NovelToon NovelToon
TERPAKSA MENIKAHI CEO BEJAD

TERPAKSA MENIKAHI CEO BEJAD

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cerai / CEO / Percintaan Konglomerat / Konflik etika / Balas Dendam
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

Alviona Mahira berusia 15 tahun baru lulus SMP ketika dipaksa menikah dengan Daryon Arvando Prasetya (27 tahun), CEO Mandira Global yang terkenal tampan, kaya, dan memiliki reputasi sebagai playboy. Pernikahan ini hanya transaksi bisnis untuk menyelamatkan keluarga Alviona dari kebangkrutan.

Kehidupan rumah tangga Alviona adalah neraka. Siang hari, Daryon mengabaikannya dan berselingkuh terang-terangan dengan Kireina Larasati—kekasih yang seharusnya ia nikahi. Tapi malam hari, Daryon berubah menjadi monster yang menjadikan Alviona pelampiasan nafsu tanpa cinta. Tubuh Alviona diinginkan, tapi hatinya diinjak-injak.
Daryon adalah pria hyper-seksual yang tidak pernah puas. Bahkan setelah bercinta kasar dengan Alviona di malam hari, pagi harinya dia bisa langsung berselingkuh dengan Kireina. Alviona hanya boneka hidup—dibutuhkan saat Daryon terangsang, dibuang saat dia sudah selesai.

Kehamilan, keguguran karena kekerasan Kireina, pengkhianatan bertubi-tubi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

# BAB 27: RENCANA JAHAT KIREINA

*

"Lima puluh juta."

Kireina meletakkan amplop cokelat tebal di atas meja café dengan bunyi *thud* yang pelan tapi terdengar jelas di tengah kebisingan café.

Di seberangnya, seorang wanita paruh baya—sekitar 40-an, rambut diikat rapi, baju pelayan yang sudah familiar—menatap amplop itu dengan mata yang berkilat.

Kilat keserakahan.

Kilat ragu.

Dan akhirnya... kilat keputusan.

"Itu... itu banyak sekali, Nona," bisik wanita itu—Mbak Rina, salah satu pelayan baru di mansion Prasetya yang baru bekerja tiga bulan. Wanita yang punya hutang besar karena suami sakit, yang desperate, yang... rentan.

"Dan masih ada lima puluh juta lagi setelah selesai," tambah Kireina dengan senyum tipis—senyum yang tidak hangat, senyum yang calculated. "Total seratus juta. Cukup untuk bayar semua hutangmu, bahkan lebih."

Mbak Rina menelan ludah. Tangannya gemetar di atas meja—gemetar antara kebutuhan dan moral yang berperang.

"Tapi... tapi ini..." suaranya bergetar, "ini bisa... bisa membunuh—"

"Bukan membunuh," potong Kireina cepat, nadanya tetap tenang tapi ada ketajaman di sana. "Ini cuma... kecelakaan kecil. Kecelakaan yang wajar terjadi di rumah tangga."

---

**[FLASHBACK - 3 HARI SEBELUMNYA]**

Tiga hari sebelum pertemuan di café itu, Kireina duduk di apartemennya dengan Pak Rudi—private investigator yang dia rekrut.

"Observasi sudah selesai, Nona," lapor Pak Rudi sambil membuka tablet, menunjukkan foto-foto Alviona yang diambil dari jauh. "Target sangat waspada. Jarang keluar rumah. Kalau keluar, selalu ditemani atau di tempat ramai."

Kireina menatap foto-foto itu dengan mata menyipit. Ada foto Alviona di taman, di jendela kamar, di depan mansion dengan Bi Sari.

"Jadi kau bilang... susah?" tanya Kireina dengan nada yang berbahaya—nada yang mengatakan "susah" bukan jawaban yang dia terima.

"Bukan susah, Nona. Tapi... perlu pendekatan berbeda." Pak Rudi men-scroll tablet-nya. "Saya rekomendasikan... orang dalam."

