Adinda Khairunnisa gadis cantik yang ceria, yang tinggal hanya berdua dengan sang ayah, saat melahirkan Adinda sang bunda pendarahan hebat, dan tidak mampu bertahan, dia kembali kepada sang khaliq, tanpa bisa melihat putri cantiknya.
Semenjak Bundanya tiada, Adinda di besarkan seorang diri oleh sang ayah, ayahnya tidak ingin lagi menikah, katanya hanya ingin berkumpul di alam sana bersama bundanya nanti.
Saat ulang tahun Adinda yang ke 17th dan bertepatan dengan kelulusan Adinda, ayahnya ikut menyusul sang bunda, membuat dunia Adinda hancur saat itu juga.
Yang makin membuat Adinda hancur, sahabat yang sangat dia sayangi dari kecil tega menikung Adinda dari belakang, dia berselingkuh dengan kekasih Adinda.
Sejak saat itu Adinda menjadi gadis yang pendiam dan tidak terlalu percaya sama orang.
Bagaimana kisahnya, yukkk.. baca kisah selanjutnya, jangan lupa kasih like komen dan vote ya, klau kasih bintang jangan satu dua ya, kasih bintang lima, biar ratingnya bagus😁🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
"Nah, udah cantik, udah wangi, sekarang tinggal sarapan, mau sarapan apa? mau roti apa mau bubur?" tanya Lusi dengan telaten meyani Adinda, itu semua di lihat oleh keluarga Aldo, sebegitu besar cinta Lusi kepada sahabatnya itu.
"Apa aja lah, mau bubur atau roti terserah, asal jangan racun aja yang kamu kasih." kekeh Adinda.
Tuk....
"Aiss... Sakit tau, ini namanya penganiayaan sama orang sakit." cibik Adinda mengelus bahunya yang habis di pukul pakai sendok oleh Lusi.
"Makanya ngomong tuh di saring." ketus Lusi.
"Iya iya, maaf kanjeng ratu." ujar Adinda menangkup dua tangannya di dada dan menundukan kepalanya.
"Ck, sudah ini makan." Lusi menyuapi Adinda dengan bubur ayam dengan telaten.
"Minum obat, abis itu tidur, biar cepat sembuh." ujar Lusi mengambilkan obat dan memberikan ketangan Adinda.
"Baru bangun, kenapa di suruh tidur lagi sih." dumel Adinda dengan bibir di majuin, membuat wajahnya makin imut.
"Astaga, menggemaskan sekali." gumam Aldo dalam hati, tak henti hentinya dia dari tadi menatap ke dua gadis cantik itu.
"Ya ampun pah, apa boleh kita bawa pulang." ujar mama Aldo menatap ke dua gadis cantik yang sedang berdebat itu.
"Hayu lah ma, mau di jadiin anak atau menantu mah, papa senang senang aja, kita ngak punya anak gadis, ini sekali dapat lansung gede ma, tapi tetap menggemaskan." ujar papa Aldo yang juga sudah jatuh hati kepada Lusi dan Adinda, entah mendengar kisah sedih ke dua gadis cantik itu, entah karena apa, tapi di hati papa Aldo, sudah ada rasa ingin melindungi ke dua gadis cantik itu.
Ceklek...
Pintu kamar rawat itu terbuka dari luar, masuklah, Sita dan Rini membawa paper back di tangan mereka masing masing.
"Assalamualaikum...." ucap salam dari ke dua gadis cantik itu.
"Wa'alaikum salam...." balas orang orang yang ada di dalam sana.
"Kamu sudah sadar Din?" tampak wajah senang Rini dan Sita.
"Sudah dong, wonder woman!" kekeh Adinda.
"Ck, jangan kaya gitu lagi ya, kamu bikin kita jantungan tau ngak." kesal Rini.
"Iya, lihat lah, wajah cantik kamu jadi kaya gini." omel Sita.
"Eehhh, tapi aku mau cari guru yang lebih bagus lagi di sini." kesal Adinda.
"What.... Jangan ngadi ngadi Din!" pekik mereka serempak.
"Ck, kalian ini, kenapa hobi banget teriak teriak kaya gitu, budek ini kuping." cibik Adinda.
"Kamu yang bikin orang ngegas." sewot Rini.
"Ck, pengen cari guru aja, kalian kenapa sampai se histeris itu." kesal Adinda.
"Apa kamu berniat buat berantem lagi huu..." kesal Sita.
"Ya, gimana ya, kesal aja gitu, masa aku sampai terkapar di rumah sakit kek gini, kan malu maluin tau ngak, harusnya mereka yang tidur di sini, bukan aku." kesal Adinda.
