NovelToon NovelToon
RAHIM TERPILIH

RAHIM TERPILIH

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Dosen / Identitas Tersembunyi / Poligami / Romansa / Konflik etika
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Essa Amalia Khairina

Siapapun tak ingin mendapatkan takdir yang tak sejalan dengan keinginan, termasuk Asha. Sejak awal ia tahu hidupnya tak pernah sempurna, namun tak pernah ia bayangkan bahwa ketidaksempurnaan itu akan menjadi alasan seseorang untuk merendahkannya—terutama di mata Ratna, ibu mertuanya, wanita yang dinginnya mampu merontokkan kepercayaan diri siapa pun.

"Untuk apa kamu menikahi wanita seperti dia?!"
Satu kalimat yang terus menggetarkan jantungnya, menggema tanpa henti seperti bayang-bayang yang enggan pergi. Kalimat itu bukan hanya penghinaan. Itu adalah vonis, sekaligus penjara yang tak pernah bisa ia hindari.

Sejak hari itu, Asha belajar diam. Bukan karena ia lemah, tetapi karena setiap kata yang keluar dari mulutnya hanya akan memicu luka baru.

Namun ada satu hal yang membuatnya tetap bertahan.

Aditya.

Namun saat kehadiran Nadia, semua mulai berubah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Essa Amalia Khairina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TERPAKSA MENIKAHI

Saya… saya akan tanggung jawab atas bayi Mbak.

"Haaaaish!" Adit mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia mondar-mandir di tempatnya sambil sesekali menatap layar ponsel saat dering ponselnya bergetar. Berulangkali Asha menelpon namun ia tak mampu menjawabnya.

Mas, kamu masih dimana? Kenapa belum pulang? Kamu bilang sebentar lagi tiba. Aku khawatir sama kamu.

"Maafin aku, Asha." Lirihnya, ketika membaca notifikasi di atas layar ponselnya.

Tak lama, derum mobil memasuki pekarangan rumah sederhana itu. Nyaris seluruh keheningan malam terbelah oleh suara mesin yang perlahan mereda. Ban mobil menggilas kerikil-kerikil kecil, menimbulkan suara gesekan yang memecah udara lembap setelah hujan.

Adit yang sedari tadi menunggu di teras, gegas melangkah menghampiri Ratna dan Maya yang beringsut keluar dari badan mobil bersamaan.

"Ada apa kamu tiba-tiba nyuruh kita kemari?!" Kata Ratna sambil membaurkan pandangannya.

Mata Maya tertuju pada sebuah pintu rumah yang terbuka. Dari celah itu, ia bisa melihat beberapa orang berdiri di ruang tamu yang sempit. Sorot lampu putih yang menggantung dari plafon memperlihatkan wajah-wajah yang tegang, sebagian duduk, sebagian lagi mondar-mandir seperti mempersiapkan sesuatu.

“Dit, ada apa si ini?” Tanya Maya. Suaranya pelan tapi penuh rasa penasaran yang menyelinap dengan kecemasan. Ia memandang Adit dengan alis bertaut, namun pria itu hanya terdiam sejenak, rahangnya mengeras. Seakan ia sendiri belum siap menjawab.

"Dit, jawab?!" Desak Ratna. "Kenapa kamu nyuruh kita buat datang ke rumah beginian?!"

Adit menelan saliva, "Ma... Mbak. Di jalan pulang, aku gak sengaja lihat seorang wanita nekad mau loncat dari fly over..."

"Maksud kamu bunuh diri?" Sambar Maya.

Adit mengangguk, "“Aku coba selamatin dia… tapi dia terus berontak. Dia bilang hidupnya nggak ada gunanya lagi. Dan, dia... dia sedang hamil. Dia malu menanggung aib dari orang-orang yang dituduhkan padanya."

"Oke." Angguk Ratna. "Jadi sekarang masalahnya apa? Dimana?"

Adit menghela udara dalam-dalam. "A-Aku... aku gak sengaja berkata kalau aku yang akan bertanggungjawab atas kehamilan dia."

Maya dan Ratna tersentak. Bola matanya membulat dan saling berpandangan.

"Aku mengatakannya supaya dia berhenti nekad." Sambung Adit. "Dan, sekarang... a-aku terjebak, aku gak tahu harus gimana. Warga sudah menunggu di dalam. Mungkin malam ini...." Adit menelan saliva yang terasa pahit. “…malam di mana aku mengkhianati Asha.”

Begitu nama itu terucap, dada Adit seperti ditarik kuat—rasa bersalah menghantamnya tanpa ampun. Bayangan wajah Asha yang selalu lembut, penuh percaya… kini justru seperti menatapnya dalam kecewa mendalam. Bagaimana dia akan memandangnya nanti? Bagaimana ia tega merusak perempuan yang selama ini mengorbankan segalanya demi dirinya?

Namun sebelum rasa sesal itu sempat membentuk kata-kata…

Ratna justru tersenyum kecil—sebuah senyum yang membuat Adit terperangah. Ada kilatan tatapan yang sulit diuraikan—antara kelegaan dan rasa puas.

“Bagus. Mama setuju.” Ucapnya mantap.

Adit langsung menoleh, wajahnya pucat. “Ma?”