Kireina mengangkat alis. "Orang dalam?"

"Seseorang yang sudah ada di dalam mansion. Yang punya akses. Yang bisa membuat 'kecelakaan' terlihat natural tanpa kecurigaan."

Kireina tersenyum—senyum yang membuat Pak Rudi sedikit bergidik.

"Bagus. Cari orangnya."

---

**[KEMBALI KE SEKARANG - REKRUTMEN]**

Dan Pak Rudi menemukan Mbak Rina.

Pelayan baru yang punya hutang besar, yang desperate, yang... bisa dibeli.

"Dengar," Kireina membungkuk sedikit ke depan, suaranya turun jadi bisikan yang hanya bisa didengar Mbak Rina di tengah kebisingan café. "Aku tidak minta kau membunuh siapa-siapa. Aku cuma minta kau... membuat kondisi yang... tidak aman."

Mbak Rina menatap Kireina dengan mata yang mulai basah—konflik moral terlihat jelas di wajahnya.

"Seperti apa, Nona?" bisiknya parau.

Kireina mengeluarkan selembar kertas kecil dari clutch-nya, menyodorkannya di atas meja.

Di kertas itu, ada tulisan tangan yang rapi:

*1. Buat tangga licin dengan oil atau sabun (pagi hari, saat target turun untuk sarapan)*

*2. Atau: Buat lantai kamar mandi licin (saat target mandi)*

*3. Atau: "Tidak sengaja" senggol target di tangga*

*Pilih yang paling natural. Yang terlihat seperti kecelakaan murni.*

Mbak Rina membaca tulisan itu dengan tangan gemetar. Setiap kata seperti menusuk hati nuraninya.

"Tapi... tapi kalau dia jatuh... dia kan hamil..." bisiknya nyaris tidak terdengar.

"Exactly," jawab Kireina dingin—mata tidak berkedip. "Ibu hamil yang jatuh di tangga... itu kecelakaan yang sangat umum. Tidak ada yang akan curiga."

Keheningan.

Mbak Rina menatap amplop cokelat itu lagi. Pikirannya berperang:

*Suamiku sakit. Anak-anakku butuh biaya sekolah. Hutang sudah menumpuk. Rentenir mengancam akan mengambil rumah...*

Versus:

*Tapi ini... ini nyawa. Ini bayi yang tidak bersalah...*

Tapi keputusasaan... keputusasaan membuat orang melakukan hal-hal yang tidak pernah mereka bayangkan.

Dengan tangan gemetar, Mbak Rina meraih amplop itu.

Kireina tersenyum puas.

"Bagus. Kau sudah buat keputusan yang benar untuk keluargamu."

"K-kapan... kapan saya harus...?" Mbak Rina bertanya dengan suara yang hampir hilang.

Kireina menatap jam tangan Cartier-nya yang mahal.

"Besok pagi. Daryon akan berangkat kerja jam 7. Syafira akan pergi meeting jam 8. Bi Sari biasanya di dapur. Waktu yang sempurna."

Mbak Rina mengangguk pelan—gerakan seperti robot yang sudah diprogrammed.

"Dan ingat," Kireina menambahkan dengan tatapan tajam, "tidak ada yang boleh tahu tentang pertemuan ini. Kau tidak kenal aku. Kau tidak pernah berbicara denganku. Ini cuma... kecelakaan bedak."

"Kecelakaan..." ulang Mbak Rina seperti mantra—seperti mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Kireina berdiri dengan anggun, mengambil tas tangannya.

"Uang sisanya akan ku transfer setelah... pekerjaan selesai. Aku akan tahu kalau sudah selesai dari... berita."

Dan dengan itu, Kireina pergi—high heels berbunyi di lantai café, meninggalkan Mbak Rina yang duduk sendirian dengan amplop berisi uang kotor dan hati nurani yang terluka.