Aldo lansung melotot tidak percaya dengan ucapan Adinda itu, rupanya gadis itu juga ada jiwa pendendamnya, dan satu lagi, apa katanya, ngak terima dia kalah, padahal klau di pikir pikir, yang lebih babak belur para preman itu di tangannya, entah preman itu sekarang lagi di rumah sakit atau di tukang urut patah tulang sekarang, gara gara kemaren tangan dan kaki preman itu di patahkan oleh Adinda.
"Kamu yakin kamu kalah dek, bukannya preman itu sudah kamu patahkan tangan dan kakinya, enah sekarang dia ada di rumah sakit yang sama dengan kita hari ini, atau di tukang urut patah tulang, yang kamu patahkan bukan satu dek, bahkan lebih dari sepuluh, apa itu kamu masih merasa kalah?" tanya Aldo tidak habis pikir.
Haaa.....
Yang lain hanya bisa melongo mendengar ucapan Aldo, karena mereka memang belum tau cerita sebenarnya.
"Serius sebanyak itu! kok bisa." pekik Sita.
Hufff.... Aldo membuang nafas beratnya.
"Aku pengen ngak percaya juga, tapi aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, tangan kecil itu, dengan mudahnya mematahkan tangan dan kaki para preman yang badan badan besar itu, andai aku bisa memvidiokan kemaren, sudah aku vidiokan." ujar Aldo mendesah pelan.
"Kamu mempraktekan ajaran Ayah Din." kekeh Lusi, yang tau bagaimana ayah Adinda melatih sang anak sampai ampun ampunan, dan hasilnya sekarang di praktekan oleh Adinda.
"Hmmm.... Pengen tau aja sih, seberapa kuat ilmu yang ayah berikan, dan apa benar ajaran ayah itu bisa mematahkan orang orang, ternyata trik ayah manjur juga, walau aku ngak kalah babak belur juga, tapi untuk satu banding sepuluh, dengan badanku yang imut ini, ok lah." kekeh Adinda santai.
"Astaga, apa ayah juga memberi kamu makan besi atau beton juga Din, sampai sampai kamu bisa sekuat itu." tanya Sita polos.
Adinda hanya memutar mata malas, emang dirinya apaan, segala makan besi dan beton.
"Dahlah, kalian kuliah gih sana, aku mau istirahat, biar cepat pulang, bosan tau ngak di sini, makanannya ngak enak." keluh Adinda.
"Namanya juga rumah sakit, mana ada enak." sahut Rini.
"Nih Si, aku bawain baju ganti sama makan, kamu yakin ngak mau gantian?" tanya Rini, tadi sebelum ke sini, Rini sempat dapat pesan dari Lusi, klau dia yang menjaga Adinda, dia ngak mau bergantian.
"Iya, kalian kuliah aja, tolong izinin aku sama Adinda ya." sahut Lusi mantab.
"Di tinggal sendirian juga ngak apa apa kok aku, bisa kok, kalian pada kuliah aja, nanti pulang kuliah baru ke sini lagi." sela Adinda.
"Ngak ada, aku mau nungguin kamu!" tegas Lusi tak mau di bantah.
"Kalian kuliah aja, biar tante yang nungguin Adinda, nanti gantian pas kalian selesai kuliah, baru tante pulang." sahut istri Om Rio entah dari kapan sudah ada di sana.
"Ehhh... Tante, sudah dari tadi." kaget empat gadis itu.
"Dari si nakal itu minta di cariin guru lagi, tante sudah ada di sini sama om." kekeh Tante Mira.
Adinda hanya menunduk malu.
"Tante, benaran ngak pa apa, kita berangkat kuliah." Tanya Lusi tidak enak hati, gadis itu sudah berganti baju dan sarapan, soal buku, dia bisa minta tolong mang Jaja untuk mengantar ke kampus.
"Ngak pa apa sayang, kalian kuliah aja, biar tante yang jaga Adinda." ujar Tante Mira
"Ya udah, klau gitu kita kuliah dulu ya tan." sahut Lusi dia menyalami tante Mira bergantian, tak lupa orang tua Aldo.
"Kakak Ngak di salamin." ujar Aldo yang hanya di lewati oleh ke tiga cewek cantik itu.
"Males." sahut mereka serempak.
"Astaga, pamor kamu benar benar hancur sama gadis gadis ini ya Do, ngak ada tuh yang caper sama kamu, ngak ada lirikan mata menggoda." kekeh abang Aldo yang juga masih setia di sana.
"Kasian banget anak mama di kacangin." kekeh sang mama.
"Ck, dah lah, kalian ngeselin." rajuk Aldo dan memiringkan tubuhnya dan menutup mata, karena kesal di ledekin oleh keluarganya.
Yang lain hanya terkekeh melihat tingkah Aldo itu.
Bersambung....