Dikhianati pacar, siapa yang tidak sakit hati? Apalagi mau menikah dua hari lagi, tapi malah menemukan sebuah fakta jika pacarnya telah berkhianat.
Alexia yang buntu, dengan bodohnya meminta tukang kurir untuk menikah dengannya. Bagaimana jalan ceritanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
"Mana ada. Silahkan jika kamu mau menggodanya."
"Apa kamu menantang ku?"
Alexia mengangguk. Tapi, suara Alex seketika membuat nyali Sukma menciut.
"Apa dia menerima tantanganmu, sayang? Kalau begitu dia dengan ikhlas menghantarkan nyawanya untukku. Sudah seminggu aku tidak mengha-bisi nyawa seseorang."
Kedua mata Sukma membulat. "Su-suamimu seorang kriminal?"
"Hm, kurang lebih bisa dibilang seperti itu. Lalu kenapa? Apa kamu jadi menggodanya?"
Sukma menggeleng. Daripada nanti terjadi sesuatu lebih baik Ia mundur. Apalagi melihat senyum Alexia sedikit menyeramkan. Sukma bergidik ngeri lalu membalikkan badannya dan pergi meninggalkan Alex dan Alexia.
Alexia langsung merangkul lengan suaminya dan mengajaknya pergi. Alexia tertawa membayangkan wajah Sukma tadi yang sepertinya ketakutan. Menghadapi Sukma jika tidak dengan begitu hanya akan membuatnya darah tinggi.
Sampai di depan, Alexia terkejut melihat mobil terparkir di depan pintu gerbang rumahnya.
"Mas, itu bukannya mobil yang di-."
"Nanti aku jelaskan, lebih baik kita segera pergi."
"Naik mobil itu?" Alexia menunjuk mobil tersebut. Mobil yang kemarin dibawa oleh Aris.
Alex mengangguk.
Mau tak mau Alexia menurut.
*****
Di sepanjang perjalanan Alexia hanya diam, Ia membuang muka menatap jalanan dan kendaraan yang berseliweran. Menunggu suaminya yang tak kunjung memberikan penjelasan.
Alexia mendengus kesal. "Jad-." Ia hendak menoleh dan menanyakan perihal kejelasannya tapi, saat menoleh malah---
Cup!
Bi-bir Alexia dan Alex bertemu. Kedua mata Alexia langsung terbelalak, seketika Ia diam membeku. Merasakan desiran aneh yang menjalar keseluruh tubuhnya.
Meskipun hanya sekejap, namun hal tersebut membuat ot4k Alexia seketika kosong. Karena ini pertama kalinya bagi Alexia.
Alexia menyentuh bibirnya. Terasa aneh.
Sementara Alex tersenyum melihat kepolosan istrinya.
"A-apa yang Mas Alex lakukan?"
"Tidak ada, tadinya mau memanggil tapi malah tidak sengaja mengec-"
Perkataan Alex terhenti kala tangan Alexia tiba-tiba membekap mulutnya.
Alexia merasa malu, bagaimana bisa suaminya itu seabsurd itu? Padahal mereka tak hanya berdua di dalam mobil tersebut.
Alex melepas tangan Alexia dan terkekeh.
"Kevin!" Panggilnya setelah Ia menyadari jika ada sepasang mata sedang menatap mereka.
Kevin adalah sahabat sekaligus Asisten Alex.
'Yah, ketahuan.' Batin Kevin. Ia sejak tadi melihat sepasang pasutri dari center mirror. Buru-buru Ia mengalihkan pandangannya menatap jalan.
Sebelumnya Kevin tidak percaya jika Alex sudah menikah tapi, apa yang Ia lihat barusan sudah dapat meyakinkan dirinya jika apa yang dibilang Alex waktu itu memanglah suatu kebenaran. Sudah lama Kevin mengenal Alex tapi, baru kali ini dirinya melihat Alex bersikap berbeda ketika berdekatan dengan seorang wanita.
Kevin tersenyum, akhirnya sahabatnya ini menemukan pawangnya.
"Tad-i aku mau bertanya soal---."
Perkataan Alexia menggantung. Tapi, Alex paham apa yang hendak ditanyakan oleh istrinya.
Alex meraih tangan Alexia dan menggenggamnya.
"Jadi, begini."
Alex akhirnya menceritakan tentang siapa dirinya kepada Alexia. Karena malam itu saat dirinya ingin mengungkap identitasnya sempat tertunda. Tak lupa Ia juga memperkenalkan Kevin kepada Alexia. Alex juga mengatakan perihal mobil yang sedang mereka tumpangi.