---

**[MEANWHILE - JAVINDRA MENCOBA KONTAK]**

Di kantor Arunika Corp, Javindra Santosa duduk di meja kerjanya dengan ponsel di tangan.

Sudah tiga hari dia mencoba menghubungi Alviona—tapi tidak ada jawaban.

Dia coba telepon: *"Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi."*

Dia coba SMS: *Tidak terkirim.*

Dia coba WhatsApp: *Hanya satu centang. Tidak pernah dua.*

"Sialan," gerutunya sambil melempar ponsel ke meja dengan frustrasi.

Ada yang tidak beres. Naluri nya mengatakan ada yang sangat tidak beres.

Tadi pagi, dia ketemu salah satu koneksi bisnis yang juga kenal keluarga Larasati—dan orang itu dengan sembarangan menyebutkan bahwa Kireina "kelihatan excited tentang sesuatu akhir-akhir ini."

Excited.

Kata yang tidak pernah bagus kalau dikaitkan dengan Kireina dan Alviona.

Javindra meraih ponsel lagi, mencoba nomor lain—nomor Velindra, sekretaris Daryon.

Ring. Ring. Ring.

"Halo, Pak Javindra?" suara Velindra terdengar—professional tapi ada hint khawatir.

"Velindra, aku perlu tolong. Kau bisa kontak Alviona tidak? Aku sudah coba berkali-kali tapi nomornya—"

"Diblokir," potong Velindra dengan nada yang confirm kecurigaan Javindra. "Saya juga sudah coba. Sepertinya... nomor Nona Alviona diblokir dari luar. Mungkin oleh Tuan Daryon atau... Nyonya Syafira."

"Shit," Javindra memukul meja pelan. "Mereka mengurungnya. Mereka sengaja cut off komunikasinya dengan dunia luar."

"Saya... saya khawatir, Pak," Velindra berbisik, suaranya bergetar. "Kemarin saya lihat Nona Alviona dari jauh waktu antar dokumen. Dia... dia kelihatan sangat lemah. Kurus. Pucat."

Javindra merasakan sesuatu mencengkeram dadanya—ketakutan yang irrasional tapi kuat.

"Aku harus ke sana. Hari ini juga—"

"Pak Javindra, Tuan Daryon sudah peringatkan saya untuk tidak 'campur tangan urusan keluarga' lagi," Velindra memotong dengan nada yang frustrated tapi takut. "Kalau Bapak datang... beliau akan—"

"Aku tidak peduli apa yang Daryon bilang!" Javindra berdiri dari kursinya. "Kalau ada yang terjadi sama Alviona atau bayinya karena aku diam saja—"

Suaranya putus. Terlalu berat untuk dilanjutkan.

"Velindra, tolong... kalau kau bisa hubungi Alviona dengan cara apapun... bilang dia harus hati-hati. Bilang dia... bilang dia ada yang peduli."

"Saya akan coba, Pak."

Telepon ditutup.

Javindra berdiri di depan jendela kantornya, menatap kota yang ramai di bawah, tapi pikirannya di mansion Prasetya.

*Bertahanlah, Alviona. Aku akan cari cara untuk menolongmu.*

---

**[MALAM SEBELUM EKSEKUSI]**

Malam itu, di kamar kecil pelayan mansion Prasetya, Mbak Rina duduk di tepi ranjang dengan amplop cokelat di tangan.

Dia sudah menghitung uangnya tiga kali. Lima puluh juta. Nyata. Bukan mimpi.

Cukup untuk bayar sebagian besar hutang. Cukup untuk beli obat suami. Cukup untuk biaya sekolah anak-anak bulan depan.

Tapi...

Tangannya gemetar ketika dia menatap uang itu.

*Ini uang darah.*

*Uang dari... dari rencana untuk menyakiti orang tidak bersalah.*

Dia menutup amplop itu dengan cepat, menyimpannya di bawah bantal, dan berlutut di samping ranjang.

