NovelToon NovelToon
Sistem Tak Terukur

Sistem Tak Terukur

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Fantasi Timur / Sistem / Harem / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:28.1k
Nilai: 5
Nama Author: Eido

Setelah begadang selama tujuh hari demi mengejar deadline kerja, seorang pria dewasa akhirnya meregang nyawa bukan karena monster, bukan karena perang, tapi karena… kelelahan. Saat matanya terbuka kembali, ia terbangun di tubuh pemuda 18 tahun yang kurus, lemah, dan berlumur lumpur di dunia asing penuh energi spiritual.

Tak ada keluarga. Tak ada sekutu. Yang ada hanyalah tubuh cacat, meridian yang hancur, akibat pengkhianatan tunangan yang dulu ia percayai.

Dibuang. Dihina. Dianggap sampah yang tak bisa berkultivasi.

Namun, saat keputusasaan mencapai puncaknya...

[Sistem Tak Terukur telah diaktifkan.]

Dengan sistem misterius yang memungkinkannya menciptakan, memperluas, dan mengendalikan wilayah absolut, ruang pribadi tempat hukum dunia bisa dibengkokkan, pemuda ini akan bangkit.

Bukan hanya untuk membalas dendam, tapi untuk mendominasi semua.
Dan menjadi eksistensi tertinggi di antara langit

Update tiap hari
Follow Instagram: eido_481
untuk melihat visual dari karakter novel.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eido, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34

Qin Aihan menatap Han Xuemei dengan senyum hangat. “Besok kau bisa langsung mulai bekerja.” ucapnya ringan, seolah mereka sudah saling mengenal lama. Tanpa membuang waktu, mereka segera menutup toko dan bersiap kembali ke kediaman keluarga Qin.

Begitu keluar dari toko, sebuah karavan utama dengan ukiran mewah sudah menunggu di depan. Karavan itu bukan sembarang kendaraan biasa dibuat dari kayu langka berwarna gelap dengan lapisan pelindung spiritual, serta lambang keluarga Qin terukir indah di bagian pintunya. Han Xuemei tertegun. Kakinya seolah menolak melangkah. Jubahnya yang lusuh tampak kontras dengan kemegahan kendaraan itu.

“Ini... ini karavan kalian?” gumam Han Xuemei nyaris tak terdengar. Ia merasa seperti pengemis yang tiba-tiba diminta masuk ke istana.

Feng Jian naik lebih dulu, lalu disusul oleh Qin Aihan yang duduk di sampingnya. Melihat Han Xuemei masih berdiri kaku di luar, Qin Aihan tak kuasa menahan tawa kecil.

“Ayolah, masuk. Tak perlu tegang begitu.” katanya sembari memberi isyarat santai dengan tangannya.

Han Xuemei mengangguk cepat dan menunduk dalam-dalam. “M-maaf, nyonya... saya... saya masuk sekarang." ucapnya penuh sopan santun.

Begitu melangkah menaiki tangga kecil menuju dalam karavan, lutut Han Xuemei sempat bergetar. Dalam hidupnya, belum pernah ia menaiki kendaraan semewah ini. Ia duduk hati-hati di sisi Bibi Mei, menjaga jarak, menjaga sikap.

Karavan mulai melaju dengan lembut, kuda-kuda spiritual menariknya tanpa suara, menyusuri jalan kota yang mulai sepi menjelang malam. Di dalam, suasana tenang dan nyaman. Aroma kayu wangi mengisi ruangan, diselingi getaran lembut dari perjalanan.

Qin Aihan menatap Han Xuemei dengan ekspresi geli.

“Jangan terlalu kaku begitu, Han Xuemei." katanya dengan nada lembut. “Panggil saja aku Aihan. Usia kita tidak jauh berbeda, bukan? Tak perlu formal.”

Han Xuemei terdiam sejenak, lalu perlahan mengangguk, meski tetap menunduk malu. “B-baik... Aihan.” katanya pelan.

Sepanjang perjalanan, keduanya mulai berbincang ringan. Tentang keluarga mereka, tentang tempat tinggal, bahkan sedikit tentang masa lalu. Entah bagaimana, suasana yang awalnya kaku berubah menjadi hangat, seperti dua sahabat yang tengah mengobrol di bawah cahaya lampu malam.

Feng Jian hanya sesekali melirik Han Xuemei. Pandangannya dalam namun singkat. Saat tatapan mereka bertemu, Han Xuemei refleks menunduk cepat. Ada rona kemerahan di pipinya yang tak bisa ia sembunyikan. Feng Jian hanya tersenyum samar, lalu kembali memandang keluar jendela, menikmati kota Nine Treasures Paviliun yang berkilauan di bawah cahaya bintang.

