginkan nyawamu, tetua!"

"Ya, mereka sangat ingin menghancurkan kita!"

"Tidak bisa diterima!"

"Serang!"

"Bakar!"

"Bunuh!"

Di rumah Umbu yang sudah disterilkan dan dipasang garis kuning, beberapa Agen Pelindung bersiaga sambil terus memantau situasi melalui arloji dan tablet. Prabu dan Ratna sendiri sedang duduk di meja makan sambil mengawasi semua hasil rekaman robot-robot nyamuk yang tersebar di Balai Desa, Pantai Gemuling, hingga Pendopo rumah tetua klan penghuni pantai. Mereka juga mengawasiku yang kini terikat di penjara dan memejamkan mata untuk menyaksikan segala yang terjadi melalui hantu-hantu pikiran semua orang. Robot-robot itu sengaja dimatikan fitur penyerangnya untuk sementara dan hanya dipakai memata-matai, agar tidak menimbulkan kecurigaan.

"Sepertinya," Ratna meletakkan tabletnya, lalu mengutak-atik arlojinya untuk mengabarkan situasi terkini pada Randu. "Perang dua klan akan segera pecah malam ini."

Aku menarik napas dalam-dalam dan menarik kembali kekuatanku untuk menjernihkan pikiran sejenak. Riuhnya suara dan pikiran seluruh penduduk Desa Madura, baik di wilayah lembah, pantai, maupun pulau, belum lagi para Agen Pelindung di rumah Umbu, sangat memekakkan isi kepalaku. Membuatku pusing.

Di saat itulah, gelombang benak atau hantu pikiran seseorang tiba-tiba tertarik dan merasuk ke dalam pusat kerajaan benakku. Hantu pikiran itu milik seorang wanita tua yang rambut putihnya disanggul tinggi dan dihiasi mahkota aneh berbentuk ular kobra emas. Ia duduk bersila di atas lantai batu sebuah gua yang diterangi lilin dan sebuah api unggun putih. Ada arca batu di salah satu ceruk gua, dan banyak sesaji bertebaran di segala penjuru gua, termasuk di sekitar si wanita, yang sengaja ditata melingkar sempurna.

Ajeng duduk bersimpuh di depan wanita itu. Wanita itu melempar sesuatu ke dalam api unggun di antara mereka, mengamati percikan apinya. Lalu dengan tenang ia berkata, "Bawa Arimbi kemari."

"Baik, Eyang Kahiyang."

Saat Ajeng beranjak pergi, kekuatanku masih menggenggam hantu pikiran wanita tua yang dipanggil Eyang Kahiyang. Aku tak tahu siapa dia. Tapi jujur aku penasaran.

Siapa dia? Apa yang dilakukannya tadi? Kenapa dia mau bertemu denganku?

Hantu pikirannya sesaat sangat tenang, seperti kedalaman samudera. Ia bermeditasi.

Lalu entah bagaimana, tiba-tiba sosoknya muncul dengan sangat jelas di depanku. Ia tersenyum.

"Aku tahu siapa kau. Jujur aku ingin tahu juga tentangmu. Mari kita buktikan, lebih hebat mana, kekuatan sihirku atau kekuatan magismu, Arya Balawa?"

Aku sangat terguncang.

...***...

1
Utayi🌿
syukurlah..
Utayi🌿
bukan kamu saja aku juga😂😂😂😂
Utayi🌿
astagaa aku udah ngebayangin nya cobaaaa🙈🙈🙈🙈🙈
Utayi🌿
1 arre seluas rumahku berarti 😁
Utayi🌿
Ehmm kayaknya enak tuh
Utayi🌿
1🐠 untuk kakak
Utayi🌿
secepatnya cari bantuan
Utayi🌿
Arya masih cowok😂😂😂
Utayi🌿
banyak juga pemerannya
Utayi🌿
wah hebat /Angry/
Utayi🌿
Iihh pasti serem dah tuh
Utayi🌿
takutt banget... diburu kah itu🙈
👑Queen of tears👑
udah abis??
wahhhh aku dpt plakat fans ternyta👏👏👏👏
hebattttt queen 🤣🤣🤣🤣🤧
Mirabella: seru ya? 🤭🤭🤭

ntar kugarap lanjutannya... doain gak loyo... 🤣🤣🤣

selamat cintamu pada papih terbukti nyataaah ❤️❤️❤️❤️

nanti ditraktir mendoan sama papih 🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
👑Queen of tears👑
terkatakan Ar,, hanya saja karena seringnya berubah² hingga kita bisa salah menafsirkan,,,jika ia konsisten maka akan terbaca,,🤣🤣🧐

ini apa?
🤣🤣🤣🤦
Mirabella: isi hati

kalau isi usus, harus rutin ke toilet

apa ini?
🤧🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
👑Queen of tears👑
Dares?
who?

ayang beb mu ip Ar 🤣🤣🤣🤣🤧
Mirabella: iyaaaa dooooooongg ❤️❤️❤️❤️❤️

pake nanya 🤧🤧🤧🤣🤣🤣🤣

babang nico versi bima tuhhh ❤️❤️❤️
total 1 replies
👑Queen of tears👑
aku udah mikirin ini,,, tapi aku lagi malas lawan anak labilll kyk kmu Ar 🤣🤣🤧
Mirabella: 🤣🤣🤣🤣🤣

nanti jangan naksir arya versi dewasa ya /Chuckle//Chuckle//Chuckle/
total 1 replies
👑Queen of tears👑
tipu daya,,seakan² berduka tidak memiliki dana,,luluh lah hati kita,,,lalu ia pergi dan lanjut lupa😭😭😭🤧🤧

ilmu yang di gunakan mereka,, dan aku lemah terperdaya😭😭😭🤧🤧🤣🤣🤣🤣🤣
Mirabella: kalau sulit nagih hutang... gampar aja mereka pakai kutang....

tobat kagak, nambah heboh iya 🤣🤣🤣

sabar ya ip ar /Cry//Cry//Cry/
total 1 replies
👑Queen of tears👑
gah risih Ga ,,di grayangi kusti 🤣🤣🤣
Mirabella: kan lagi pingsan 😪😪😪😪
total 1 replies
👑Queen of tears👑
awas klw ditengah jln kamu mikir cicilan ya Ar
🤣🤣🤣🤣🤭🤸🤸🤸🤸
Mirabella: rekeningnya gendut, secara anak presiden sekaligus agen pelindung elit dan penjaga rahasia negara... mana mungkin mikirin cicilan kayak kita-kita /Grievance//Grievance//Grievance/
total 1 replies
👑Queen of tears👑
aku tahu ahlinya,,,🤣🤣🤣
Mirabella: siapa ip ar? siapa? 👀👀👀👀
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!