NovelToon NovelToon
Bola Kuning

Bola Kuning

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:93
Nilai: 5
Nama Author: Paffpel

Kisah tentang para remaja yang membawa luka masing-masing.
Mereka bergerak dan berubah seperti bola kuning, bisa menjadi hijau, menuju kebaikan, atau merah, menuju arah yang lebih gelap.
Mungkin inilah perjalanan mencari jati diri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Paffpel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Pagi ini sangat cerah, ayam berkokok dan matahari bersinar terang. Langit biru sangat indah.

Arpa dan Juan berjalan menuju sekolah barunya. SMA Kuantama. Di tengah jalan Juan nyenggol pelan Arpa. “Rap, lu serius gapapa? Ya walaupun udah lumayan lama sih, gua takut kejadian kayak gitu dateng lagi, Rap,” kepala Juan menunduk sedikit dan alisnya naik ke tengah.

Arpa nepuk punggung Juan. “Santai, Jun.” Arpa nyengir.

Juan natap Arpa, dia tertawa kecil. Tapi… walaupun dia tertawa, hati kecilnya masih khawatir. “Ya… semoga nggak terjadi lagi ya, Rap,” kata Juan di dalam hatinya.

Setelah berjalan sambil ngobrol-ngobrol ringan, mereka pun sampai di sekolah baru mereka. Mata Arpa berbinar dan “Gila, bagus juga ya,” kata Arpa.

Rian yang lagi nyender di tembok dekat pagar nyamperin Arpa dan Juan. “Woi, Rap, Jun.”

Juan ngelirik Rian. “Oi, Yan. Ngapain lu? Nungguin kita?”

Rian ngangguk. Sedangkan Arpa, dia buru-buru masuk, mengabaikan mereka berdua. “Gila, keren banget nih sekolah, lumayan luas lagi!” kata Arpa.

Juan dan Rian nyamperin Arpa. “Ngomong-ngomong kalian masuk kelas mana? Gua 10C,” tanya Rian.

“Sama kok, kita berdua masuk 10C juga,” kata Arpa sambil nyengir. Juan ngangguk setuju.

Arpa ngerangkul Juan dan Rian. “Udah, ayo ke kelas, kita mulai masa-masa SMA kita.”

Mereka pun berjalan ke kelas, tapi mereka sering terhenti dan memperhatikan sekitar, karena penasaran dengan sekolah baru mereka.

Mereka pun sampai di pintu kelas 10C, Arpa ngebuka pelan-pelan pintu kelasnya. Arpa ngelirik-lirik kelasnya. Suasananya sangat sepi dan tenang. Belum ada yang saling berbicara satu sama lain. Mereka cuman diam dan kadang melirik-lirik orang lain.

Arpa, Juan dan Rian pun melangkah masuk dan mencari tempat duduk. Tempat duduk yang tersisa ada di paling belakang kelas, dan pas ada tiga kursi yang kosong.

Tidak lama setelah itu, wali kelas mereka masuk ke dalam kelas mereka. “Hai, nama ibu Kila. Kalian udah saling kenal belum nih?” kata bu Kila sambil senyum dan memperhatikan seluruh muridnya.

Tapi tidak jawaban, semuanya diam. Bu Kila menghela napas pelan sambil tersenyum. “Yaudah, kalian perkenalkan dulu yuk satu-satu, mulai dari yang paling depan, kamu yang pake kacamata, ayo maju,” bu Kila nunjuk siswi itu.

Siswi itu bangun dari bangkunya dengan penuh semangat dan jalan cepat ke depan kelas. “Halo! Gua Rinaya, Kalian bisa panggil gua apa aja, dan hobi gua lari, haha,” kata Rinaya dengan nada yang lumayan tinggi. Dia tersenyum lebar dan kedua tangan memegang pinggangnya. Matanya berbinar.

Bu Kila nepuk punggung Rinaya sambil ngasih jempolnya. “Ohoho, itu semangat yang bagus, Rinaya.”

“Yaudah kamu duduk, Rinaya. Selanjutnya, kamu, maju ke depan,” Bu Kila menunjuk siswa dia di samping kursi Rinaya.