Yah, Alex memang sengaja meminta Kevin untuk menjemputnya menggunakan mobil yang kemarin dipakai Aris, agar istrinya penasaran.
Alexia membekap mulutnya menggunakan kedua tangannya. Ia terkejut mengetahui fakta kebenaran.
Entah kini dia harus sedih atau bersyukur.
Sementara di tempat lain, Aris sedang menghitung uang yang Ia dapat. Hasil dari sebuah rencananya semalam. Ia tidak menduga akan mendapatkan uang yang begitu banyak. Tidak sia-sia Ia mengantarkan mobil itu ke rumah majikan ayahnya.
"Gila, banyak banget. Harusnya aku tadi ambil lebih, 3 gepok aja 30 juta apalagi 10 gepok. Aku bisa kaya. Bodoh sekali majikan bapak, uang segini banyaknya hanya disimpan di laci."
Aris sudah membayangkan akan menyenangkan kekasihnya menggunakan uang tersebut.
Tapi, Ia tidak menyadari jika perbuatannya meninggalkan jejak dan juga terekam oleh CCTV.
Biarlah untuk beberapa hari ini dia bersenang-senang menikmati hasil yang baru saja diperolehnya.
*****
"Bagaimana?"
"Tidak bisa dihubungi, Ma."
Sukma merasa bingung. Berkali-kali menghubungi Aris sama sekali tidak nyambung.
Entah kenapa sejak tadi Aris tidak bisa dihubungi. Bahkan nomornya pun tidak aktif.
"Lalu bagaimana? Bukankah kemarin dirinya menyanggupi untuk membiayai semuanya?"
"Entahlah, Ma. Aku sendiri bingung. Apa dia sengaja menghindari aku ya, Ma?"
"Lagian kamu itu bod0h, belum ada kepastian dari dia kok sudah mau diti-duri. Seharusnya kamu mendapat kepastian dulu baru melangkah dan mengambil tindakan."
"Loh, kok Mama malah nyalahin aku. Yang punya rencana kan awalnya Mama. Mama loh yang memberiku rencana untuk merebut Aris dari Alexia? Lagian kemarin Mama lihat sendiri kan dia mengangguk saat ada Alexia?"
Ambar termenung. Memang rencana awalnya ingin merebut Aris dari Alexia. Bahkan rencananya sudah berhasil. Tapi, bukan begini yang Ia mau.
Seharusnya Ambar juga berpikir, keluarga Aris saja tidak datang untuk mengikat anaknya, seharusnya Ia tidak main percaya begitu saja dengan sebuah anggukan.
Dalam pikiran Ambar hanya dua jawaban. Pertama keluarga Aris tidak terima dengan kegagalan pernikahannya dengan Alexia dan belum bisa menerima Sukma. Yang kedua, Aris memang tidak mau menikahi Sukma. Kalau jawabannya sesuai dugaannya, berarti nasib anaknya lebih menyedihkan dibanding Alexia.
"Kita tunggu hingga nanti, Ma. Kalau Aris tetap sama sekali tidak bisa dihubungi, aku akan mencarinya."
"Memangnya kamu tahu rumahnya?"
Rumahnya?
Benar juga. Sukma sama sekali tidak bertanya kepada Aris dimana alamat Aris tinggal. Aris juga belum pernah mengajaknya ke rumahnya. Karena beberapa minggu kenal dengan Aris, mereka selalu bertemu di penginapan.
Semakin bingung lah Sukma.
"Mama punya rencana."
"Rencana apalagi? Aku tidak mau kalau sampai zonk untuk yang kedua kalinya, Ma."
"Tidak. Sepertinya kali ini tidak akan mengecewakan."
Kening Sukma mengerut. Ia penasaran dengan rencana Ambar.
Ambar membisikkan sesuatu ke telinga Sukma.
"Mama yakin?"
Ambar mengangguk. "Siapa yang tidak akan terpancing jika diberi umpan gratis."
Sukma nampak menimbang-nimbang. Sepertinya rencana mamanya boleh dicoba. Ia anggap itu sebagai rencana cadangan jika Aris memang tidak ada jawaban sama sekali.
Krukkk!!
Tiba-tiba perut Sukma berbunyi. Ia merasa lapar karena sejak pagi tidak sarapan.
"Ma, minta uang dong. Aku lapar nih."
