Di negeri fantasi Qingya, seorang gadis bernama Lian Yue tiba-tiba membangkitkan Spirit Rubah Perak sebelum usianya genap 18 tahun—sesuatu yang mustahil dan sangat berbahaya. Kejadian itu membuat seluruh sekte mengincarnya karena dianggap membawa warisan kuno.
Saat ia kabur, Lian Yue diselamatkan oleh pewaris Sekte Naga Hitam, Shen Ryuko, lelaki dingin dan kuat. Namun ketika tubuh mereka bersentuhan, Qi mereka saling menyatu—tanda bahwa mereka adalah pasangan ritual yang hanya bisa diaktifkan lewat hubungan intim.
Sejak itu, keduanya terikat dalam hubungan berbahaya, penuh gairah, dan diburu para sekte yang ingin merebut kekuatan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 — Mata yang Mengawasi
Setelah keputusan para Tetua, Paviliun Utara resmi menjadi penjara sekaligus benteng pertahanan bagi Lian Yue. Kehidupan barunya sangat sederhana: meditasi, mencoba membaca gulungan kuno Teknik Meditasi Naga-Rubah, dan yang paling sulit—menjalani hidup 24/7 di bawah pengawasan Shen Ryuko.
Ryuko menjalankan ‘hukuman’ ini dengan kedisiplinan yang brutal. Mereka berbagi ruangan, mereka makan di meja yang sama, dan mereka bermeditasi di matras yang bersebelahan. Namun, ia menjaga jarak fisik minimal, tidak pernah melewati batas yang hampir ia langgar di malam insiden.
Namun, jarak minimal itu adalah siksaan.
"Fokus, Lian Yue," tegur Ryuko, suaranya pelan tetapi tajam.
Lian Yue tersentak. Ia sedang mencoba mempraktikkan langkah pertama Teknik Meditasi Naga-Rubah: menyelaraskan Qi tanpa kontak kulit, hanya melalui resonansi aura.
“Maafkan aku,” bisik Lian Yue.
Ryuko duduk bersila, bertelanjang dada di balik jubah longgar (untuk mempercepat aliran Qi saat dibutuhkan), memancarkan aura Qi Yang yang begitu murni dan kuat, menyerupai naga yang tertidur. Lian Yue, hanya beberapa kaki darinya, merasakan Qi Rubahnya bergetar setiap kali Ryuko menarik napas.
Saat Ryuko menarik napas untuk siklus Qi, energi Naganya menyentuh Lian Yue, lembut namun mendesak. Tubuh Lian Yue bereaksi: panas menjalari kulitnya, dan fokusnya buyar.
“Jangan melawan Qi-ku. Biarkan ia masuk. Pikirkan Qi-ku sebagai udara yang kau hirup. Qi Rubahmu terlalu sensitif terhadap penolakan,” jelas Ryuko.
Lian Yue mencoba lagi. Ia menutup mata, mencoba melepaskan penolakannya. Begitu ia membiarkan Qi Ryuko merasuk, sensasinya luar biasa. Bukan hanya menenangkan, tetapi juga memicu rasa lapar spiritual yang aneh. Seolah-olah setiap sel dalam dirinya mengenali Qi itu sebagai bagian yang hilang.
Ini adalah Tuanmu. Bisikan Spirit Rubah Yueyin terdengar di benak Lian Yue.
Lian Yue merasa wajahnya memanas.
“Ada apa?” Ryuko membuka mata, melihat perubahan ekspresi Lian Yue.
“Tidak ada,” jawab Lian Yue buru-buru. “Hanya... Qi-mu terlalu kuat. Aku kesulitan membedakan Qi-ku sendiri.”
Ryuko menghela napas. “Aku tahu. Itulah masalahnya. Qi Rubah Perakmu terlalu agresif dalam mencari pasangannya. Kita harus menguasai resonansi sebelum Purnama berikutnya, atau kita akan dipaksa menyempurnakan Ikatan.”
Ryuko bangkit, berjalan ke rak buku untuk mengambil gulungan peta meridian.
Tepat saat Ryuko mengambil gulungan itu, sebuah bayangan panjang jatuh dari ambang jendela Paviliun Utara.