.....

Begitu roda karavan berhenti di halaman depan kediaman keluarga Qin, keempatnya turun dengan tenang. Kuda-kuda spiritual yang menarik karavan meringkik pelan sebelum pelayan kusir membawanya menjauh, meninggalkan mereka di bawah cahaya lentera yang menggantung rapi di tiap sudut rumah dua lantai itu.

Para penjaga yang berdiri di pintu langsung menunduk hormat begitu melihat kehadiran Qin Aihan dan Feng Jian. Han Xuemei, yang berjalan paling belakang, menunduk dengan gugup, perasaan canggung kembali melingkupi dirinya. Namun tak satu pun dari para penjaga memandang rendah, aura kediaman keluarga Qin terlalu tertata dan terdidik.

Begitu mereka memasuki ruang utama rumah, aroma masakan hangat langsung menyambut. Di ruang makan yang luas dan hangat, para pelayan sudah menyusun hidangan satu per satu di atas meja ukiran kayu merah tua. Qin Aihan melirik ke arah salah satu pelayan wanita dan mengangguk ringan.

“Siapkan pakaian yang layak untuk tamu kita. Ukuran sedang, dan... yang warnanya elegan." ucapnya tegas namun lembut.

Pelayan wanita itu membungkuk dalam. “Segera, Nona.” jawabnya sebelum membimbing Han Xuemei keluar ruangan.

Han Xuemei menuruti tanpa banyak bicara. Jantungnya berdetak tak karuan. Seumur hidup, ini pertama kalinya ia mengenakan sesuatu selain kain lusuh atau pakaian sederhana penambang herbal. Ketika ia kembali beberapa saat kemudian, langkahnya pelan, hampir ragu melangkah ke dalam ruang makan.

Ia mengenakan jubah panjang berwarna hitam dengan pola bunga-bunga putih yang halus menjalar dari ujung lengan hingga bawah rok. Gaun itu pas di tubuhnya, membentuk siluet yang ramping namun tidak berlebihan. Rambut putih panjangnya telah disisir rapi dan diikat sebagian ke belakang dengan pita hitam kecil.

Feng Jian, yang duduk bersisian dengan Qin Aihan, melirik ke arah pintu. Pandangan mereka bertemu sesaat. Han Xuemei seperti membeku, kemudian buru-buru menundukkan kepala. Wajahnya merah padam, dan bahkan telinganya ikut memerah. Ia tak berani menatap lagi. Langkahnya sedikit kikuk, tak terbiasa dengan kelembutan kain yang menyapu pergelangan kakinya.

Qin Aihan menyambutnya dengan senyum kecil dan menepuk kursi kosong di samping Bibi Mei. “Ayo, duduk. Jangan ragu. Kau sekarang bagian dari kita.” katanya ringan, seolah itu hal yang biasa.

Han Xuemei mengangguk cepat dan segera duduk, jantungnya berdetak tak menentu. Di hadapannya, hidangan hangat menggoda dengan aroma menggugah selera, ikan kukus herbal, sup akar spiritual, dan semangkuk nasi putih yang harum. Ia bahkan nyaris lupa kapan terakhir kali makan dengan tenang, apalagi di meja semewah ini.

Mereka berempat mulai makan. Perbincangan ringan mengalir di antara suapan, sesekali tawa kecil terdengar dari Qin Aihan dan Bibi Mei. Han Xuemei hanya tersenyum, menjawab dengan sopan, dan mencuri pandang ke arah Feng Jian, yang tampak kalem dan penuh wibawa saat memegang sumpit di tangan kanan.

Di dalam hatinya, Han Xuemei merasa seperti sedang bermimpi. Sebuah mimpi yang terlalu indah untuk dirinya yang selama ini hanya mengenal pahitnya hidup. Namun malam ini, setidaknya untuk sementara, ia ingin tetap berada dalam mimpi itu bersama tiga orang yang memberinya harapan baru.

.....

Setelah makan malam selesai, suasana ruang makan perlahan kembali tenang. Para pelayan datang dengan cekatan, mengangkat piring-piring kosong dan membersihkan sisa-sisa jamuan dengan gerakan yang terlatih. Aroma teh hangat dan kayu manis masih tertinggal samar di udara.

Feng Jian bangkit dari kursinya, hanya berkata singkat kepada Qin Aihan sebelum berjalan perlahan menuju kamar mereka bersama. Langkahnya tenang, seakan tubuhnya tahu betul di mana ia harus beristirahat. Bibi Mei pun mengangguk kecil lalu berpamitan, melangkah ke kamar pribadinya yang berada di sayap timur rumah lantai pertama.

