Mengisahkan tentang kehidupan rumah tangga seorang wanita yang bersama Sari Lestari, ia akhirnya harus menerima kenyataan pahit setelah mengetahui kebenaran jika suaminya telah menghianati bahtera rumah tangga yang sudah lima tahun mereka jalani. Suaminya berselingkuh dengan sahabat baiknya sendiri hingga hamil, yang membuat Ridwan suami Sari harus menikahi sahabat istrinya di belakang sang istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RANU RINJANI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
Clic!
Ku buka pintu mobil berwarna merah milik ku setelah sampai di depan sebuah rumah model minimalis dengan pagar besi berwarna coklat yang berdiri kokoh di depan ku, lalu aku segera membuka pagar berwarna coklat tua itu untuk memasukan mobil ku ke dalam garasi.
Ceklek!
Suara pintu rumah ku terbuka.
Ya, di rumah ini memang ada orang yang menempati. Aku menyuruh tetangga sebelah rumah ini untuk menginap di sini saja, beliau adalah bi Sarti seorang janda berusia sekitar enam puluh tahunan yang tidak memiliki anak. Dulu sebenarnya aku ingin mencari asisten rumah tangga yang berusia sekitar tiga puluhan agar tak segan saat meminta tolong pada orang yang lebih tua dari umur ku, tapi saat bi Sarti mendengar kabar jika aku mencari seorang asisten rumah tangga maka beliau langsung datang menawarkan jasanya untuk bekerja membantu ku di rumah ini. Aku kasian pada beliau, karena rumah bi Sarti sudah terjual untuk pengobatan suaminya, hingga akhirnya beliau harus mengekos di sebuah kos kosan petak berukuran kecil dengan penghasilan dari menyetrika maupun menjadi buruh cuci di area tetangga sini.
"Loh, mbak Sari datang to? Kok ndak ngasih tau bi Sarti dulu." ucap bi Sarti sembari berlari kecil ke arah ku.
"Iya bi, maaf ya bi hari ini dadakan dateng ke sini gak kasih kabar." ucap ku sembari tersenyum.
"Iyo ndak apa apa to mbak Sari, wong bi Sarti ini wes tua ndak bisa maen hp. Ha ha ha ha..." ucap bi Sarti menepuk pelan pundak ku.
Clik!
Suara pintu mobil terbuka.
"Mbak Sari dateng ke sini sama mas Ridwan to?" tanya bi Sumi menoleh ke arah mobil merah di belakang ku.
Aku menggeleng pelan.
"Enggak bi, hari ini saya dateng sama ayah dan ibu mertua saya." ucap ku.
"Oalah, ayah sama ibunya mas Ridwan to mbak." tanya bi Sumi.
"Iya bi." aku mengangguk.
"Yo wis, ayo ndang di masukin dulu mobil e." ucap bi Sumi membuka pagar yang satunya lagi.
"Ya udah tak masukin dulu ya bi."
Bi Sarti mengangguk.
Brug!
Aku menutup pintu mobil, sedangkan ayah dan ibu mas Ridwan ku lihat sedang bersalaman dengan bi Sarti.
Setelah memarkirkan mobil ke dalam garasi, aku segera meraih ke dua tas ku untuk membawanya turun namun tiba tiba ponsel ku yang ada di dasbor bergetar.
Dreeeettt.... Dreeeettt... Dreeeettt.... Dreeeeett...
Aku segera meraih ponsel ku untuk melihat siapa yang sedang menelfon, tapi ternyata di layar terpampang tulisan 'Perusak Jiwa'.
"Hallo.." ucap ku membuka percakapan panggilan telepon dengan malas.
"Kamu sekarang di mana? Ibu sama ayah juga gak ada, kamu sama ayah juga bawa mobil. Kalian mau ke mana bawa mobil dua? Apa iya ibu dan ayah harus kamu antar sampai kampung?" cerocos mas Ridwan tanpa jeda.
Hari ini aku datang ke sini memang membawa mobil sendiri karena nanti aku akan melamar kerja di tempat kerja ku yang dulu, memang ada mobil ayah mas Ridwan tapi tidak enak juga kan jika ayah dan ibu ingin keluar sedangkan aku harus kembali ke rumah agar dua manusia jahat itu tak menguasai rumah yang sudah lima tahun ku tempati bersama dengan laki laki yang sudah menghamili sahabat ku itu.
"Kenapa emang?" tanya ku.
"Kenapa gimana sih Sar? Mas ini lagi nanya kamu loh, kamu ke mana? Apa kamu keluar sendiri tidak bersama ayah ibu? Kunci pintu kamar juga kamu bawa, terus gimana cara aku masuk ke kamar?" mas Ridwan terus melontarkan pertanyaan bertubi tubi.
Mendengar cecar pertanyaan mas Ridwan, aku hanya tersenyum sinis di dalam mobil. Bukan apa apa, tapi aku tau jika mas Ridwan menanyakan kunci pintu kamar ku pasti akan masuk ke dalam untuk mengambil baju baju ku untuk Sinta dan yang terlebih tepat akan mengambil aset aset penting yang ku taruh di dalam laci.
Tapi aku bukan wanita bodoh yang harus grusa grusu dalam mengambil keputusan, setiap langkah yang aku ambil tentu aku sudah memikirnya matang matang. Dan aset aset penting rumah yang kami tempati itu sudah ku masukan ke dalam tas ku sebelum aku berangkat, apa dia fikir aku sebodoh itu membiarkan mereka bersenang senang di atas sakit hati ku?
"Sar... Sari. Hallo... Sar, Sari. Kamu bisa denger suara mas ngomong kan?" ucap mas Ridwan lagi.
Tanpa ingin melontarkan sepatah kata lagi, aku segera menutup sambungan telepon.
Tut!!
Alur cerita gk perlu hrs detail kali, tutup bekal ambil wadah, 🤗
jangan ngalah kmu sar yg tegas dikit dong sm penghiyanat
ishhh jijekkk
lihat tu tingkah simpanan anjing mu