Tangan terlipat. Mata terpejam.

"Ya Allah..." bisiknya dengan suara bergetar, air mata mulai jatuh. "Maafkan hamba... maafkan hamba... tapi hamba tidak punya pilihan lain..."

Dia menangis diam-diam—menangis untuk dosa yang akan dia lakukan besok.

Menangis untuk hati nurani yang dia jual.

Menangis untuk... untuk gadis muda hamil yang tidak tahu bahwa besok pagi, hidupnya—dan hidup bayinya—akan dalam bahaya mematikan.

---

**[PAGI HARI - PERSIAPAN]**

Pagi itu, pukul 6.30, Mbak Rina bangun dengan mata bengkak.

Dia tidak tidur semalaman.

Hanya menatap langit-langit, berdoa, menangis, dan... membuat keputusan final.

*Aku harus lakukan ini. Untuk keluargaku. Maafkan aku.*

Dengan tangan gemetar, dia mengambil botol kecil oil dari laci—oil yang dia beli kemarin khusus untuk... untuk ini.

Dia keluar dari kamar pelayannya dengan langkah pelan, jantung berdebar sangat keras sampai dia bisa mendengar detak di telinga.

Mansion masih sepi. Daryon belum bangun. Syafira masih di kamar. Bi Sari belum mulai masak.

Waktu yang sempurna.

Mbak Rina berjalan ke tangga utama—tangga marmer yang mengkilat, tangga yang biasa dilewati Alviona setiap pagi untuk turun ke ruang makan.

Tangannya gemetar ketika membuka tutup botol oil.

*Maafkan aku. Maafkan aku. Maafkan aku.*

Dia mulai menuangkan oil ke beberapa anak tangga—tipis tapi cukup untuk membuat licin. Tidak terlalu jelas terlihat. Terlihat seperti... seperti tangga yang baru dipel dan belum kering.

Selesai.

Dia menyembunyikan botol oil itu kembali, berjalan cepat kembali ke area pelayan.

Jantungnya berdebar sangat keras. Napasnya pendek-pendek. Tangannya gemetar tidak terkontrol.

*Sudah selesai. Tidak bisa dibatalkan.*

---

**[CLIFFHANGER FINAL]**

Pukul 7.15 pagi, ponsel Mbak Rina berbunyi.

Pesan dari nomor tidak dikenal:

*"Sudah siap?"*

Mbak Rina menatap pesan itu lama. Sangat lama.

Jarinya gemetar ketika mengetik balasan:

*"Besok, Nyonya. Saya akan menyelesaikannya besok."*

Tapi kemudian dia menghapus "besok" dan menggantinya:

*"Pagi ini, Nyonya. Sudah siap. Tinggal tunggu target turun."*

Send.

Tiga detik kemudian, balasan datang:

*"Good. Jangan mengecewakan aku."*

Mbak Rina menutup ponselnya dengan tangan gemetar, menutup mata, dan berbisik pada dirinya sendiri:

"Ya Allah, lindungi hamba dari dosa ini... tapi hamba tidak punya pilihan lain..."

Dan di lantai atas, di kamarnya yang dingin, Alviona bangun dengan perasaan yang aneh.

Perasaan yang mengatakan... hari ini akan berbeda.

Hari ini... ada sesuatu yang akan terjadi.

Tapi dia tidak tahu apa.

Dan dia tidak tahu... bahwa di bawah sana, tangga yang akan dia lewati sudah... menunggu.

---

**Apakah Alviona akan selamat dari jebakan mematikan ini? Apakah ada yang akan menyadari sebelum terlambat? Dan apakah Mbak Rina... akan benar-benar melakukannya? Atau hati nuraninya akan menang di detik-detik terakhir? Waktu terus berjalan... dan bahaya sudah siap menunggu...**

---

**[ END OF BAB 27 ]**

1
Eflin
.uuuuiu]uui
Eflin
pkpp
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!