Feng Ruyin duduk di dahan pohon pinus hitam yang menjulang tinggi, tersembunyi di balik kabut gunung yang tipis. Ia mengenakan jubah sutra biru langit yang kontras dengan bebatuan hitam Sekte Naga Hitam, dan wajahnya yang cantik dipenuhi dengan kebencian dingin.
Ia sudah mengawasi Paviliun Utara selama dua hari. Ia telah melihat Ryuko dan gadis Rubah itu berbagi ruangan. Ia telah melihat betapa posesifnya Ryuko di sidang Tetua.
Ryuko, Naga yang tidak pernah menunduk pada siapa pun, kini menjadi pengasuh seorang gadis desa yang entah dari mana asalnya. Itu tidak bisa diterima.
“Shen Ryuko seharusnya menjadi milikku. Warisan Kekuatan Naga Hitam harus menjadi milikku,” pikir Ruyin, giginya terkatup rapat.
Ruyin bukan hanya murid biasa; ia adalah putri dari salah satu klan bangsawan terkuat yang mendukung Sekte Naga Hitam, dan ia telah lama mengincar posisi permaisuri Ryuko. Lian Yue adalah duri yang harus dicabut.
Ia melihat Ryuko kembali dari rak buku, tangannya kembali menyentuh Lian Yue—sekadar sentuhan kecil di bahu untuk memandu posisi meditasi.
Meskipun sentuhan itu singkat, Ruyin melihat reaksi Lian Yue. Gadis itu tersentak, wajahnya memerah, dan Qi perak yang halus muncul sebentar di kulitnya sebelum menghilang.
“Menjijikkan,” desis Ruyin. “Menggunakan Qi-nya sebagai alasan untuk keintiman murahan.”
Ruyin tahu bahwa ia tidak bisa menyerang Lian Yue secara langsung setelah peringatan dari Elder Mo Qiang. Ryuko akan membunuhnya. Ia harus menyerang secara halus, menggunakan intrik, dan membiarkan para Tetua yang menghukumnya.
Ia menarik sebuah jimat komunikasi Qi, bergumam pelan. “Shen Zhaoling? Aku punya informasi. Gadis itu tidak stabil. Mereka sedang mencoba Teknik Meditasi Naga-Rubah. Dan itu membutuhkan… kontak kulit yang intim. Pastikan para Tetua tahu betapa dekatnya mereka bermain api.”
Ruyin menyeringai. Ryuko mungkin kebal terhadap fitnah, tetapi reputasi Sekte tidak. Memaksa pewaris mereka bermain-main dengan Ritual terlarang akan memicu pertentangan dari klan-klan yang lebih konservatif.
Ia turun dari pohon, meninggalkan area itu dengan tenang.
Di dalam paviliun, Lian Yue tidak tahu dirinya sedang diawasi, tetapi ia merasakan gelombang Qi yang tidak menyenangkan beberapa saat setelah Ruyin pergi.
“Ada apa?” tanya Ryuko, merasakan keraguan Lian Yue.
“Aku tidak tahu,” bisik Lian Yue, melihat ke jendela. “Aku merasa… seseorang baru saja mengawasi kita dengan Qi yang dingin. Bukan musuh, tapi... cemburu?”
Ryuko mengerutkan kening. Insting Naganya juga merasakan gangguan Qi, tetapi ia terlalu sibuk melindungi Lian Yue untuk mengejar aura kecil seperti itu.
“Itu tidak penting,” potong Ryuko, mendorong Lian Yue kembali ke matras meditasi. “Yang penting adalah pengendalian. Sekarang, lupakan mata yang mengawasi. Kita harus mulai latihan kontak.”
Lian Yue menelan ludah. "Kontak?"
“Ya. Langkah selanjutnya dalam Meditasi Naga-Rubah adalah kontak kulit untuk menyinkronkan ritme Qi jantung,” jelas Ryuko, matanya serius.
Ia duduk di depan Lian Yue, meraih telapak tangan Lian Yue. Jari-jari mereka saling terkait.
“Tutup matamu,” perintah Ryuko. “Rasakan Qi Nagaku yang mengalir ke dalam. Jangan coba melawan. Biarkan Rubahmu merangkulnya.”
