NovelToon NovelToon
Pernikahan Balas Dendam

Pernikahan Balas Dendam

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:282
Nilai: 5
Nama Author: arinnjay

Seorang wanita cantik dan tangguh bernama Arumi Pratama putri tunggal dari keluarga Pratama.
Namun naas suatu kejadian yang tak pernah Arumi bayangkan, ia dituduh telah membunuh seorang wanita cantik dan kuat bernama Rose Dirgantara, adik dari Damian Dirgantara, sehingga Damian memiliki dendam kepada Arumi yang tega membunuh adik nya. Ia menikah dengan Arumi untuk membalas dendam kepada Arumi, tetapi pernikahan yang Arumi jalani bagaikan neraka, bagaimana tidak? Damian menyiksanya, menjadikan ia seperti pembantu, dan mencaci maki dirinya. Tapi seiring berjalannya waktu ia mulai jatuh cinta kepada Damian, akankah kebenaran terungkap bahwa Arumi bukan pelaku sebenarnya dan Damian akan mencintai dirinya atau pernikahan mereka berakhir?
Ikutin terus ceritanya yaa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arinnjay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 : Cinta Dalam Tiap Detik

Pagi yang cerah menyambut keluarga kecil Damian dan Arumi. Sinar matahari menembus tirai jendela, memantul hangat ke dalam kamar mereka yang berwarna putih bersih dengan sedikit sentuhan warna pastel. Arumi terbangun lebih dulu, bukan karena mual seperti biasanya, melainkan karena bayi dalam perutnya bergerak sedikit, membuat perutnya seperti ‘dikelitikin’ dari dalam.

Dia tersenyum kecil sambil mengelus perutnya yang mulai membulat. “Pagi, sayang… kamu lagi main ya?” bisiknya pelan.

Damian masih terlelap di sampingnya, dengan satu tangan melingkar di pinggang Arumi, seperti tidak rela melepas istrinya walau hanya untuk ke kamar mandi. Arumi membalik badan, menatap wajah suaminya yang terlihat sangat damai saat tidur. Rambutnya sedikit berantakan, namun tetap memancarkan kharismanya sebagai seorang pria dewasa yang bertanggung jawab.

Tak lama kemudian, Damian menggeliat pelan, membuka matanya dan tersenyum saat menemukan wajah Arumi begitu dekat.

“Pagi, cantikku…,” gumamnya dengan suara serak bangun tidur yang malah terdengar makin seksi di telinga Arumi.

“Pagi juga, daddy ganteng...,” balas Arumi sambil mencubit hidung suaminya pelan.

Damian mengangkat tubuhnya sedikit, lalu membungkuk dan mencium perut Arumi.

“Selamat pagi juga untuk baby… hari ini kita mau jalan-jalan ya?”

Arumi mengangkat alis. “Jalan-jalan? Ke mana?”

“Rahasia dong. Pokoknya hari ini kamu harus nurut sama aku. Aku mau kita punya waktu seru berdua. Eh, bertiga sih sekarang.” Damian terkekeh sambil menatap perut Arumi.

“Hmm... baiklah, asal jangan ajak aku ke tempat ekstrem, ya. Aku hamil, ingat?”

“Tenang aja, sayang. Hari ini full manja-manjaan. Siap-siap dulu gih, aku mau masak sarapan spesial buat kamu,” kata Damian, langsung bangkit dan mengenakan kaus sebelum turun ke dapur.

Arumi hanya bisa tersenyum manis melihat antusias suaminya. Hamil bukan alasan untuk tidak menikmati cinta, malah sekarang dia merasa cintanya dengan Damian makin kuat, makin dalam, dan makin nyata.

---

Di dapur, Damian sibuk membuatkan sarapan spesial: omelet isi keju dan bayam, roti panggang, dan jus jeruk segar. Ia mengenakan apron berwarna hitam bertuliskan “Chef of Her Heart” yang dulu diberikan Arumi sebagai hadiah ulang tahun.

“Masakannya harus sempurna. Ini buat dua cinta hatiku,” gumamnya sambil fokus mengiris bahan.

Sementara itu, Arumi turun perlahan ke dapur dengan mengenakan daster bermotif bunga. Rambutnya dikuncir sederhana, tapi justru terlihat makin manis. Damian yang mendengar langkah kakinya langsung menoleh dan bersiul pelan.

“Waduh, istriku tambah glowing ya sekarang. Hamil bikin kamu makin cantik atau aku yang makin jatuh cinta?”

Arumi menahan tawa. “Dua-duanya, mungkin.”

