Squel Cinta Setelah Pernikahan
21+
“Gimana mau move on kalau sering berhadapan dengan dia?”
Cinta lama terpendam bertahun-tahun, tak pernah Dira bayangkan akan bertemu lagi dengan Rafkha. Laki-laki yang membuatnya tergila-gila kini menjadi boss di perusahaan tempat ia bekerja.
“Tolong aku Ra, nikah sama aku bisa?” ucap lelaki itu. Dira bingung, ini lamaran kah? Tak ada kata romantis, tak ada cincin, tiba-tiba lelaki itu memintanya menikah dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cincin
Sama halnya dengan Dira, Rafkha pun masih tak menyangka dua hari yang lalu, dengan nekatnya ia langsung meminta Dira menjadi istrinya. Rafkha belum pernah menyatakan cinta sebelumnya kepada perempuan manapun, Jika biasanya Rafkha yang di obsesikan oleh banyak perempuan. Kali ini, ia yang terlalu obsesi. Rafkha telah mencerna setiap kata-kata papa-mamanya mengenai pernikahan, usianya yang sudah tak muda lagi. Sudah tidak pantas bermain-main dalam sebuah hubungan.
Maka, dengan gentle nya ia langsung meminta Dira untuk menjadi istrinya. Apa yang membuat Rafkha begitu yakin langsung menyatakan Dira menjadi pendamping hidupnya? Ia tak mau kehilangan lagi, sejauh ini, Dira masih penting baginya. Untuk mengenal lebih dekat dengan gadis itu, tidak ada salahnya ‘kan dengan cara yang halal?
Masih terngiang di pikiran Rafkha, bagaimana ekspresi Dira kemarin saat ia benar-benar memberikan simbolis, tanda bahwa Rafkha benar-benar melamarnya.
“Kita mau kemana?” Disinilah Dira, di dalam mobil Rafkha. Lelaki itu sudah menunggu selama kurang lebih setengah jam, didalam mobil. Menunggu di parkiran gedung kantor mereka.
Dua jam yang lalu, Rafkha menghubunginya, bahwa usai pekerjaannya selesai, Dira harus ikut dengannya. Tak menjelaskan akan kemana, Dira hanya menurut saja.
“Makan malam,” Rafkha melirik ke arah jam tangannya, 19.15.
“Maaf ya, aku lama.” Dira menautkan kedua tangannya. Ia letakkan tepat di atas tas yang ia pangku.
Rafkha mulai melajukan mobilnya, perlahan. Keluar dari pelataran gedung kantor mereka.
“Nggak apa-apa, sibuk banget ya?”
“Iya, revisi gambar resort. ‘kan kliennya minta di ubah. Waktu meeting Jum’at lalu kamu bilang, kita dikasih waktu satu minggu.” Jelas Dira.
“Oh iya aku lupa, gimana udah kelar?”
“Belum, dikit lagi.”
“Agak ribet emang permintaan mereka, tapi ya namanya klien.”
“Iya, udah biasa bahkan aku pernah dapat klien yang lebih parah dari itu.”
“Waktu masanya Bian?”
“Iya.”
Dira menjawab apa adanya.
“Bian yang norak itu ‘kan?”
Dira terkekeh pelan, ingin membenarkan pertanyaan Rafkha barusan. “Iya Bang,”
“Gimana nasibnya ya sekarang?” Rafkha menoleh ke Dira.
“Baik-baik aja kayaknya, dia ‘kan di mutasi ke Kalimantan.”
“Bukan itu maksud aku, gimana nasibnya setelah di tolak sama kamu ya? aku harap dia nggak berniat untuk bunuh diri,” kali ini, Rafkha yang terkekeh, seringainya mengejek. Mengejek Bian yang terang-terangan di tolak oleh Dira. Dan kini, Dira justru menjadi calon istrinya. Tentu ada rasa bangga dihatinya.
“Kamu ngetawain Pak Bian, Bang? sebenarnya aku kasihan sih sama dia, dia baik orangnya, baik banget, cuma ya gitu agak berlebihan.”
Raut wajah Rafkha langsung berubah, wajah cerianya kini sirna, jelas penyebabnya adalah Dira yang terang-terangan memuji cowok lain dihadapannya.
“Oh, jadi kamu juga suka sama dia?” Rafkha mengambil kesimpulan sendiri.
“Bukan... enggak, aku nggak—“
“Mungkin aja kalau dia nyatain cintanya nggak di depan umum, kamu bakal nerima dia?”
Dira mendengkus kesal, merasa tersudutkan saat ini.
