NovelToon NovelToon
CINTA DATANG BERSAMA SALJU PERTAMA

CINTA DATANG BERSAMA SALJU PERTAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Karir / One Night Stand / Duniahiburan / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:334
Nilai: 5
Nama Author: chrisytells

Di Shannonbridge, satu-satunya hal yang tidak bisa direncanakan adalah jatuh cinta.
​Elara O'Connell membangun hidupnya dengan ketelitian seorang perencana kota. Baginya, perasaan hanyalah sebuah variabel yang harus selalu berada di bawah kendali. Namun, Shannonbridge bukan sekadar desa yang indah; desa ini adalah ujian bagi tembok pertahanan yang ia bangun.
​Di balik uap kopi dan aroma kayu bakar, ada Fionn Gallagher. Pria itu adalah lawan dari semua logika Elara. Fionn menawarkan kehangatan yang tidak bisa dibeli dengan kesuksesan di London. Kini, di tengah putihnya salju Irlandia, Elara terperangkap di antara dua pilihan.
​Apakah ia akan mengejar masa depan gemilang yang sudah direncanakan, atau berani berhenti berlari demi pria yang mengajarkannya bahwa kekacauan terkadang adalah tempat ia menemukan rumah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chrisytells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 4 : Misi Hotspot di Atas Bukit

Pagi berikutnya, salju turun semakin deras. Pemandangan di luar Pondok Shamrock benar-benar seperti kartu Natal, tetapi di dalam, Elara dilanda dilema. Kontrak 24 jam untuk tidak memikirkan pekerjaan yang ia sepakati dengan Fionn masih tersisa tiga jam lagi.

Namun, laporan mingguan yang harus ia kirimkan tepat pukul 10.00 waktu Dublin terasa seperti bom waktu. Ia berhasil menahan diri sepanjang malam—tidak ada jadwal, hanya teh herbal dan tidur nyenyak yang tak terduga. Tetapi sekarang, pekerjaan memanggil.

Pukul 07.00. Elara sudah siap. Ia mengenakan legging termal, sweater wol abu-abu yang lebih praktis, dan sepatu boot hiking yang ia temukan di bagian terdalam kopernya. Ia membawa hotspot portabelnya, booster sinyal, dan tablet dengan daya penuh.

Ia meninggalkan pondok dan segera berpapasan dengan Fionn, yang sedang membawa gerobak berisi kayu bakar, ditemani Biscotti. Fionn, seperti biasa, mengenakan sweter rajutan Natal yang berbeda hari ini: motif gingerbread berlampu yang lebih cerah.

“Selamat pagi, Nona O’Connell! Kau terlihat… siap berperang,” sapa Fionn, senyum lebarnya masih menawan.

Elara menghindari tatapannya. “Selamat pagi, Fionn. Aku rasa kau salah. Aku selalu terlihat siap... bekerja.”

“Ah, benar. Kau ingat tantangan kita, kan? Tiga jam lagi, Nona. Kau belum boleh menyentuh gadget itu.” Fionn menunjuk tablet Elara.

“Secara teknis, aku tidak melanggar. Aku hanya mengidentifikasi lokasi yang kondusif untuk bekerja setelah jam larangan itu berakhir,” Elara berdalih dengan nada profesional. “Kau bilang sinyal terbaik ada di bukit sebelah barat.”

Fionn menyandarkan gerobaknya. “Aku bilang sinyal terbaik ada di pub saat mereka membuka koneksi cadangan. Bukit itu adalah tantangan untuk orang-orang yang putus asa. Kau mau ke sana dengan sepatu boot itu?”

“Tentu saja. Ini bukan stiletto.” Elara mencoba berjalan dengan percaya diri, tetapi salju tebal membuatnya sedikit terhuyung.

“Baiklah,” Fionn menghela napas. “Aku tidak akan melanggar kesepakatan. Tapi, ini adalah Shannonbridge. Kita tidak membiarkan pengunjung tersesat di salju. Biscotti dan aku akan mengawalmu, sebagai pengawas netral.”

“Pengawas? Kau hanya takut aku akan lolos dari hukumanmu untuk bekerja di kandang domba,” cibir Elara.

Fionn tersenyum penuh rahasia. “Mungkin. Tapi bayanganmu jatuh ke lumpur sungguh menggiurkan, Nona. Ayo, ikuti aku. Kita akan mengambil jalan pintas.”

Perjalanan mereka membawa mereka melewati alun-alun desa, tempat persiapan Natal sudah terlihat. Beberapa penduduk desa sudah berkumpul, membawa dekorasi dan menyalakan lampu.

“Fionn! Siapa teman barumu?” sapa seorang wanita tua dengan rambut merah menyala, mengenakan celemek berlumuran tepung. Itu pasti Bibi O’Malley, master of scone.

“Bibi O’Malley, perkenalkan. Ini Elara... Elara O’Connell, tamu kita dari Dublin. Dia sedang dalam misi hotspot,” Fionn berkedip pada Elara.

“Hotspot? Bah! Anak-anak zaman sekarang,” Bibi O’Malley tertawa terbahak-bahak. “Kau mau scone? Aku baru selesai memanggang.”