Lian Yue memejamkan mata. Sentuhan tangan Ryuko saja sudah cukup untuk membanjiri indranya. Telapak tangannya panas, kuat, dan penuh luka lama dari pelatihan yang keras.
Saat Qi Naga Ryuko memasuki meridiannya, Lian Yue merasakan reaksi aneh. Bukan hanya penyembuhan, tetapi semacam ‘pengenalan’ spiritual. Spirit Rubahnya, Yueyin, tampak tenang, seolah-olah akhirnya disuguhkan hidangan yang lama dinanti.
Energi itu mulai menyinkronkan ritme jantung mereka. Detak jantung Ryuko yang stabil dan kuat mulai menarik detak jantung Lian Yue yang bergejolak.
DUG... DUG...
DUG... DUG...
Jantung mereka berdetak seirama. Lian Yue merasa dirinya hanyut. Pikirannya kosong dari ketakutan; yang ada hanya kekuatan, kehangatan, dan energi yang sempurna.
Ini terlalu sempurna.
Saat fusi Qi mereka semakin dalam, Lian Yue mulai merasakan kepekaan Spirit Rubahnya. Ia merasakan Qi yang dingin, tajam, dan cemburu yang ditinggalkan Ruyin di luar. Dan anehnya, ia merasakan getaran posesif dari dalam Qi Ryuko itu sendiri—perasaan yang Ryuko coba sembunyikan dengan kontrol dirinya.
Lian Yue membuka mata. Ia menatap Ryuko. “Ryuko,” bisiknya.
“Sst. Fokus pada resonansi,” jawab Ryuko, matanya terpejam, sepenuhnya tenggelam dalam meditasinya.
“Aku bisa merasakan cemburu,” kata Lian Yue.
Ryuko membuka mata. “Apa?”
“Bukan dariku,” jelas Lian Yue. “Tapi Qi-ku, Spirit Rubahku… dia bisa merasakan Qi lain yang dingin dan cemburu dari luar, dan… dan aku bisa merasakan Qi-mu yang posesif. Itu membuat Rubahku semakin... agresif ingin mengklaimmu.”
Ryuko menatap Lian Yue, terkejut. Belum pernah ada yang bisa membaca emosi Qi-nya yang terkunci rapat.
"Itu... hanya efek samping dari resonansi yang dalam," Ryuko mencoba menenangkan.
"Tidak," bantah Lian Yue, mengencangkan genggaman tangannya. "Rubahku peka terhadap sentuhanmu. Dia tahu siapa yang mengawasi kita, dan dia tahu apa yang kau rasakan. Dia bereaksi seperti... seperti hewan betina yang melihat ancaman pada pasangannya."
Ryuko terdiam. Pengakuan itu—bahwa Spirit Beast Lian Yue kini bertindak sebagai pasangan hidupnya, bahkan tanpa persetujuan mental Lian Yue—adalah sebuah lonceng kematian bagi harapan Ryuko untuk tetap bersikap rasional.
Ia menyadari bahwa tarikan takdir ini jauh lebih primitif, lebih naluriah, dan lebih kuat daripada yang ia perkirakan. Spirit Rubah Ekor Perak tidak peduli pada politik sekte, atau janji-janji bodoh Ryuko. Ia hanya peduli pada kelangsungan hidup dan Ikatan.
Ryuko menarik Lian Yue ke sampingnya, duduk berdampingan. Ia melepaskan genggaman tangan, tetapi membiarkan bahu mereka bersentuhan.
"Kalau begitu, kita harus lebih cepat menguasai Teknik ini," kata Ryuko, suaranya dipenuhi urgensi. "Jika Rubahmu sudah bereaksi pada ancaman, itu berarti Ikatan Tubuh semakin dekat untuk sempurna. Kita tidak punya waktu lagi."
Lian Yue mengangguk, melihat tekad di mata Ryuko. Mereka kini tidak hanya berjuang untuk hidup, tetapi untuk mengendalikan hasrat primal yang mengikat mereka. Dan di luar sana, mata-mata yang cemburu menunggu saat mereka gagal.