Amirul, yang dikira anak kandung ternyata hanyalah anak angkat yang tak sengaja tertukar pada saat bayi.
Setelah mengetahui jika ia anak angkat, Amirul di perlakukan dengan kasar oleh ibu angkat dan saudaranya yang lain. Apa lagi semenjak kepulangan Aris ke rumah, barang yang dulunya miliknya yang di beli oleh ibunya kini di rampas dan di ambil kembali.
Jadilah ia tinggal di rumah sama seperti pembantu, dan itu telah berlalu 2 tahun lalu.
Hingga akhirnya, Aris melakukan kesalahan, karena takut di salahka oleh ibunya, ia pun memfitnah Amirul dan Amirul pun di usir dari rumah.
Kini Amirul terluntang lantung pergi entah kemana, tempat tinggal orang tuanya dulu pun tidak ada yang mengenalinya juga, ia pun singgah di sebuah bangunan terbengkalai.
Di sana ada sebuah biji yang jatuh entah dari mana, karena kasihan, Amirul pun menanam di sampingnya, ia merasa ia dan biji itu senasib, tak di inginkan.
Tapi siapa sangka jika pohon itu tumbuh dalam semalam, dan hidupnya berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon less22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
...🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️...
...happy reading...
...⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️...
"Aduh, bagaimana ini?" tanya Rita pada dirinya sendiri, pusing melihat tingkah Aris yang semakin menjadi-jadi. Ia tidak tahu harus berbuat apa untuk menghentikan anaknya.
Rita merasa panik dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia tidak pernah melihat Aris seperti ini sebelumnya, dan dia tidak tahu bagaimana cara menenangkannya.
"Aris, tolong berhenti menangis, kita bisa bicara tentang ini," kata Rita, suaranya penuh dengan kepanikan.
Tapi Aris tidak mau mendengarkan, dia terus berguling-guling di lantai sambil menangis histeris. "Aku tidak mau pindah! Aku tidak mau meninggalkan teman-temanku!" teriaknya.
Guru-guru di sekitar mereka hanya melihat saja, mereka tidak ingin campur tangan dalam urusan keluarga. Rita merasa semakin panik, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Tiba-tiba, Rita memiliki ide. "Baiklah, Aris. Aku setuju, kamu tidak perlu pindah sekolah. Aku akan membatalkan keputusan itu," katanya, suaranya penuh dengan kelelahan.
Aris langsung berhenti menangis, dia melihat ibunya dengan mata yang lebar. "Benar, Ma? Aku tidak perlu pindah sekolah?" tanyanya, suaranya penuh dengan harapan.
Rita mengangguk, dia merasa lega bahwa Aris sudah tenang. "Benar, Aris. Aku tidak akan memindahkanmu ke sekolah lain. Aku akan membiarkan kamu tetap di sini," katanya, suaranya penuh dengan kelelahan.
"Asikkkk!" teriak Aris dengan suara yang melengking, matanya bercahaya penuh kegembiraan. Ia melompat-lompat di depan kantor kepala sekolah, lupa sepenuhnya tentang drama histerisnya tadi yang membuat semua orang melihat.
Rita menghela napas lega tapi masih tertekan. Ia mendekati kepala sekolah dengan wajah yang sopan dan terpaksa merendahkan diri. "Maaf ya, Bu, saya tidak jadi memindahkan anak saya. Apa bisa surat pindah sekolah di batalkan?" tanyanya dengan nada yang lemah.
Kepala sekolah, Bu Siti, menatap Rita dengan mata yang tajam. Kedua alisnya terangkat, menunjukkan ketidakpuasan. "Buk, Anda telah buat masalah di sekolah ini. Bagaimana ibu akan menebusnya jika ingin anak Anda tetap bersekolah di sini, padahal dia yang dulu membuat keributan di kantor?" ucapnya, nada suaranya tegas dan tidak bisa dinegosiasikan.
Rita merasa bersalah sedikit. "Ya... tapi anak saya tidak mau pindah, Bu. Lagian pula, 6 bulan lagi dia akan tamat sekolah. Saya harap ibu menerimanya kembali," kata dia dengan suara yang hampir tersedu, terpaksa menyerah pada situasi.
Bu kepala seko5, memikirkan. Akhirnya, dia mengangguk perlahan. "Baiklah, saya setuju jika Aris mau sekolah di sini. Tapi dengan satu syarat," katanya.
"Apa itu?" tanya Rita dengan hati yang berdebar kencang.
"Jika saya melihat Aris mengganggu Amirul, bahkan sekadar bicara dengan nada yang tidak pantas, maka siap-siap saja Aris akan dikeluarkan dari sekolah. Sekali pun seminggu lagi dia akan tamat," ucap Bu kepala sekolah dengan tegas, menutup percakapan dengan menekan jari-jari di mejanya.
Rita merasa lega bahwa kepala sekolah setuju untuk membiarkan Aris tetap bersekolah di sana, tapi dengan syarat yang membuatnya merasa tidak nyaman.
"Baiklah, saya setuju," kata Rita, suaranya penuh dengan kelegaan. "Saya akan memastikan bahwa Aris tidak akan mengganggu Amirul lagi."
Kepala sekolah mengangguk, suaranya penuh dengan keseriusan. "Saya berharap begitu, Ibu. Saya tidak ingin melihat Aris mengganggu Amirul lagi, atau saya akan mengambil tindakan yang lebih keras."
Aris, yang masih duduk di lantai, tersenyum lebar. "Asikkk! Aku bisa tetap sekolah di sini!" teriaknya, suaranya penuh dengan kegembiraan.
Rita membantu Aris berdiri, dan mereka berdua meninggalkan ruangan kepala sekolah. Rita merasa lega bahwa masalah itu sudah selesai, tapi dia juga merasa tidak nyaman dengan syarat yang diberikan oleh kepala sekolah.
"Aku harap kamu tidak akan mengganggu Amirul lagi, Aris," kata Rita, suaranya penuh dengan peringatan.
Aris mengangguk pelan. "Ya, Ma. Aku tidak akan mengganggu Amirul lagi."
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
thanks teh 💪💪💪