Elara, yang masih memegang teguh larangan gadget, tersenyum sopan. “Terima kasih, Bibi O’Malley. Tapi aku sedang terburu-buru.”

“Oh, betapa kasihan!” seru seorang pria berjanggut lebat, Seamus, yang sedang memasang lampu di pohon. “Kau datang ke surga, Nona, dan kau terburu-buru? Tinggalkan saja laptop itu di salju! Fionn akan memberimu kopi seumur hidup!”

Elara merasa semua mata tertuju padanya. Itu adalah perasaan asing—perasaan menjadi pusat perhatian, bukan karena presentasi yang bagus, tetapi karena ia membawa tablet di tengah tumpukan salju.

“Aku harus mengirimkan laporan untuk deadline kerjaku, Bapak-bapak dan Ibu-ibu. Itu tanggung jawab,” jelas Elara, sedikit defensif.

“Tanggung jawab adalah menjaga kehangatan, Nona. Lihatlah dirimu... kau terlalu kurus untuk musim dingin ini!” Bibi O’Malley berseru, sebelum memasukkan sebuah scone hangat ke tangan Elara. “Makan ini. Aku tidak menerima penolakan. Ini akan memberimu kekuatan untuk mendaki bukit!”

Elara terpaksa menerima scone itu. Kehangatan scone di telapak tangannya terasa kontras dengan dinginnya udara. Ia menggigitnya. Selezat kemarin.

“Terima kasih,” ujar Elara, merasa sedikit bersalah.

Fionn menyeringai. “Lihat, Elara. Itu adalah organik. Scone itu tidak ada di jadwalmu, tapi dia datang untuk menyelamatkan harimu. Ayo, misi Hotspot menanti!”

...****************...

Singkat waktu, jalan menuju bukit terasa lebih sulit dari yang diperkirakan Elara. Jalan setapak itu curam, licin, dan tidak ada tanda-tanda jalur yang jelas.

“Aku yakin di peta satelitku, kemiringan jalur pendakian tidak sesulit ini,” Elara mengeluh, terengah-engah.

“Peta satelitmu tidak mempertimbangkan lumpur yang membeku, Nona,” kata Fionn, yang dengan mudah mendaki sambil membawa Biscotti di pelukannya. “Kau terbiasa memperhatikan garis lurus di layar. Lihat saja apa yang ada di depanmu. Ada batu ini. Pegang ini dan melangkahlah. Begitu saja.”

Mereka terus mendaki. Elara mulai menyadari betapa Fionn adalah atlet yang alami, tubuhnya selaras dengan lingkungan.

“Mengapa kau tidak tinggal di Dublin, Fionn?” tanya Elara, mencoba mengalihkan perhatiannya dari rasa lelah yang membakar kakinya. “Dengan bakat dan etos kerjamu, kau bisa membuka kedai kopi yang sukses di pusat kota.”

Fionn berhenti, menunggunya menyusul. “Aku sudah pernah mencoba, Nona. Aku kuliah di Dublin. Aku mencoba membuka kedai di sana. Tapi semua orang terburu-buru. Mereka tidak benar-benar minum kopi. Mereka membelinya untuk status atau hanya sebagai alasan untuk terlambat rapat.”

“Itu namanya efisiensi perkotaan, semua orang memiliki target dan ambisi yang ingin dicapai untuk mencari makna hidup,” balas Elara, sedikit tersinggung.

“Itu bukan pencarian makna, nona. Itu namanya kehilangan momen,” Fionn menggeleng. “Aku suka mengetahui nama setiap orang yang datang ke kedai. Aku suka tahu anjing mana yang butuh belaian ekstra. Di Dublin, aku merasa seperti robot yang melayani robot lain. Di sini, aku merasa hidup.”

Elara terdiam. Ia tidak bisa menyangkal bahwa ia sering merasa seperti robot di Dublin.

“Lalu bagaimana dengan ambisi? Apa kau tidak punya ambisi yang lebih besar dari Shannonbridge?” tanya Elara.

“Ambisi terbesarku adalah memastikan Biscotti bahagia, dan membuat kopi terbaik yang bisa dibayangkan. Dan ya, aku punya rencana. Tapi rencanaku melibatkan pertumbuhan organik, bukan pertumbuhan paksa yang direncanakan oleh para perencana kota yang haus kontrol.” Fionn menatap Elara dengan senyum nakal.

Tak terasa mereka kini telah mencapai puncak bukit. Angin bertiup kencang, dan pemandangannya menakjubkan—ladang yang luas, sungai yang membeku, dan desa Shannonbridge yang tampak mungil di bawah.

“Nah, ini dia. Sinyal terbaik,” kata Fionn. “Waktunya... Tunggu. Masih ada lima menit lagi, Nona. Jangan curang.”

Elara menghela napas, frustrasi. Ia berjalan ke pinggir bukit, mencari tempat datar untuk meletakkan gadget-nya.

Namun, salju tebal membuat pijakan tidak stabil. Saat ia mengambil satu langkah lagi, kakinya terpeleset. Ia mencoba menahan diri, tetapi salju di bawahnya tiba-tiba bergeser.

