Jika kamu mau bermain api, berarti kamu harus siap untuk terbakar, karena jika api asmara sudah berkobar akan sulit untuk mematikannya.
Dan jika kamu berani untuk menyakiti, berarti harus siap untuk disakiti, ini bukan soal Karma, tapi itu hasil dari apa yang pernah kamu tanam.
Pertukaran pasangan adalah hal yang tidak wajar dilakukan, namun Embun Damara dan Arsenio Hernandes terpaksa melakukannya, karena desakan dari pasangan masing-masing.
Namun siapa sangka, yang awalnya mereka menentang keras dan merasa tersakiti, kini butir-butir cinta mulai bersemai dihati mereka masing-masing, walau masih ragu, tapi rasa sayang dan cinta diantara mereka mengalir begitu saja seiring berjalannya waktu. Padahal perjanjian mereka hanya bertukar pasangan selama satu bulan saja.
Akankah cinta mereka akan kekal sampai nanti, atau harus putus karena masa perjanjian sudah selesai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iska w, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28.Kepergok.
Ranjang yang empuk, selimut yang tebal dan AC yang dingin, seolah menambah kesempurnaan suasana bagi Arsenio dan Embun yang tidur sampai pagi. Bahkan saat sandi Apartement milik Arsenio berbunyipun dia masih berpikir bahwa itu tukang paket yang nyasar, padahal kalau dilogika tidak mungkin tukang paket tau nomor sandi pintu Apartement miliknya.
Namun saat terdengar suara teriakan seorang wanita yang melengking keras dikedua gendang telinga mereka, seketika mimpi yang indah, hancur sudah berganti dengan wajah murkanya seorang ibu yang melihat putranya memeluk seorang wanita dengan nyamannya bahkan sampai pagi.
"MAMA?"
Kedua mata Arsen langsung terbelalak dengan sempurna, hilang sudah rasa kantuk yang melanda jiwa.
"Hah, mama?"
Embunpun tak kalah terkejut dan malunya sudah tidak tertahan lagi, apalagi yang memergoki mereka adalah ibu yang melahirkan Arsen ke dunia ini.
"Astaga, kemana bajumu Arsen dan kamu--?"
Mama Arsen bahkan sampai terngaga karena melihat penampilan mereka berdua yang acak-acakan.
"Embun, rapikan dulu bajumu!" Arsen langsung berdiri menutupi tubuh Embun, dia memang berpakaian lengkap, tapi sudah acak-acakan karena ulah tangan Arsen.
"Ya ampun, maafkan aku."
Rasa-rasanya Embun ingin sekali kabur darisana, terbang melayang bersama butiran debu yang tertiup angin.
"Bersihkan tubuh kalian di kamar mandi, setelah itu temui Mama di ruang tamu, mengerti kalian!" Bahkan Mama Arsen langsung mengipasi wajahnya yang sudah memerah karena terkejut dia tidak menyangka jika putranya yang terkenal dingin dan acuh itu sudah berani mengajak wanitanya menginap di Apartement miliknya, bahkan hanya berdua saja.
"Iya Ma, ayo kita ke kamar mandi Embun." Ajak Arsen yang langsung diiyakan saja oleh Embun.
"Woi... begitu banyak kamar mandi di rumah ini, kenapa kalian harus pergi ke satu kamar mandi!" Mama Arsen seolah kembali dibuat naik darah saat melihat mereka berangkulan seolah tidak terpisahkan.
"Astaga, aku lupa, kamu dikamar mandi sini aja, aku ke kamar mandi luar." Karena terlalu panik, Arsen dan Embun tanpa sadar ingin memasuki kamar mandi dikamar Arsen itu secara bersamaan.
Suasana ruang tamu milik Arsen yang sebenarnya terlihat hangat dan nyaman dengan dekorasi yang sangat sejuk dipandang mata itu kini terlihat sangat mencekam.
Apalagi Embun, dia hanya bisa duduk diam dengan menundukkan kepalanya sambil menyatukan kedua tangannya dengan erat, untuk mempersiapkan jawaban dari segala pertanyaan dari Mama Arsen.
