Mila, seorang gadis modern yang cerdas tapi tertutup, meninggal karena kecelakaan mobil. Namun, takdir membawanya ke zaman kuno di sebuah kerajaan bernama Cine. Ia terbangun dalam tubuh Selir Qianru, selir rendah yang tak dianggap di istana dan kerap ditindas Permaisuri serta para selir lain. Meski awalnya bingung dan takut, Mila perlahan berubah—ia memanfaatkan kecerdasannya, ilmu bela diri yang entah dari mana muncul, serta sikap blak-blakan dan unik khas wanita modern untuk mengubah nasibnya. Dari yang tak dianggap, ia menjadi sekutu penting Kaisar dalam membongkar korupsi, penghianatan, dan konspirasi dalam istana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 21 Pelarian dalam Kobaran Api
Angin malam berhembus kencang di kaki gunung Beishan. Asap api unggun masih mengepul saat Qianru dan Ling Xun dikepung oleh pasukan berkuda dari Suku Beihou. Suara derap kaki kuda dan gemuruh panah yang dilepaskan dari luar gua membuat udara semakin mencekam.
Ling Xun, meski tubuhnya penuh luka, tetap memaksakan diri berdiri. “Mereka tahu kita bawa dokumen itu... Mereka tak akan membiarkan kita hidup.”
Qianru menatap lekat satu-satunya jalan keluar yang telah dijaga rapat. Ia menggigit bibirnya, berpikir cepat. Lalu matanya tertuju pada celah kecil di bagian belakang gua—cukup sempit untuk dilewati satu orang.
“Aku akan keluar lewat sana dan mengalihkan perhatian mereka,” kata Qianru dengan suara mantap.
Ling Xun membantah, “Tidak. Itu terlalu berbahaya—”
“Kita tak punya pilihan. Kalau aku bisa keluar, aku akan menyeret pasukan penjaga ke arah lain. Kau gunakan kesempatan itu untuk melarikan diri dengan dokumen.”
Setelah memberikan belati dan peta ke Ling Xun, Qianru mengambil kantong bubuk api dari tas herbalnya. Bubuk itu adalah racikan khusus—jika dilempar ke api, akan menciptakan ledakan cahaya besar.
Beberapa menit kemudian, suara teriakan terdengar dari luar gua. Para prajurit Beihou melihat kilatan cahaya ungu yang menyilaukan dari arah timur. Ledakan kecil mengguncang tanah, membuat kuda-kuda mereka panik.
“Kejar ke arah itu!” teriak kepala pasukan.
Mereka tak tahu bahwa yang mereka kejar hanyalah bayangan. Qianru menyusup melalui celah kecil, membakar rumput kering dengan bubuk api, dan menimbulkan ledakan palsu. Tubuhnya penuh luka lecet, tapi ia berhasil mengelabui pasukan.
Sementara itu, Ling Xun menyeret tubuhnya menjauh dari gua, membawa dokumen rahasia menuju tempat pertemuan rahasia dengan kurir Kaisar di selatan.
Kaisar Liu memandangi peta yang diberikan oleh Jenderal Mo. Dengan raut wajah gelap, ia berdiri dari singgasana dan berkata, “Mulai saat ini, siapa pun yang berkaitan dengan keluarga Gu, pantau setiap langkah mereka.”
Ia memerintahkan penjagaan berlapis di gerbang timur istana. Tapi semua dilakukan diam-diam. Tak ada yang tahu bahwa Kaisar telah mencium bau pemberontakan dari dalam tembok istananya sendiri.
Kembali ke Linzhou
Qianru kembali ke kota dalam keadaan luka-luka. Ia bersembunyi di rumah pengrajin tua yang dulu pernah membantunya. Di sanalah, untuk pertama kalinya dalam misi ini, air mata jatuh di pipinya.
Ia lelah. Fisik dan mentalnya terkuras. Tapi ia tahu... semuanya belum selesai.
Dalam tidurnya yang tak nyenyak, ia memimpikan masa lalu—ketika dirinya masih Mila, seorang gadis modern yang tak pernah berpikir akan menjadi bagian dari istana, apalagi melawan pemberontakan yang bisa menjatuhkan seluruh dinasti.
Dua hari kemudian, burung pengantar dari istana datang dengan pesan dari Kaisar. Hanya dua baris:
“Pasukan Bayangan akan datang. Kau harus selamat. Dinasti ini membutuhkanmu.”
Tangannya gemetar saat membaca pesan itu. Bukan karena takut. Tapi karena untuk pertama kalinya, ia merasa... dirinya benar-benar berarti dalam dunia ini
Pasukan Bayangan yang dikirim Kaisar menyusup ke Linzhou malam itu. Mereka menemui Qianru secara diam-diam. Pemimpin mereka, seorang wanita pendekar bernama Rui Lan, berkata:
“Kami diperintahkan melindungimu, dan membawa pulang bukti kejahatan Gu Yong’an. Tapi jika kau masih kuat, maka mari kita habisi musuh di tempat ini sebelum dia sampai perbatasan.”
Qianru tersenyum—senyum blak-blakan yang telah menjadi ciri khasnya.
“Aku tidak akan pulang sebelum menyelesaikan apa yang sudah kumulai. Bawa aku ke gudang senjata mereka. Kita akan bakar Linzhou dari akarnya.”
Qianru, yang dulu hanyalah selir tak dianggap, kini menjadi ujung tombak dari perang rahasia kerajaan. Saat malam berganti pagi, Linzhou akan menjadi saksi lahirnya pahlawan istana—yang tak pernah ditulis dalam sejarah… tapi mengubah segalanya.
Bersambung