"Tidak ada pengajaran yang bisa didapatkan dari ceritamu ini, Selena. Perbaiki semua atau akhiri kontrak kerjamu dengan perusahaan ku."
Kalimat tersebut membuat Selena merasa tidak berguna menjadi manusia. Semua jerih payahnya terasa sia-sia dan membuatnya hampir menyerah.
Di tengah rasa hampir menyerahnya itu, Selena bertemu dengan Bhima. Seorang trader muda yang sedang rugi karena pasar saham mendadak anjlok.
Apakah yang akan terjadi di dengan mereka? Bibit cinta mulai tumbuh atau justru kebencian yang semakin menjalar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LyaAnila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 22: Orang Baru Yang Terlalu Kebetulan
Sinar mentari perlahan menyusup melalui celah tirai di kamar kostnya, mendarat tepat di atas meja kayu kecil yang digunakan meletakkan laptopnya.
Selena memperhatikan laptop itu dari kasurnya. Ia sebenarnya sudah mulai jengah dengan keadaan yang menimpanya. Ia tau laptopnya sudah diretas dan ia berharap hal penting itu dapat diselamatkan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah atas rumor tak mendasar itu.
"Dah lah, besok aja. Lu butuh waktu," ia bergumam pelan untuk dirinya sendiri.
Perlahan, ia bangkit dari tempat peraduan nya dan mengambil jaket yang sengaja ia gantung di lemari. Dadanya masih sering terasa sesak ketika ia mengingat sesuatu yang melelahkan. Akhirnya, Selena memilih untuk keluar dari kost nya. Lama-lama dia kalau di kost terus yang ada dia stress.
Ia masih tak tau mau pergi kemana. Namun, ketika ia melihat anak-anak yang bermain di taman dekat kost nya. Selena akhirnya memutuskan untuk pergi ke taman bermain saja. Melihat anak-anak mungkin membuatnya sejenak melupakan kerumitan hidupnya.
******
Pupus sudah harapan Selena untuk melihat anak-anak kecil di taman bermain. Netranya justru menangkap bangku - bangku kosong yang berembun dan suasana rumputnya lebih hijau.
Selena memilih duduk di bangku besi di bawah rindangnya pohon yang sedang bergoyang pelan ditiup angin.
Perlahan, ia menarik nafas dalam-dalam.
"Ya Tuhan. Kapan masalah ini akan selesai?"
"Salah nggak kalau Selena berhenti sebentar. Selena capek," ia bergumam untuknya sendiri.
Sekarang ini, yang dirasakan olehnya bukan hanya lelah fisik. Melainkan lelah batin yang sudah lama ditahannya.
Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Selena. Mungkin itu adalah salah satu beban berat yang sampai saat ini masih belum menemukan jawaban.
"Permisi nona manis, apakah bangku di sebelah mu masih kosong?"
Selena langsung berbalik. Suaranya memang sopan. Tapi coba bayangkan kalian lagi duduk sendirian di taman. Sedang enak-enak nya menghirup udara pagi, tiba-tiba dihampiri laki-laki yang tak dikenal. Meskipun tampan, tapi mengerikan juga bukan?
Itulah yang sedang dialami oleh Selena. Tiba-tiba, ada laki-laki yang menyapanya dan bertanya apakah bangku di sebelahnya kosong atau tidak.
Perawakan laki-laki itu sama seperti laki-laki pada umumnya. Ia mengenakan kemeja panjang dengan warna gelap yang lengan bajunya digulung keatas, hingga memperlihatkan lengannya dan dipadukan dengan celana berwarna gelap. Tak lupa, topi berwarna cream.
"Iya kosong. Silakan duduk," respon Selena dengan anggukan kecil.
*****
Setelah mendapat persetujuan dari Selena. Laki-laki itu kemudian duduk disebelah Selena. Namun, laki-laki itu tetap duduk dan menjaga jarak dari Selena. Tidak terlalu jauh, juga tidak terlalu dekat.
Suasana canggung sempat menguasai keduanya. Lalu, laki-laki itu membuka obrolan.
"Cuaca hari ini cerah ya,"katanya memecah keheningan.
"Betul," jawab Selena singkat.