Mereka sarapan bersama di balkon belakang rumah. Angin sepoi-sepoi, aroma makanan, dan kicauan burung jadi latar yang sempurna untuk pagi yang damai itu. Saling menyuapi, saling tertawa, dan sesekali Damian mencium tangan Arumi penuh sayang.

“Gimana rasanya jadi ratu dalam rumah ini?” tanya Damian.

“Rasanya kayak mimpi. Tapi kalau ini mimpi, aku gak mau bangun deh.”

Damian mencubit pipi Arumi pelan. “Ini bukan mimpi, ini kenyataan. Dan aku janji bakal bikin kamu bahagia tiap detik.”

---

Setelah sarapan dan bersiap-siap, Damian membawa Arumi ke mobil. Ia membuka pintu seperti biasa—selalu gentleman, selalu manis.

“Serius nih, aku masih gak tahu mau diajak ke mana?” tanya Arumi sambil duduk di kursi penumpang.

“Udah bilang tadi, rahasia. Tapi kamu bakal suka, janji,” jawab Damian sambil tersenyum misterius.

Setelah perjalanan sekitar satu jam, mereka sampai di sebuah villa mungil di pinggir danau. Udara sejuk, suasana tenang, dan pepohonan rindang mengelilingi tempat itu. Damian membimbing Arumi turun dari mobil dan menunjuk ke arah sebuah ayunan rotan yang menggantung di bawah pohon besar.

“Tempat ini aku beli diam-diam, aku pengin punya tempat khusus buat kita… tempat yang tenang, jauh dari drama, hanya ada cinta.”

Arumi memandangi villa kecil itu dengan mata berkaca-kaca. “Mas... kamu serius?”

Damian mengangguk. “Aku bangun semua ini buat kamu dan anak kita. Tempat kita istirahat, tempat kita sembuh, tempat kita bahagia tanpa gangguan siapa pun.”

Arumi langsung memeluk Damian erat, air matanya jatuh satu per satu. “Aku gak nyangka bisa dicintai sedalam ini…”

Damian membalas pelukan itu erat. “Dan aku gak nyangka bisa jatuh cinta sedalam ini sama kamu. Dulu niatku cuma balas dendam, tapi kamu bawa aku ke arah yang gak pernah aku bayangkan…”

---

Mereka habiskan hari itu dengan piknik kecil di pinggir danau, makan siang dari bekal yang sudah disiapkan Damian, main kartu sambil duduk di teras, bahkan sempat menonton film bareng dari proyektor yang sudah disiapkan Damian di dalam villa.

Saat malam tiba, Damian menyalakan lilin-lilin kecil di sepanjang jalan kecil menuju danau. Di ujung jalan, ada meja makan kecil dengan dua kursi dan bunga-bunga di atasnya.

“Dinner romantis ala-ala, mau?” tawarnya.

“Duh, mas Damian bisa-bisanya bikin aku jatuh cinta terus tiap hari,” goda Arumi.

Mereka makan malam ditemani bintang-bintang di atas langit, musik pelan dari speaker kecil, dan canda tawa yang tak henti-henti.

Damian mengangkat gelas jusnya dan berkata, “Untuk keluarga kecil kita. Untuk cinta yang makin hari makin besar. Dan untuk masa depan yang akan kita lewati bareng-bareng.”

Arumi mengangkat gelasnya juga. “Untuk kamu yang selalu jadi rumah buat aku. Dan untuk anak kita, semoga dia bisa tumbuh di tengah cinta yang luar biasa.”

Mereka bersulang, menatap mata satu sama lain, dan tahu bahwa tak ada tempat yang lebih indah daripada di sisi orang yang benar-benar mencintai kita.

---

Beberapa minggu kemudian…

Kehamilan Arumi memasuki usia empat bulan. Kandungannya makin besar, dan ia makin manja. Damian, di sisi lain, makin protektif. Bahkan untuk hal kecil seperti mengambil gelas, Damian tak pernah membiarkan Arumi melakukannya sendiri.

“Mas, aku masih bisa ambil air sendiri kok.”

“Gak boleh. Kamu itu lagi bawa calon presiden masa depan,” jawab Damian sambil menyerahkan segelas air.

Hari-hari mereka diisi dengan kursus persiapan jadi orang tua, belanja perlengkapan bayi, sampai iseng-iseng nyiapin nama-nama bayi.

“Kalau perempuan namanya Aileen, kalau laki-laki namanya Alvaro. Gimana?” tanya Arumi.

Damian berpikir. “Boleh juga. Tapi aku tetap suka nama Arsha buat anak laki-laki.”

“Hmm, jadi siapa yang menang nih?” Arumi melipat tangan di dada.

Damian langsung memeluk Arumi dari belakang. “Yang menang tetap kamu. Karena kamu pemilik hatiku.”

