Saudara kembar tersebut mengira akan melewati masa SMA mereka di Asrama dengan biasa-biasa saja. Sampai akhirnya, seseorang membuka ruang musik tua yang mencurigakan itu. Sejak saat itu muncullah teror-teror maut yang merenggut murid satu per satu. Apakah kedua saudara kembar tersebut bisa menyelamatkan teman-temanya yang lain?! Yuk mampir.🙏
Terima kasih sudah berkenan membaca karya author. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian dengan cara; like vote dan komen ya guys🙏🥰🫶🌹🌹🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alma Kadier Carally, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 28
Amanda kembali menyeringai dan matanya berkilat-kilat bak ujung pisau yang baru terasah. Tangannya yang dingin perlahan terulur untuk menyentuh leher Danisa dan mendorongnya hingga membentur dinding.
“ Kamu pernah melihat masa laluku dan melihat bagaimana aku dibunuh. Dan, kurasa kamu tahu alasanku membunuh Andre atau semua orang setelah ini. Aku ingin mereka merasakan kematian seperti yang dirasakan oleh orang-orang terdekatku yang mati karenaku dan terkepung dalam kelam sepertiku. Mereka semua harus merasakan rasa sakit dan kelamnya MATI….!”
“ Aaakkkhhh….!!!”
“ Hentikan ….!!!”
Tubuh Amanda sempurna terjengkang ke belakang dan membentur dinding di sisi yang lain, saat seorang gadis datang datang mendorong tubuhnya dengan kuat.
Amanda menggeram kesal dan menggertakkan giginya, matanyapun berkilat-kilat marah. Auranya terasa membunuh.
“ Kembar Pengganggu….!!!”
Davina memandang Amanda yang terjengkang di depannya dengan tatapan mata puas terpancar dari mata hitamnya. Kalau saja dia muncul terlambat, mungkin kakaknya sudah menjadi korban kedua Amanda. Davina tidak akan membiarkan itu terjadi.
“ Apa yang sedang kamu lakukan kepada kakakku?
Kamu berniat melakukan hal yang sama terhadapnya, begitu? Bagus sekali. Kamu akan membuat banyak sekali kekacauan, Ana,” ucap Davina. Sambil menatap tajam Amanda yang ada di depannya.
Ketika Amanda menyeringai tidak menyenangkan ke arahnya, Davina ingin sekali menghampiri dan meninjunya kuat-kuat dengan teknik wushunya. Namun untungnya, Davina masih menyadari, bahwa dirinya berada di lingkungan sekolah. Tentu saja, dia akan membuat masalah baru kalau sampai ketahuan sedang bertengkar di sekolah.
“ Ternyata, kamu masih mengingat namaku yang sebenarnya. Bagus sekali ingatanmu, Davina.” ujar Amanda, dengan tatapan dingin.
“ Hei!” Davina berteriak kencang dan nafasnya terlihat memburu. “ Kalau kamu berani sekali lagi mengatakan hal itu di depanku, aku tidak akan segan untuk membunuhmu detik ini juga.”
Amanda menyeringai sekilas ke arah Davina.
“ Coba saja kalau kamu bisa melakukannya sebelum aku yang membuat nasibmu sama dengan temanmu itu.” ucap Amanda.
“ Kamu telah menantangku? Aku yakin, kamu akan menyesal karena telah menantangku seperti ini, Ana.” Seru Davina
Amanda berjalan meninggalkan Davina dan Danisa di belakangnya. Tetapi, setelah beberapa langkah, gadis itu malah berbalik dan menyeringai sambil menatap Davina dengan pandangan yang begitu terlihat meremehkan.
“ Hanya ada satu orang yang bisa membunuhku dan kamu terlambat ratusan langkah di belakangku, Davina.” ungkap Amanda.
Davina menggertakkan rahangnya kesal ketika dipandang remeh oleh Amanda. Ingatlah, Davina bukan tipe orang yang senang diremehkan oleh siapa pun. Hal itu justru membuatnya semakin tidak bisa dikendalikan.
Ketika kedua kaki Davina terayun untuk menyusul Amanda yang menghilang di balik lorong, tiba-tiba saja Davina merasa pergelangan tangan kanannya ditarik.
“ Tidak ada seorang pun yang akan berhasil membunuhnya selain Andre. Dan, kita sudah kehilangan Andre.” Danisa menggelengkan kepalanya pelan, masih sambil memegang tangan Davina.
Davina diam. Tidak menjawab sama sekali perkataan Danisa walaupun telinganya bisa mendengarnya dengan jelas.
“ Akan sia-sia kalau kamu berusaha membunuhnya hal itu justru akan melukai raga Amanda, bukan menghilangkan Ana atau siapalah namanya itu.” ungkap Danisa.
Davina masih enggan menjawab perkataan kakaknya.
Danisa mengeratkan genggaman tangannya dan setengah menarik Davina.
“ Jangan mendiamkanku seperti ini, Davina. Aku minta maaf kalau saat itu aku tidak ikut membantumu. Tapi, aku sungguh tidak suka kalau kamu mendiamkanku seperti ini. Kamu satu-satunya saudaraku. Kumohon, Davina.”
Masih diam. pikiran Davina kelewat bingung menentukan jawaban yang bahkan kelewat mudah untuk hal ini.
“ Davina…..,” lirih Danisa sambil terus menarik pelan pergelangan tangan adiknya.
Davina mengempaskan pelan pegangan tangan Danisa dan menatap dingin ke arah kakaknya. Lalu berkata. “ Minta maaflah kepada Andre. Bukan kepadaku.”
*
*
Jangan lupa like, vote dan komen ya guys. Terima kasih🙏🥰🫶🌹🌹🌹
Bersambung