"Jarang sekali aku melihat gadis termenung sendirian di taman ini. Biasanya bersama teman atau kekasih. Sering sekali aku melewati taman ini."
"Hahaha. Mungkin memang aku yang terlalu nyaman untuk bersembunyi di kamar ku sendiri," respon Selena.
Suasana kembali canggung setelah Selena merespon pertanyaan laki-laki yang belum dia kenal.
"Kamu sedang lelah nona. Ada yang mengganggu pikiranmu untuk saat ini?" tanyanya lagi.
"Nggak kok. Aku lagi bosen aja di kost. Makanya kesini. Kamu sendiri kenapa kesini?" Tanya Selena balik.
"Tidak, aku hanya bosan juga di tempat tinggal ku," responnya.
"Perkenalkan, namaku Aksa. Kebetulan aku tinggal di kost sekitar taman ini juga."
Ternyata laki-laki itu bernama Aksa. Selena pun menyambut uluran tangan dan perkenalan dari Aksa.
"Selena".
Tangan mereka saling bertaut, lama. Perlahan, laki-laki itu menggenggam erat tangan Selena.
Selena meringis karena tangannya digenggam terlalu kuat oleh Aksa.
"Oke. Salam kenal Aksa. Sakit banget. Bisa lepasin nggak?" ringis Selena.
"Baiklah. Aku sudah tau," respon Aksa ringan sambil tertawa ringan. Sadar ia melakukan sesuatu yang salah, ia langsung mengoreksi perkataannya.
"Tidak. Maksudku aku mendengar dari anak-anak yang bermain disini memanggil namamu dengan "kak Selena."
"Owalah. Ku pikir kau sengaja mengikuti ku. Makanya kau tau namaku," ucap Selena sembarangan.
Aksa tersenyum kecil.
"Ya aku memang sudah lama mengikuti mu, nona manis," gumam Aksa dalam hati.(Miring)
"Aku minta maaf karena mengganggu waktumu. Aku bukan bermaksud. Ada yang ingin kamu bagi denganku, Selena?" Tanya Aksa kembali.
Selena tetap terdiam. Banyak masalah yang menimpanya akhir-akhir ini. Tapi, dia tidak mau langsung bicara masalahnya pada orang baru.
"Dengar Selena. Kadang individu hanya perlu ditemani saja. Tanpa perlu menceritakan apa yang terjadi," ujar Aksa kembali.
"Betul. Terima kasih ya udah mau ngerti. Aku belum mau cerita aja. Kamu orang baru," respon Selena.
Aksa kembali bergumam
"Tidak perlu menceritakan kisahmu, aku sudah tau nona manis."
*****
Namun, mungkin pelumas rem nya Selena sudah aus atau bagaimana. Ia akhirnya berbicara tentang kekacauan hidupnya akhir-akhir ini.
Aksa pun menyimak dengan seksama. Tidak menghakimi dan tidak memberi nasihat sepihak.
"Oke, sudah selesai? Atau ada yang mau diceritakan lagi?" Tanya Aksa dengan lembut.
Selena menggeleng cepat. Akhirnya, Aksa memberikan pendapat nya.
"Menurutku, kamu terlalu keras sama dirimu sendiri, Selena."
"Aku tau. Tapi, aku tidak tau harus berbuat apa. Aku merasa kalau aku berhenti, aku akan di cap sebagai pengecut." Tambahnya.
"Tidak. Siapa yang bilang seperti itu? Aku melihatnya hanya sebuah usaha untuk mempertahankan diri saja, bukan sebagai pengecut."
"Lalu, apa bedanya dengan itu? Tanya Selena kembali.
"Menurutku, orang pengecut itu lari dari masalah. Dia memilih jalan pintas untuk menyelesaikan masalah."
Mendengar pernyataan yang dilontarkan oleh Aksa, entah kenapa perasaan Selena terasa sedikit lebih ringan dari biasanya.
******
Tanpa terasa, matahari perlahan menampakkan dirinya. Taman bermain yang tadinya sepi, sekarang sudah banyak orang berlalu-lalang.
"Makasih udah kasih aku wejangan. Sampai jumpa lagi, Aksa."