Arumi terkikik. “Gombal lagi.”

“Gombal tapi manjur.”

---

Di malam hari, mereka biasa duduk berdua di balkon rumah. Damian suka nyender di bahu Arumi, dan Arumi suka mengelus rambut Damian sambil cerita hal-hal kecil.

“Mas, nanti kamu janji ya, tetap kayak gini. Tetap perhatian, tetap sabar, tetap cinta.”

Damian mencium tangan Arumi. “Aku janji. Tapi kamu juga harus janji… jangan pernah pergi dari aku, dalam bentuk apa pun.”

Arumi mengangguk pelan. “Aku gak akan pergi. Kita udah terlalu jauh untuk kembali ke masa lalu.”

Mereka berpelukan dalam diam, hanya suara jangkrik malam dan detak jantung yang saling mengiringi.

Cinta itu tak harus penuh drama. Kadang, cinta yang paling dalam justru ada dalam tawa, pelukan hangat, dan sikap sederhana sehari-hari. Arumi dan Damian tahu itu.

Dan kini, mereka sudah tidak lagi hidup dalam balas dendam… mereka hidup dalam balasan cinta yang tak ada habisnya.

***

Beberapa hari setelah kunjungan mereka ke villa di tepi danau, Damian mulai menunjukkan sisi barunya: suami super aktif nan cerewet. Tapi cerewetnya bukan karena rewel, lebih ke "cinta buta" terhadap sang istri hamil. Setiap kali Arumi mau berdiri dari sofa aja, Damian udah panik duluan.

“Mas! Aku cuma mau ambil charger, bukan manjat pohon kelapa,” keluh Arumi sambil ngakak.

“Ya siapa tau kamu terpeleset terus jadi ninja gitu kan... bisa bahaya buat kamu dan si baby,” sahut Damian dengan ekspresi serius tapi kocak.

Damian juga mulai rajin ikut kelas yoga ibu hamil bersama Arumi. Awalnya dia canggung banget ikut posisi duduk bersila sambil tarik napas panjang.

“Mas Damian, tolong relaks... jangan tegang begitu, nanti malah keram,” ucap instruktur yoga.

Damian nyengir. “Saya takut ketiduran Bu, ini beneran bikin ngantuk parah.”

Arumi ketawa geli, melihat suaminya yang biasanya serius kerja sekarang malah struggling dengan pose “kupu-kupu”.

Tapi momen-momen lucu itu yang bikin Arumi makin yakin, Damian bukan cuma pasangan hidupnya, tapi juga sahabat sejiwa yang siap ikut dalam setiap fase kehidupannya, meski harus malu-maluin bareng.

---

Suatu sore, Damian tiba-tiba membawa pulang satu kardus besar. Arumi yang sedang duduk santai di sofa langsung menyambut dengan rasa penasaran.

“Mas beli apa lagi tuh? Jangan bilang itu makanan bayi... kita aja belum tahu gendernya,” ujar Arumi sambil mengangkat alis.

Damian meletakkan kardusnya di atas meja.

“Buka sendiri deh.”

Dengan rasa penasaran level 100, Arumi membuka kardus itu perlahan. Matanya langsung melebar saat melihat isinya: satu set alat melukis—kanvas besar, cat warna-warni, kuas berbagai ukuran, dan apron khusus ibu hamil.

“Mas... ini buat aku?”

Damian mengangguk. “Aku lihat kamu sering ngelamun sambil coret-coret buku. Kupikir kamu butuh pelampiasan stress. Melukis, ekspresiin semua isi hatimu. Aku pengen kamu bahagia.”

Arumi benar-benar terharu. Air matanya meleleh lagi—bukan karena hormon, tapi karena disayang segitunya.

“Mas... kamu tahu gak, kamu itu hadiah paling indah dalam hidup aku,” ucap Arumi sambil memeluk Damian erat.

“Kalo gitu, tolong jaga aku baik-baik ya, soalnya aku juga pengen jadi hadiah terbaik buat kamu dan baby,” jawab Damian, membalas pelukan dengan kehangatan.

---

Beberapa minggu kemudian…

Damian merancang acara kecil di rumah: baby gender reveal versi sederhana tapi manis. Mereka hanya mengundang orang terdekat—Mbok Susi, sahabat Arumi, dan beberapa kolega Damian yang sudah seperti keluarga sendiri.

Arumi mengenakan gaun putih longgar yang anggun, sementara Damian tampil rapi dengan kemeja biru muda. Di halaman belakang, sudah tersedia balon besar berisi confetti, kue mungil, dan tulisan “Girl or Boy?” di dinding yang didekor lucu.