Ratna melangkah setengah maju, suaranya tegas menusuk, “Asha itu kan mandul. Mungkin ini cara Tuhan memberi kamu jalan supaya kamu dapat keturunan. Lagipula, pernikahan kamu dengan Asha itu nggak ada kemajuan sama sekali.”

Setiap kata itu seperti cambuk yang menghajar batin Adit—lebih keras dari apa pun yang ia bayangkan.

Maya ikut maju, berdiri di sisi ibunya. Ekspresinya penuh keyakinan seolah sedang memberikan nasihat terbaik. “Mama benar. Sekarang kamu nggak usah pikirin kamu menikahi wanita seperti apa. Toh, bersama Asha juga, kan... gak jauh beda dengan wanita yang akan kamu nikahi sekarang.”

Maya menatap Adit dalam, seolah sedang menggiring keputusan itu masuk ke pikirannya.

“Yang terpenting… kamu bisa memulai kehidupan baru. Dengan istri baru kamu. Dan calon anak kamu nanti.” Lanjut Ratna.

Adit tertegun. Matanya terpaku pada Ratna dan Maya, seolah tak mengenali keduanya.

Warga di dalam menunggu, menuntut jawaban—seolah nasib hidup dua orang harus segera diputuskan malam ini juga.

Namun suara yang justru paling nyaring adalah yang menggema dalam hatinya...

Asha.

Asha yang selalu menggenggam tangannya saat dia lemah.

Asha yang selalu percaya padanya…

Asha yang kini berada di rumah, menantikan suami yang mungkin pulang dengan kabar paling menusuk hidupnya.

Adit memejamkan mata kuat-kuat.

Air yang menggenang di ujung matanya akhirnya jatuh, satu tetes, menghantam tanah. “Kalau aku lakukan ini… aku menghancurkan Asha.”

Suasana seketika diam.

Ratna dan Maya saling berpandangan—keduanya tahu, keputusan Adit masih berayun di ujung jurang.

Dan di tengah semua itu…

Seorang pria dari dalam keluarga, menghampiri mereka dengan langkah gegas dan mantap. "Pak Adit, bagaimana? Apakah kita bisa mulai sekarang?"

"Bisa!" Sambar Ratna lebih dulu, sebelum Adit mengambil keputusan yang tepat.

Pria itu menoleh, menatap Ratna dan Maya bergantian. "Maaf, Ibu dan Mbak..."

"Kami ini keluarga Pak Adit." Tandas Maya. "Saya ini Mbak nya, dan ini... Ibu saya, Ratna. Kami siap menjadi saksi atas pernikahan Adit dan..."

"Nadia." Imbuh pria itu cepat. Membuat Maya dan Ratna membulatkan bibirnya membentuk vokal O. "Maaf, meskipun pernikahan ini sederhana... tapi kita lihat saja ya bu, sisi baiknya." Katanya menatap Ratna lurus. "Yang terpenting... Pak Adit ini sudah bertanggungjawab atas bayi yang di kandung Nadia, keponakan saya."

Ratna tersenyum lirih, "Bapak tidak perlu khawatir, anak saya ini gentleman. Dia bertanggungjawab atas semua keputusan bahkan kesalahan yang dibuatnya."

"Ma?!" Seru Adit membelalakkan bola matanya.

"Kalau tahu Pak Adit ini dari keluarga berada, saya jadi tidak perlu khawatir." Lanjut pria itu, sesaat sebelum akhirnya ia kembali masuk ke dalam. "Mari."

"Ma? Mama sadar gak si yang Mama bilang barusan?" Protes Adit. "Kalimat Mama tadi... itu udah buat aku seolah-olah pria yang memang udah hamilin Nadia, Ma!"

"Ya udahlah, Adit. Adil juga, kan?"

"A-Adil? Adil gimana maksud Mama?"

Ratna menghembuskan napasnya. "Adit." Panggilnya tenang. "Secara tidak langsung, kalimat pria barusan ingin mendapatkan separuh dari harta kita. Dan, Mama... akan memiliki seorang cucu. deal, kan?!"

Adit menggeleng. "Tapi bagaimanapun juga, bayi yang ada dalam kandungan itu bukan anak atau darah daging aku, Ma! Bagaimana bisa Mama menganggap anak itu cucu Mama?!"

"Adit." Kata Maya kemudian, "Kamu itu ngerti gak si apa yang Mama maksud? Bersama wanita baru kamu... Kamu bisa punya keluarga yang utuh, yang sempurna, yang seharusnya! Kamu sendiri kan... yang kepengen punya anak?! Dan sekarang... Tuhan udah mengabulkan doa kamu!"

Ratna menjentikkan ibu jari. "Maya Kakakmu emang cerdas! Dan mungkin saja... setelah istri kamu ini melahirkan, kamu bisa mempunyai anak kedua dari rahim dia. Iya, kan?"

"Ma Tapi..."

Ratna dan Maya saling berpandangan, seolah sebuah rencana Tak terucap sudah mengalir di antara keduanya. Tanpa perlu kata, keduanya bergerak dalam satu komando.

Maya menggenggam lengan kanan Adit, sementara Ratna menarik dari sisi kiri, membuat Adit tersentak sedikit. Keduanya mengarahkan Adit masuk ke dalam rumah dengan langkah cepat dan penuh urgensi, seakan takut kesempatan itu akan terlewat.

****

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!