"Apa dia kekasih barumu Arsen?"
Setahu Mama Arsen, kekasih putranya saat ini masih Nevika, bahkan hubungan mereka terbilang awet, namun tidak ada angin, tidak ada hujan kenapa tiba-tiba sudah ganti pasangan saja pikirnya.
"Emm.. iya Ma." Arsen tidak mungkin bilang tidak, apalagi bilang kalau Embun hanya kekasihnya satu bulan, bisa ngamuk besar nanti Mamanya dan untuk yang lainnya pikir belakangan saja nanti.
"Sejak kapan kalian berdua berhubungan?" Suasana ruangan itu bahkan sudah mirip dengan ruang sidang, apalagi wajah Mama Arsen terlihat sulit dijelaskan.
"Hampir satu bulan Ma." Jawab Arsen dengan jujur.
"APA? Belum ada satu bulan tapi kalian sudah---?" Dan hal itu semakin membuat Mama Arsen mengusap dadanya sendiri.
"Maafkan saya Tante, perkenalkan nama saya Embun, tapi kami tidak melakukan hal diluar batasan Tante, sungguh." Dan saat itulah Embun ingin sekali menjelaskan tentang apa yang sudah terjadi.
"Siapa nama kamu tadi?" Tanya Mama Arsen yang langaung memperhatikan wajah Embun dari atas sampai kebawah.
"Saya Embun Damara Tante, saya dengan Arsen rekan satu Kantor juga." Embun langsung memperkenalkan diri dengan penuh.
"Jadi yang benar yang mana ini, kalian pacaran atau cuma rekan saja?" Mama Arsen langsung berdiri dan berjalan mengitari tempat duduk mereka berdua.
"Pacaran Ma." Jawab Arsen kembali, karena memang hubungan mereka pacaran saat ini.
"Apa kalian berdua sudah serius?"
Bahkan suara ketukan dari sepatu milik Mama Arsen dilantai seolah semakin mendebarkan hati Embun.
"Emm.. itu, anu Ma." Arsen masih belum menyiapkan jawaban untuk itu jadi dia masih ragu.
"Itu anu apa? yang jelas kalau ngomong?" Teriak Mama Arsen yang gemas sendiri jadinya.
"Kami belum membicarakan sampai ke tahap itu Ma." Arsen mencoba membujuk Mamanya dengan suara perlahan.
"Kalau belum serius kenapa sudah tidur bersama, apa kalian mau nimbun dosa? lalu kalau nanti wanitamu ini hamil bagaimana? sedangkan kalian belum Sah menjadi suami istri!" Sebagai orang tua, sudah pasti dia akan merasa khawatir tentang hal itu.
"Kenapa sampai bisa hamil Tante?" Tanya Embun dengan wajah keheranan.
"Bukannya kalian sudah tidur berdua?" Cecar Mama Arsen kembali.
"Kami cuma tidur aja Ma?" Arsen mengusap lengan Mamanya, kalau sudah menghadapi kaum wanita, Arsen selalu terlihat lemah.
"Jangan membohongi orang tua, Embun apa yang dilakukan oleh Arsen tadi malam, katakan dengan jujur atau kamu akan menyesal." Mama Arsen langsung berpindah menginterogasi Embun.
"Hah.. emm.. Arsen hanya mencium saya dan cuma Nen aja kok Tante." Jawab Embun dengan kalimat yang terdengar sangat jujur sekali.
"Embun, yang kedua nggak usah diomongin." Arsen langsung menepuk keningnya sendiri, orang secerdas Embun kenapa tiba-tiba bisa sepolos Embun pagi yang bening tanpa kotoran sesikitpun pikirnya.
"Kamu sih, kenapa maksa minta Nen terus?" Embun malah berganti menyalahkan Arsen sebagai pelaku utamanya.
Prok
Prok
Prok
"Wahaha... sungguh calon ibu yang bijak, belum apa-apa kamu sudah belajar memberikan Asi ya nak?" Mama Arsen langsung mengangkat kedua tangannya dan menepuknya di udara, dia benar-benar dibuat takjub oleh kejujuran Embun
"Maaf Tante, tolong maafkan saya." Embun kembali menundukkan kepalanya, walau enak juga kalau begini endingnya diapun merasa sangat menyesal, entah apa yang ada dipikiran Mama Arsen tentang dirinya.