Sementara itu, Qin Aihan tetap tinggal bersama Han Xuemei. Ia mengisyaratkan dengan senyuman agar Han Xuemei mengikutinya, dan gadis berambut putih itu pun menurut tanpa berkata-kata, masih terbuai oleh kehangatan yang belum pernah ia rasakan selama ini.

Mereka berjalan ke lantai dua kediaman Qin yang diterangi lampu batu roh di dinding. Suara langkah mereka menyatu dengan keheningan malam yang perlahan menyelimuti kota Nine Treasures Pavilion.

Saat tiba di depan sebuah pintu kamar, Qin Aihan berhenti dan menoleh. Dengan senyum hangat yang tulus, ia berkata lembut, “Kalau kau butuh apa pun, jangan ragu bilang padaku. Kau sekarang di rumah sendiri.”

Han Xuemei hanya mengangguk pelan. Matanya yang besar mulai berembun. Wajahnya menunjukkan keterkejutan dan haru yang tak bisa disembunyikan. Selama ini, tidak pernah ada yang memperlakukannya sebaik ini tanpa mengharapkan sesuatu sebagai balasan.

Melihat ekspresi itu, Qin Aihan merasa hatinya tersentuh. Tanpa banyak kata, ia melangkah maju dan memeluk Han Xuemei dengan lembut. Tinggi badan mereka yang serupa membuat pelukan itu terasa natural, seolah dua sahabat yang lama terpisah dan kini saling menguatkan dalam diam.

Han Xuemei tertegun sejenak, lalu perlahan membalas pelukan itu. Air matanya mengalir tanpa suara, membasahi bahu Qin Aihan. Rasa syukur, lega, dan harapan bercampur menjadi satu di dalam dadanya.

Setelah beberapa detik yang penuh kehangatan, Qin Aihan melepaskan pelukannya dan mengangguk lembut. “Istirahatlah.” katanya singkat sebelum berbalik dan melangkah pergi.

Han Xuemei hanya bisa berdiri mematung, menatap punggung wanita yang begitu baik padanya itu sampai bayangannya menghilang di ujung lorong. Ia menarik napas dalam, menatap pintu di hadapannya, lalu mendorongnya perlahan.

Malam itu, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Han Xuemei tidur di kamar yang hangat, bersih, dan tenang dengan hati yang dipenuhi rasa syukur yang tak bisa diungkapkan dengan kata.

1
Wahyudi Erlangga
Jd berasa baca novel percintaan ketimbang novel ttg dunia kultivator
Kang Comen
mc sampah diawal bkin para pembaca kabur
Eido
Jangan lupa di like guys!
Yang udah like, terima kasih ~
Hendra Saja
semangat up Thor.....
Eido: iya makasih 🙏
total 1 replies
iqbal nasution
semangat dan terus
Eido: siap, jngn lupa di like ya biar semangat juga mau up nya 🙏
total 1 replies
Ardi Provision
mc naik kan juga kultivasi nya jangan hanya puas dengan tingkat pengumpulan Qi menengah
Ardi Provision
sebagai seorang alkemis seharusnya meningkatkan kultivasi dirinya dan bawahannya untuk keamanan biar cerita nya enak, bukan terus berhadapan dengan musuh yang lebih kuat kecuali mc berkelana sendiri tampa keluarga yang menyertai dirinya
Ardi Provision
gak diambil harta rampasan perang??
sebuah sekte gak mungkin gak ada harta sepeser pun kan?
Ardi Provision
udah perkembangan mc sangat lamban malah menghadapi musuh tingkat inti emas
Raysonic Lans™
yang banyak Updatenya KLO bisa 25 bab perhari kayak yang di sebelah
Raysonic Lans™: cius gw
Eido: bnyk bgt wkwk
total 2 replies
Ardi Provision
minimal ber kultivasi lah sedikit jangan terburu nafsu sudah jalan, sistem pun error katanya peningkatan sistem tapi malah ngelantur bukan menjalankan perintah
Ardi Provision
mana peningkatan sistem tadi?
Raysonic Lans™
oke lah bro
Eido: terima kasih
total 1 replies
Hardware Solution
mantab
wawan jepara
mode bantai aktif
bu fatim
bagus...👍
bu fatim
berkultivasi dulu di Gua...
menabung tanaman herbal. daging binatang..simpan di tas dimensi..
buat keadaan darurat...👌
bu fatim
modal tampang dan 100 batu??
bu fatim
kultivasi masih 0 kok berani turun gunung... Nekat mau cari istri hhh🤕
bu fatim
kalau mau keluar dari gua itu harusnya sudah berkultivasi tinggi.. jangan baru bangun langsung pergi.... kultivasi masih 0 payah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!