Setelah hitungan mundur, Damian dan Arumi bersama-sama memecahkan balon tersebut… boom!

Confetti warna biru melayang di udara, membuat semua orang bersorak.

“It’s a boyyy!!” teriak semua orang bersamaan.

Arumi terharu banget, langsung menangis bahagia di pelukan Damian. Ia tidak menyangka hidup yang dulu penuh luka kini berubah menjadi kebahagiaan murni.

“Mas, anak kita cowok!” serunya.

“Iya sayang, calon pelindung mama-nya ini,” ucap Damian bangga.

Malam itu penuh tawa, pelukan, dan cinta. Mbok Susi sampai nangis haru, karena menyaksikan dua orang yang dulu saling benci, kini berubah jadi keluarga paling harmonis yang pernah ia lihat.

---

Setelah acara selesai dan tamu pulang, Arumi dan Damian duduk di kamar bayi yang masih kosong, membayangkan masa depan.

“Mas... nanti anak kita kira-kira mirip siapa ya?” tanya Arumi sambil menyender di bahu Damian.

“Kalau mirip kamu, dia pasti lembut, penyayang, dan cerdas. Kalau mirip aku, ya... ya semoga dia gak cerewet aja,” Damian tertawa pelan.

Arumi mencubit lengan suaminya. “Cerewet kamu itu yang aku kangenin tiap hari.”

Damian menatap Arumi, lalu mencium pelan dahinya.

“Terima kasih udah bertahan sejauh ini. Dengan semua luka, semua trauma... kamu masih mau percaya dan jatuh cinta lagi. Aku gak akan pernah sia-siain itu.”

“Dan aku juga gak akan pernah menyesal mencintai kamu, mas. Kamu orang terbaik yang pernah datang di hidup aku... setelah baby kita nanti tentunya,” balas Arumi dengan senyum penuh cinta.

Mereka berpelukan lama, membiarkan waktu berhenti sejenak dalam dekapan rasa aman satu sama lain.

---

Beberapa bulan kemudian…

Arumi masuk trimester akhir. Perutnya sudah besar, tapi wajahnya masih tetap bersinar, apalagi saat Damian sering memanggilnya “mama cantik”.

“Mas, aku pengen es krim rasa stroberi campur krim keju... sama kue mangga yang di toko Jepang itu,” ucap Arumi di suatu malam pukul 11.

Damian yang lagi rebahan langsung bangkit. “Baik bu! Titipan ibu hamil adalah hukum negara!” katanya semangat.

Arumi ngakak. “Serius, mas? Gak ngantuk?”

“Demi kamu dan baby? Lapar jam 3 pagi pun aku siap jadi driver.”

Satu jam kemudian, Damian kembali sambil membawa semua permintaan Arumi. Ia bahkan sempat beli boneka beruang kecil karena katanya “baby juga harus ikutan ngemil”.

---

Sore harinya, Damian mengajak Arumi jalan santai di taman. Di tengah jalan, Arumi tiba-tiba berhenti.

“Mas... dia nendang!” ucapnya excited.

Damian langsung jongkok dan menempelkan telinganya ke perut Arumi.

“Eh, halo Nak... daddy di sini... kamu denger gak?”

Tiba-tiba perut Arumi menendang lagi. Damian refleks tertawa dan matanya berkaca-kaca.

“Dia jawab, Arumi... dia jawab!” ucapnya penuh haru.

Arumi mengusap rambut Damian. “Dia tahu kamu ayah terbaik yang bisa dia punya.”

Damian berdiri dan memeluk Arumi dari belakang, tangan kirinya mengelus perut Arumi pelan.

“Semoga aku bisa jadi ayah yang kuat, sabar, dan penuh cinta. Sama seperti kamu jadi istri yang luar biasa.”

---

Dan begitulah hari-hari mereka berlalu…

Dalam pelukan, dalam tawa, dalam doa, dan dalam harapan. Tak semua hubungan dimulai dengan manis, tapi mereka membuktikan kalau luka bisa sembuh dengan cinta. Dendam bisa diganti dengan pelukan hangat, dan masa lalu bisa dikubur dalam-dalam kalau dua hati memilih untuk saling menjaga.

Arumi dan Damian bukan pasangan sempurna. Tapi mereka sepakat untuk tumbuh bersama, memperbaiki, dan saling menampung. Mereka bukan cerita dongeng. Mereka nyata—dan itu yang membuat segalanya terasa begitu indah.

...****************...

1
Araceli Rodriguez
Ngangenin deh ceritanya.
Cell
Gak kepikiran sama sekali kalau cerita ini bakal sekeren ini!
filzah
Karakter-karakternya sangat hidup, aku merasa seperti melihat mereka secara langsung.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!