"Bukan begitu Ma!" Arsen seolah sudah kehabisan alasan kali ini, menghadapi Mamanya yang jeli dalam segala hal memang selalu membuat kepalanya pusing tujuh keliling.
"Sudahlah kalian berdua harus menanggung resikonya nanti." Celetuk Mama Arsen yang seolah sudah menyelesaikan interogasinya, karena hari sudah mulai siang, dia hanya bermaksud mampir untuk membelikan bahan makanan, cemilan dan membuatkan sarapan saja tadi.
"Tapi Ma?"
"Nggak ada tapi-tapian, tidurlah kalau kalian masih capek, tadi malam kalian pasti bergadangkan?" Jawab Mama Arsen yang memilih bangkit dari sana.
"Tidak Tante." Embun kembali dibuat segan.
"Bohong, Mama juga pernah muda, tapi tidak segila kalian!" Celetuk Mama Arsen sambil tersenyum miring kearah mereka berdua.
"Ya sudahlah, kita lanjut tidur yuk Embun, aku masih ngantuk." Dan Arsen dengan santainya mengulurkan tangan kearah Rmbun untuk mengajaknya tidur.
"Nggak mau!" Namun Embun langaung menepiskan, dia tidak habis pikir kenapa Arsen bisa sesantai itu, padahal masalah berat sudah pasti akan menghadang kisah mereka kedepannya.
"Kenapa nggak mau?" Arsen sebenarnya masih belum puas tidur berdua bersama Embun.
"Yang benar saja kamu, Mama kamu datang pagi-pagi mau buatin kamu sarapan, tapi malah ditinggal tidur, aku mau bantuin Mama kamu masak di Dapur saja." Jawab Embun aambil menghela nafas beratnya, ternyata disini dia baru paham, kenapa dulu Ibunya selalu mengajarkan dia untuk bisa memasak.
"Yakin? kamu nggak takut?" Ledek Arsen sambil menoel dagu lincip milik Embun.
"Sedikit sih, tapi ya sudahlah." Dia menaikkan kedua bahunya, mau tidak mau, berani atau tidak dia harus bisa menghadapi hal ini karena ini adalah konsekwensinya.
"Okey, kamu memang terbaik Embun." Arsen kembali dibuat terpesona oleh sikap Embun yang dewasa.
Andai dia kepergok tidur bersama dengan Nevika, pasti akan lain ceritanya, apalagi sikapnya dalam menghadapi Mamanya yang sering terkadang diluar nalar itu, tapi dengan Embun dia merasa sedikit lega, karena dia percaya Embun pasti bisa.
Walau sebenarnya rasa takut dan rasa malu masih mendominasi, namun Embun tetap memberanikan diri untuk menemui Mama Arsen di Dapur.
"Permisi Tante, boleh saya bantu masak?" Sapa Embun dengan suara lembutnya.
"Kamu bisa masak?" Tanya Mama Arsen yang langsung meliriknya dengan tatapan ragu, karena anak muda jaman sekarang biasanya tidak mau ribet dalam hal Dapur.
"Sedikit Tante." Embun tetap bersikap rendah hati seperti biasanya, dia tidak pernah mau menyombongkan diri dengan apa yang ada dalam dirinya.
"Nanti kuku kamu bisa rusak kalau masak?" Ledek Mama Arsen dengan senyum yang semakin membuat tangan Embun berkeringat karena deg-degan.
"Nggak tante, kuku saya pendek, nggak suka yang panjang-panjang, soalnya susah buat kerja nanti."Jawab Embun yang memang merasakan hal itu.
"Owh ya? kalau begitu coba masakin menu kesukaan Arsen, kamu tahu?" Tantang Mama Arsen, dia ingin tahu seberapa kemampuan Embun dalam hal Dapur.