"Mama tidak punya uang. Kamu tahu sendiri si Alexia itu sudah tidak memberi mama uang lagi."
"Yah, terus gimana dong, Ma? Sejak pagi kita belum makan apa-apa. Lagian kemana sih perginya Alexia sama suaminya itu? Menyebalkan."
Sukma mendengus karena merasa begitu kesal.
"Ma, sebenarnya Mama itu sudah mencari surat rumah ini belum sih?"
Ambar menggelengkan kepalanya. "Mama sudah mencarinya tapi, tidak menemukan apa-apa. Di kamar Alexia juga tidak ada."
Sukma membuang nafas kasar. "Terus nasib kita bagaimana setelah ini? Sepertinya ancaman Alexia semalam serius."
"Makanya kamu harus berhasil menjalankan rencana baru kita. Dengan begitu hidup kita akan ada yang menanggung. Lihat saja Alexia sekarang sepertinya senang-senang saja memiliki suami si Alex itu."
"Ah tauklah. Sukma lapar." Sukma beranjak pergi dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Ambar. Ia sudah tidak bisa berpikir.
"Sukma mau kemana kamu?"
"Mau keluar. Lama-lama bisa mati kalau aku hanya berdiam diri di rumah." Jawabnya sedikit berteriak karena langkahnya yang semakin menjauh.
Ambar sendiri juga merasakan lapar yang amat sangat. Ia mengelus perutnya sambil merenung.
*****
Hari ini Alex benar-benar memanjakan Alexia. Dari mengajaknya jalan-jalan ke taman, kulineran, dan sekarang Alex mengajaknya untuk shopping.
"Mas, apa ini tidak berlebihan?"
Alex menggeleng dan tersenyum. Ia mengusap lembut kepala Alexia.
"Kamu sekarang istriku. Tidak ada kata 'berlebihan', apalagi ini untuk membahagiakan seorang istri. Lagian hartaku mau untuk siapa kalau bukan untuk istri dan anak-anak kita nanti?"
Anak-anak? Alexia bahkan belum berpikir kearah situ. Merasakan malam pertama saja belum. Ah, untuk membayangkan saja Alexia tak mampu.
"Ta-tapi, Mas. Ini pemborosan na-."
Ssttt!!
Telunjuk Alex mendarat dibibir Alexia. Membuat Alexia tak bisa melanjutkan ucapannya.
"Jangan banyak protes ataupun beralasan lagi. Justru dengan menyenangkan istri, InsyaAllah rejeki suami akan lancar. Apa kamu percaya?"
Ya, Alexia pernah mendengar perihal ini. Alexia hanya mengangguk tanpa mengatakan sepatah kata.
Dimana Alex melangkahkan kakinya masuk, Ia harus membeli. Dari pakaian, sepatu, make up, emas, dan produk kecantikan. Sungguh kali ini Alexia benar-benar belanja besar.
Setelah dirasa sudah cukup, Alex mengajak Alexia ke suatu tempat.
Namun, di dalam perjalanan Alexia yang merasa lelah menjadi ketiduran. Alex langsung menarik Alexia dalam dekapannya.
Kevin yang sejak tadi menjadi sopir Alex mendengus kesal, Ia merasa dirinya dijadikan obat nyamuk oleh Alex.
"Lex, kamu yakin akan membawa istrimu pulang?"
"Hm, aku tidak akan menutupi apapun itu dari istriku. Aku merasa istriku ini berbeda, dia tidak sama dengan mereka yang selalu mencari muka."
Kevin manggut-manggut. "Jika dilihat, istrimu ini memang tulus. Tapi, aku melihat dari sorot matanya, ada sedikit kesedihan di sana."
"Hm, aku tahu. Biarlah ini menjadi urusanku."
Alex menatap wajah teduh istrinya, Ia jadi ingat awal pertama istrinya mengajaknya menikah. Sungguh diluar dugaan.
Drrt! Drrt!
[.....]
Belum juga Alex mengucap salam, sang penelpon sudah membuka suara dan memberi suatu kabar.
"Saya akan segera kesana."
Tut.
Panggilan terputus.
"Ada apa?" Tanya Kevin.
"Ada suatu hal di rumah. Percepat laju mobil."
"Laksanakan."
Kevin menambah kecepatan laju mobil. Beruntung kondisi jalanan sedikit sepi, sehingga sangat mudah bagi Kevin untuk menyalip beberapa kendaraan.
Ada kabar apa di rumah?