“Aku nggak punya perasaan apa-apa sama dia, mana mungkin aku terima.” celetuk Dira tegas.
Seketika, mendengar jawaban Dira, jantung Rafkha berdegup kencang. Lantas, kemarin, gadis itu langsung menerimanya. itu artinya...
“Gimana dengan aku? kamu langsung nerima aku kemarin?”
Lampu lalu lintas menunjukkan para pengendara harus berhenti selama seratus dua pulu detik. Kesempatan Rafkha untuk menoleh, menghadap ke arah Dira. Menatap dalam pada gadis itu.
Tapi Dira masih belum menjawab, ia sedang mengatur napas. Menyusun kalimat apa yang akan ia lontarkan.
“Jawab aku, Ra.”
“Itu karena... kamu, kamu udah nolongin aku. ‘Kan kamu yang catat waktu aku janji juga bakal bantuin kamu.” Tepat sekali jawaban Dira.
“Oh... iya aku lupa.” Rafkha mendesah kecewa, jawabannya tak seperti yang ia harapkan.
🌸🌸🌸
Makan malam berlangsung hening, sesekali, mereka hanya saling bertatapan tanpa bicara. Dira makan perlahan, menikmati setiap suapan ke mulutnya. Berbeda dengan Rafkha yang terlihat sedikit tergesa-gesa. Lalu, ia mengeluarkan box berbahan beludru dari saku celananya. Box berwarna hitam, ia buka perlahan dan ia hadapkan kepada Dira yang tengah sibuk melahap makanan.
Dira berhenti, menatap benda mungil nan cantik itu. Agak tersipu dan sedikit terkesima, Rafkha benar-benar menepati janjinya.
“Will you marry me, Andira Faranisa?” ucapnya kemudian. Ah, sebenarnya Rafkha tak ingin se-romantis ini, sungguh bukan tipikalnya. Tapi... demi Dira dan masa depannya, ia merasa harus melakukan apapun.
Dira tersenyum, adegan ini, persis seperti drama-deama korea yang ia tonton, dan sekarang, ia yang menjadi tokoh utamanya. Terlebih beberapa detik yang lalu, lelaki itu menyebut nama lengkapnya. Level bahagianya hampir di ambang batas.
Dira tersenyum, seraya mengangguk pelan. Tak ada keraguan lagi dihatinya, Dira merasa, usianya yang sebentar lagi dua puluh enam tahun juga sudah pantas untuk menyandang status ‘istri’.
Rafkha mengambil alih lagi box itu kini berpindah ke tangannya, meraih cincin di dalamnya dan tanpa ragu ia menarik tangan kanan Dira. Beberapa detik kemudian, cincin sudah terpasang di jari manisnya.
Tapi Rafkha tak langsung melepas tangan Dira, ia genggam sebentar, ibu jarinya menyentuh cincin itu.
“Ini... biar orang-orang yang berniat deketin kamu, langsung mundur. Artinya kamu udah ada yang punya, paham?”
Dira menghela napas, tak perlu Rafkha jelaskan. Ia juga sudah paham akan hal itu.
Dira mengangguk lagi, kali ini senyumnya benar-benar lebar. Sumringah, ada rona merah dipipinya. Matanya berkaca-kaca. Matanya tertuju pada, tangan Rafkha yang masih berdiam tepat di atas tangan kanannya.
“Segitu senangnya ya di kasih cincin?” lelaki itu sadar, Dira sedang sangat bahagia dapat ia lihat dari ekspresi gadis itu.
“Makasih, Bang.” Gadis itu tersenyum, lagi, dan lagi.
“Bilang juga sama Faiz, nggak usah terlalu berharap lagi sama kamu. Jadi, dia bisa mundur teratur dan nggak terlalu syok nanti nerima undangan pernikahan kita.”
Dira tertawa kecil, ekspresi di wajah lelaki itu mengatakan bahwa ia sedang... cemburu mungkin? Tapi Dira tak mau terlalu percaya diri.
“Abang cemburu sama Faiz?”
Cemburu? apa itu? sulit bagi Rafkha untuk memastikan itu. Karena benar, ia tak pernah seperti ini sebelumnya. Tak suka melihat perempuan yang ia kenal, dekat dengan laki-laki lain.
“Mungkin.” Hanya sayu kata, lalu Rafkha mengalihkan pandangannya ke arah lain, untuk menatap Dira saat ini, agak sedikit... memalukan.
🌸🌸🌸
Lanjutin nih kalau banyak likenya 😍
follow ig author juga @rizki.taaaa
Binatang saja ga segitu kejamnya kok Sama anak sendiri...
Ga Ada roman2 nya Blas..