"Maaf, saya belum tahu Tante, soalnya kalau saya masak apapun untuknya, Arsen selalu bilang suka." Embun tidak pernah mau cari perhatian dengan menanyakan ini itu agar di puji oleh Arsen, hampir satu bulan ini dia melakukan hal seperti biasanya saja tanpa ada yang dibuat-buat, apalagi mengingat hubungan mereja hanya satu bulan saja.
"Apa? kamu sudah sering masak untuk Arsen?" Dan hal itu malah membuat Mama Arsen kaget.
"Setiap hari Ma, Embun selalu membuatkan sarapan untukku dan dia bawa ke Kantor, kalau aku main ke Rumahnya juga sering dia masakin." Arsen langsung menyahutnya dari belakang dan mendekat kearah Embun.
"Owh ya?" Mama Embun dibuat semakin penasaran, tentang kepribadian Embun.
"Dan masakan Embun, enak kayak masakan Mama." Wajah Arsen terlihat sumringah, karena tidak ada kebohongan yang harus dia sembunyikan.
"Tidak Tante, Arsen terlalu berlebihan, saya hanya masak seadanya saja." Jawab Embun dengan wajah malu-malu.
"Baguslah, yang penting Arsen suka, daripada wanitanya yang dulu, yang bisanya cuma ngabisin duit Arsen dan manja-manjaan doang ya kan?" Celetuk Mama Arsen yang langsung menyindir tentang Nevika, sebenarnya dia memang kurang suka dengan sikap Nevika, tapi sebagai seorang Ibu, dia tidak pernah mau mempersulit pilihan putranya, asalkan dia bahagia itu sudah cukup pikirnya.
"Hah, maksudnya gimana Tante?" Embun belum sepenuhnya paham.
"Sudahlah, coba kamu masak untuk sarapan kita bertiga, Mama mau beresin rumah Arsen." Ucap Mama Arsen yang memilih melenggang pergi.
"Baik Tante."
Tidak butuh waktu yang terlalu lama, Embun sudah berhasil membuat meja makan Arsen dipenuhi berbagai makanan disana, bahkan wangi masakan Embun benar-benar menggugah selera.
"Tante, Arsen, sarapannya sudah siap, silahkan sarapan, maaf jika nanti rasanya kurang berkenan." Setelah semua siap terhidang, Embun menemui Arsen dan Mamanya yang mengobrol diruang tamu.
"Wow, seperti biasa, masakan kamu akan menjadi favoritku Embun." Arsen langsung menarik kursi dan membuka piring untuknya, dia sudah tidak sabar untuk menyantap hidangan dihadapannya.
"Bagaimana Tante, apa ada yang kurang dari masakan saya?" Tanya Embun saat Satu suapan sudah berhasil mendarat dilidah Mama Arsen.
"Emm... nanti malam kalian berdua datang ke Rumah, temui Papa."
Duar!
Dan jawaban Mama Arsen diluar ekspetasi mereka.
"Uhuk.. uhuk.. kenapa nanti malam Ma?" Arsen langsung tersedak, dia tidak menyangka Mamanya akan bertindak secepat itu.
"Nggak usah protes, berani berbuat harus berani bertanggung jawab." Ucap Mama Arsen yang seolah tidak bisa lagi dibantah.
"Tapi Ma?"
"DIAM DAN LANJUT MAKAN!" Teriak Mama Arsen sambil melotot, seolah hal ini sudah menjadi keputusan yang mutlak bagi mereka.
Kalau hanya soal masak memasak saja, bukan perkara yang sulit bagi Embun, karena setiap hari dia selalu memasak, soal rasa bisa diadu, karena resep masakan ibunya sudah dia kuasai semua, namun untuk datang dan menghadapi Ayah Arsen itulah hal yang begitu mendebarkan.
Apalagi jika sampai orang tuanya tahu, kalau semua ini terjadi karena mereka berdua kepergok tidur berduaan sampai pagi.
..."*Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu lain terbuka; tetapi sering kita melihat terlalu lama pada pintu yang tertutup yang membuat kita tidak melihat pintu lainnya yang sudah terbuka untuk kita." - Hellen Keller*...