Keilani Nassandra telah dijatuhi talak tiga oleh Galang Hardiyata, suaminya.
Galang masih mencintai Kei begitu juga sebaliknya, Kei pun masih mencintai Galang, teramat sangat mencintai lelaki yang sudah berkali-kali menyakiti hatinya itu.
Kei dan Galang berniat rujuk kembali, akan tetapi, Kei harus menikah terlebih dahulu dengan lelaki lain, setelah Kei dan lelaki lain itu bercerai barulah mereka bisa rujuk kembali.
Oleh sebab itu Galang meminta bantuan temannya di salah satu club eksklusif yang Galang Ikuti Hardhan Adipramana untuk bersedia menikahi Kei dan segera menceraikan Kei setelah mereka melewati malam pertama.
Bagaimana reaksi Galang begitu mengetahui Hardhan adalah Presdir dari beberapa perusahaan terbesar abad ini?
Mampukah Kei bertahan dengan sikap dingin dan arogan Hardhan?
Dan pada akhirnya ...
Ketika cinta harus memilih ...
Siapakah yang akan dipilih Kei?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nicegirl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mawar Merah
Hardhan mengayunkan langkahnya lebar-lebar, ingin segera mencari dan menemukan Kei. Bisa-bisanya wanita itu tidak membangunkannya dan jalan sendiri. Hardhan berpapasan dengan salah satu pelayannya.
"Di mana istriku?"
"Tadi saya lihat nona sedang di taman belakang tuan," jawab pelayan itu sambil menunduk
Hardhan langsung melangkahkan kakinya ke taman belakang rumahnya. Ia mencari-cari sosok Kei di taman itu tapi kosong, baru saja Hardhan akan kembali masuk ke dalam, ketika sayup-sayup terdengar suara langkah kaki di jalan setapak di samping rumahnya.
Hardhan membelok ke arah datangnya suara langkah kaki itu, dan melihat Kei sedang berdiri di bawah lengkung dekoratif, yang dirambati dengan aneka warna bunga mawar.
Mata Kei menyusuri lengkungan itu, sesekali jarinya menyentuh kelopak-kelopak mawar, lalu menunduk dan menghirup aroma bunga itu. Membuat perut Hardhan terasa mencelos, takut tangan Kei tertusuk durinya.
"Kau menyukai mawar?" tanya Hardhan membuat Kei tersentak kaget, dan langsung berdiri tegak, "Cantik tapi berduri," lanjutnya
Kei mengangkat bahu seolah tak gterpengaruh dengan penilaian Hardhan terhadap duri mawar, "Mawar memang berduri, tapi durinya bukan untuk melukai, tapi untuk melindungi diri. Dan yah aku menyukai mawar, meskipun berduri tajam, aku tetap terpukau oleh keindahannya."
Hardhan menghampiri Kei, dan berdiri menjulang tinggi di sampingnya, Kei merasa kecil jika bersebelahan dengan suaminya. Hardhan terlalu tinggi, puncak kepala Kei saja hanya sampai sepundaknya.
"Melindungi diri tapi melukai orang lain," kritik Hardhan.
"Aku menganggap mawar adalah contoh dari kehidupan. Jika kita tertusuk duri kehidupan, akankah kita lari dari masalah dengan menyerah dan memusnahkannya? Atau kita akan mencari jalan lain untuk melewati dan menghindari tusukan dari duri mawar ini? Dan pada akhirnya, jika kita memilih jalan bijak untuk melewatinya, membiarkan batang berduri itu terus tumbuh, kita akan menikmati hasilnya, yaitu kelopak bunga yang begitu indah dan harum. Tapi kalau kita menyerah dan memusnahkannya, kita tidak akan pernah bisa melihat keindahannya."
Kei diam sebentar, pikirannya menerawang ke masalah yang sedang ia hadapi, "Yah ... Hidup memang penuh lika liku, dan sesekali duri kehidupan akan menusuk kita, tapi keperihan itu tidak ada artinya dibanding keindahannya," bisiknya.
"Kau begitu melankolis sayangku. Nyatanya hidup tidak selalu berakhir dengan indah, banyak yang tetap tertusuk duri dan tidak melihat keindahannya sampai akhir hayatnya. Bahkan ada yang dengan naifnya, sudah merelakan dirinya untuk terus menerus tertusuk duri."
"Oh itu hanya opiniku saja. Kamu tidak perlu mendebatnya."
Hardhan terkekeh pelan, "Tidak pernah terbayangkan olehku sebelumnya, kalau aku akan berdebat tentang mawar dengan istriku, di taman rumahku."
Kei melirik Hardhan, "Kamu tidak menyukainya?"
"Hmmm sedikit."
"Sedikit apa? Suka atau tidak?" cecar Kei
"Sedikit suka, Sayangku. Nah sekarang biar aku pilih mawar yang pasti kau suka.
"Dengan gerak cepat Hardhan memetik setangkai mawar dan menyerahkannya ke Kei, "Mawar cantik untuk wanita cantik," rayunya.