BRUK!

Sebagian tanah di tepi bukit itu runtuh ke bawah. Elara tidak jatuh ke jurang, tetapi kakinya tersangkut di antara dua batu besar. Ia berhasil menahan dirinya dengan tangan, tetapi posisinya sangat canggung dan berbahaya.

Elara memejamkan mata. Ingatan tiba-tiba menyerang otaknya: suara debu, alarm, suara besi yang runtuh—hari di mana proyek besarnya hancur total karena kesalahan kecilnya.

Ia mulai bernapas pendek dan cepat. Rasa pusing melanda. Ia tidak bisa bergerak. Rasa takut dan bersalah dari masa lalunya—ketakutan akan kehancuran akibat kesalahan—membanjiri dirinya.

“Fionn… Fionn tolong, aku… aku tidak bisa bergerak!” Suaranya bergetar.

Fionn, yang awalnya mengira Elara hanya panik karena tergelincir, mendekat sambil tertawa. “Tenang, Nona O’Connell! Organik! Itu hanya batu—”

Fionn berhenti ketika melihat wajah Elara. Wajahnya pucat pasi, matanya membelalak ketakutan, dan air mata mulai mengalir di pipinya. Napasnya benar-benar tersengal-sengal. Ini bukan kepanikan biasa. Ini adalah serangan panik.

“Aku tidak bisa… aku tidak bisa… itu terjadi lagi. Aku tidak hati-hati! Aku merusak semuanya!” Elara mulai terisak, air matanya membeku di pipinya.

Fionn langsung menyadari keseriusan situasinya. Wajahnya berubah serius dan fokus. Ia dengan cepat meletakkan Biscotti di tanah dan berlutut di sebelah Elara.

“Dengar, Elara! Lihat aku. Hanya lihat aku, jangan lihat ke bawah. Tidak ada yang hancur. Kau aman. Tarik napas, Elara. Tarik napas.”

Elara menggenggam tangannya erat-erat, tidak bisa melepaskan diri dari ingatan traumatisnya. “Aku tidak bisa bernapas, Fionn! Aku tidak bisa!”

Fionn dengan cepat mengambil salah satu tangan Elara dan meletakkannya di dadanya, tepat di atas sweter rusa kutubnya yang berlampu.

“Dengarkan detak jantungku, Elara,” perintah Fionn, suaranya pelan dan menenangkan. “Dengarkan itu adalah... ritme. Bukan ritme jadwalmu, tapi ritme kehidupan. Tirukan ritme ini, Elara. Perlahan-lahan.”

Elara merasa kehangatan Fionn di telapak tangannya. Suara detak jantung yang stabil dan kuat itu mulai meresap ke dalam kepanikan Elara.

“Bagus, Elara. Perlahan. Ikuti aku. Inhale...” Fionn mengambil napas dalam-dalam. “...Exhale…”

Perlahan, Elara mulai meniru Fionn. Tarikan napasnya yang tersengal-sengal mulai melambat. Air matanya masih mengalir, tetapi rasa takutnya mulai mereda, digantikan oleh fokus pada ritme yang stabil itu.

“Kau lihat? Kau baik-baik saja. Tidak ada yang rusak. Hanya sedikit salju.” Fionn membiarkan Elara mengambil beberapa napas lagi, memeluknya dari samping untuk menopang kakinya yang tersangkut.

Setelah beberapa menit, Elara akhirnya bisa bernapas normal. Dia mendongak, matanya yang basah bertemu dengan Fionn.

“Terima kasih,” bisik Elara. “Aku… Aku tidak tahu apa yang terjadi.”

Fionn menggeleng. “Tidak apa-apa, Elara. Semua orang punya sesuatu di masa lalu. Dan sesuatu di dalam dirimu hanya mencoba keluar saat kau merasa tidak punya kontrol.”

Dia perlahan membantu Elara melepaskan kakinya dari sela-sela batu.

“Ayo kita turun. Lupakan hotspot itu. Kau sudah cukup mengalami kekacauan hari ini. Aku tidak akan memintamu bekerja dengan domba,” kata Fionn.

“Tidak,” Elara menggelengkan kepalanya. Ia melihat tablet-nya yang tergeletak di salju. “Aku harus melakukannya. Aku harus mengirim laporan itu. Jika tidak, aku akan—"

“Baiklah, Nona O’Connell. Kau adalah wanita yang kuat. Mari kita selesaikan ini. Tapi setelah itu, kau berjanji akan minum teh Earl Grey buatan Ibuku dan tidur siang di samping perapian.” Ucap Fionn tulus, tatapan mata birunya memancarkan kehangatan.

Elara tersenyum lemah. “Aku janji.”

Saat Fionn membantunya berdiri, Elara menyadari bahwa meskipun Fionn mengajarkannya untuk menerima kekacauan, pria itu sendiri adalah jangkar yang tak terduga dalam badai ketidaksempurnaannya.

1
d_midah
ceilah bergantung gak tuh🤭🤭☺️
d_midah: kaya yang lebih ke 'sedikit demi sedikit saling mengenal, tanpa terasa gitu' 🤭🤭
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!