Selena pamit meninggalkan Aksa di taman bermain sendirian. Sepeninggalan Selena, Aksa mengulas senyum. Menandakan ia telah menang lotre.
"Akhirnya, perlahan tapi pasti. Kamu akan jadi milikku, Selena." Katanya sedikit bergumam.
Aksa pun meninggalkan taman bermain dengan dijemput mobil hitam yang sudah menunggunya dari jauh.
Kurang lebih lima menit waktu yah dibutuhkan bagi Selena untuk mencapai kost nya. Langkahnya pelan ketika ia hendak menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Knop pintu kamar terbuka setelah kunci kamar dimasukkan ke lubang kecil di knop pintu. Kondisi kamarnya masih sama. Sunyi, senyap, dan sepi. Laptop yang masih setengah terbuka tertangkap oleh netranya yang menjelajahi kamar itu.
Selena tidak langsung masuk ke kamarnya. Melainkan ia malah menggapai gawainya di saku celana nya. Tampak di layar nama kontak dengan nama "Aksa Maheswara".
"Bhima telah pergi. Sekarang ada yang datang yaitu Aksa. Apakah kali ini akan baik-baik saja, Tuhan?" gumamnya.
"Ah bodo amat. Yang penting setelah Bhima pergi nggak jelas ninggalin aku. Aksa datang. Lebih kalem dan bijaksana pula dia, nggak kek Bhima yang sembrono dan main nuduh aja," ucapnya.
"Aksa baik juga. Apa dia nggak papa untuk dijadikan teman cerita?"
Dengan segera, Selena menolak keras pikirannya itu. Ia lalu masuk ke kamar kemudian mengunci kembali pintu kamar. Dan tanpa diduga, laki-laki yang baru saja berbicara dengannya tadi ternyata berada di lorong yang sama dengan kamar Selena.
Tring....
Ponsel Selena berdering. Namun ia belum menyadari karena ia masih berkutat dengan mie yang airnya masih ia rebus dan belum mendidih.
Selang lima menit kemudian, akhirnya mie itu sudah jadi dan bersiap ia santap. Karena tadi lupa beli makanan, ia akhirnya buat mie yang ada di persediaan makanan nya.
*****
Selena pun buru-buru buka YouTube untuk menemani nya menyantap mienya tadi. Namun, ia salah fokus ketika melihat bilah notifikasi WA di gawainya.
"Gadis manis, jangan makan makanan yang tidak sehat ya. Aku membelikan bubur untukmu. Keluar dan ambil bubur itu. Aku sudah menggantungkan nya di gagang pintu."
Selena kembali terbelalak. Ia heran, darimana pengirim anonim itu tau bahwa saat ini ia sedang makan mie?
"Ha, bohong kali dia. Ya udah lah, lanjut aja makan mie ini. Sepertinya sedap," Selena mengacuhkan pesan anonim itu.
Namun sayang, bukannya bisa tenang setelah mengabaikan pesan itu, ia justru dikejutkan dengan suara ketukan pintu kamarnya.
Tok.... Tok.... Tok....
"Siapa itu...."
Hening
Tak ada jawaban dari luar. Selena lalu bergegas mengintipnya. Setelah tau siapa orang itu, ia segera membukanya.
"Astaga Rani, bisa nggak lu kalau orang tanya tu dijawab. Jangan diem aja," gerutu Selena.
"Apalah kau ni. Gue nggak denger lu teriak karena kamar lu kedap suara, ege. Kalau misalkan lu teriak, gue juga nggak denger karena gue lagi dengerin musik."
"Nih, gue temuin bubur di knop pintu kamar lu," Rani mengambil bungkusan plastik itu lalu kemudian menyerahkan kasar ke Selena.
"Ha, dari siapa ini. Dari lu kah?"
Rani tak menggubris. Ia langsung ke kamar mandi, kemudian membasuh kakinya dan segera menyamankan dirinya di kasur Selena.
"Berarti, penguntit itu masih berada di sekitar sini," gumamnya.
Karena merasa merinding. Selena langsung menutup pintu dan menguncinya. Takut-takut, penguntit itu masuk kamarnya dan mencelakainya juga Rani.
*****