Kei menyeringai lebar, "Darimana kamu tahu aku menyukai mawar merah?" tanya Kei sambil mengambil mawar itu dari tangan Hardhan, dan langsung mendekatkan kelopak mawar ke hidungnya untuk menghirup wanginya.
"Merah adalah warnamu."
"Sepertinya kamu tahu segalanya tentang aku, sementara aku tidak tahu apapun tentangmu," sungut Kei.
Hardhan kembali terkekeh pelan, "Apa yang ingin kau ketahui tentangku? Tanyakan saja."
Kei mengibas tangannya, "Nanti saja ... Masih banyak waktu."
"Nah sekarang, mau aku temani berkeliling kemana lagi?"
"Aku masih ingin mengagumi taman ini, aku selalu suka berada di tempat terbuka seperti ini." Kei menoleh ke arah kirinya, "Dan aku sangat menyukai rumah kaca itu itu," tunjuknya.
Kei diam sebentar sebelum melanjutkan sambil cemberut "Tapi pintunya terkunci."
"Kalau kau ingin masuk ke rumah kaca itu, lebih baik di malam hari, nanti setelah makan malam aku sendiri yang akan menemanimu ke sana."
"Kenapa harus malam hari?" tanya Kei penasaran.
"Kau akan melihatnya sendiri nanti."
Kei lanjut jalan dan Hardhan membuntutinya, "Tadi aku melihat tanaman hydroponic, apa Mama yang menanamnya sendiri atau tukang kebun?"
"Hydroponic semua hasil tangan dingin mama, di luar itu ... Seperti bunga mawar kesukaanmu itu, adalah hasil kreasi tukang kebun."
"Tadi aku berusaha menahan diri untuk tidak memetik sayur-sayuran itu untuk makan malam, sayuran itu tumbuh dengan bentuk dan warna yang sempurna, Mama benar-benar bertangan dingin. Sepertinya aku harus belajar banyak darinya."
"Mama pasti senang mendengarnya, kau tahu ... Itulah keinginan terbesarnya, memiliki seorang putri yang bisa menemaninya ke salon, arisan, belanja atau berkebun."
"Memangnya adikmu ke mana?" tanya Kei sambil lalu.
Karena tidak ada jawaban dari Hardhan, Kei menghentikan langkahnya dan langsung balik badan. Langkah suaminya juga terhenti, ada raut kesedihan di wajahnya.
"Hardhan ... "
"Adikku sudah meninggal, dia baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh belas saat itu."
Kei menghampiri Hardhan, meremas kedua tangannya, Kei menatap Hardhan dengan raut penyesalan di wajahnya
"Maaf aku tidak tahu. Tadi aku lihat foto keluargamu. Aku pikir dia ... Aku ... "
Hardhan menarik Kei ke dalam pelukannya, menepuk-nepuk punggung Kei, "Ssttt tidak masalah. Seperti katamu tadi, kau belum banyak mengenalku, dan aku belum sempat mengatakannya padamu."
"Tetap saja aku merasa tidak enak," bisik Kei lirih
"Sudah mulai gelap lebih baik kita masuk, kau sudah melihat area dapur?"
Kei menggeleng, Hardhan merangkul Kei, membawa kei masuk ke dalam rumah, dan memasuki area dapur, sekali lagi Kei di buat ternganga. Dapurnya besar sekali, terbagi menjadi tiga area, area makan, dapur kering dan dapur basah. Dengan pintu kaca yang mengarah ke kolam renang.
"Wow!" seru Kei kagum.
"Aku tahu kau pasti akan menyukainya."
"Yahh kau benar, apa aku boleh menggunakannya?" tanya Kei penuh harap
"Tentu saja sayang, kau istriku, kau boleh melakukan apa saja di rumah ini."
"Terima kasih," ucap Kei girang sambil berjinjit ingin mencium pipi Hardhan tapi tidak sampai, Hardhan menaikkan sebelah alisnya,
"Apa yang sedang kau lakukan?"
"Aku ingin mencium pipimu, tapi kamu terlalu tinggi," Kei memberengut.
Hardhan menyeringai lebar lalu menyentil kening Kei "Kenapa tidak bilang," ledeknya.
Hardhan menunduk, menyodorkan pipinya ke Kei yang langsung di cium Kei dengan cepat, "Sekali lagi terima kasih."
"Nah silahkan bereksplorasi," bisik Hardhan sambil mengecup ujung kepala Kei dan bergegas meninggalkannya di dapur.
"Kamu mau ke mana?"
"Mandi ... Kau mau ikut?"
Kei menggeleng cepat, "Tidak aku di sini saja."
Sambil menyeringai lebar, Hardhan menuju kamarnya. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya selama ini, dan ia belum tenang kalau ia belum menemukan jawabannya.
Hardhan mengeluarkan telpon genggamnya, dan menghubungi Alex, "Sudah ketemu?"
"Sudah, Boss."
"Segera lakukan tes DNA, saya ingin segera memastikan kalau pemiliknya adalah orang yang sama."
"Baik, Boss."
kesetiaan antar keluarga
ceritanya ngangenin walaupun sudah tau endingnya tapi masih semangat baca lagi