Tapi siswa itu hanya diam. Tubuhnya sedikit bergetar dan pandangan menunduk ke bawah.

Bu Kila memiringkan kepalanya. “Kenapa? ayo maju.”

Tiba-tiba ada siswa yang mengangkat tangannya. Bu Kila nengok ke siswa yang mengangkat tangan. “Ya, kamu, kenapa?”

Siswa itu langsung berdiri. “Dia kembaran saya bu, emang gitu orangnya, malu-malu gitu. Nggak tau deh kenapa, emang aneh dia, udah saya aja yang maju, sekalian wakilin dia.”

“Nama gua, Depa. Terus si malu-malu itu Dipa. Hobi gua, nggak tau. Kalo hobi si Dipa, tanya aja sendiri.” Depa menaruh tangannya di kantong dan mukanya datar.

Bu Kila ngedeketin Depa dan berbisik. “Kami nggak boleh gitu, kalian kan kembar, harus rukun dong.”

Depa mendorong pelan bu Kila. “ya gimana mau rukun bu, dia aja kaya batu, diam mulu. Lagian kenapa ibu bau anak ayam sih?”

Depa langsung jalan menuju tempat duduknya. Sedangkan bu Kila mencium-cium badannya. Lalu Menatap Depa. “Hah?! Emang iya ya?” kata bu Kila di dalam hatinya.

Bu Kila pun langsung berdiri tegak dan fokus lagi. “oke anak-anak, lanjut ya.”

Seluruh murid pun bergantian memperkenalkan diri. Sampai lah pada giliran Juan dan Rian. Sepanjang perkenalan, Banyak murid yang cuman menyaksikan. Rinaya yang memperhatikan dengan senyum di wajahnya. Dipa yang lebih tenang dan kadang melirik siswa lain yang sedang memperkenalkan diri. Depa yang terus-menerus menguap dan nggak peduli sama sekali.

Dan saat giliran Arpa. Arpa berdiri di depan kelas. “Halo, nama gua Arpa. Ngomong apa lagi ya, hehe, hobi nggak punya, ya gitu deh,” Arpa nyengir sambil menggaruk kepalanya.

Depa yang tadinya mengantuk dan nggak peduli, tiba-tiba menatap fokus Arpa. Matanya sedikit menyipit.

Arpa melihat Depa yang sedang menatap dia. Arpa melambaikan tangannya dengan pelan sambil senyum. Depa langsung memalingkan mukanya.

Bu Kila nepuk pelan tangannya. “Oke anak-anak, berarti udah semua ya. Karena ini hari pertama kalian di sekolah ini, kalian nggak belajar ya, silahkan ngobrol santai, sekalian dapet temen, ibu pergi dulu ya, dadah,” bu Kila langsung pergi.

Kelas awalnya hening, tapi lama-lama ada beberapa murid yang memberanikan diri buat berbicara, perlahan-lahan semua murid saling berbicara. Kecuali Dipa, dia hanya diam sambil menundukkan kepalanya, dan Depa, yang terus-menerus memperhatikan Arpa.

Arpa sadar dia terus-menerus ditatap, dia sering melambaikan tangan, tapi Depa hanya menatap dia. Arpa nyolek Juan. “Jun, itu si Depa kenapa? Dari tadi ngeliatin gua mulu,” bisik Arpa.

Juan nengok ke Depa, terus nyengir. “Suka kali dia sama lu, Rap, hahaha.”

Tapi tiba-tiba Depa menghampiri Arpa sambil bawa kursi. Dia naruh kursinya di samping meja Arpa.

Arpa tersentak dan kadang memalingkan pandangannya. “Kenapa, Depa?”

Tapi Depa nggak menjawab dan kepalanya mendekati Arpa. “Hmm…”

Depa gosok-gosok dagunya sambil menatap Arpa, matanya menyipit. “Lu Arpa kan ya?” Tanya Depa.

Arpa ngangguk. Depa nunjuk-nunjuk Arpa. “Lu agak aneh ya. Eh, nggak. Lu menarik.”

Arpa memiringkan kepalanya. “Menarik? Apanya?”

Rian nyamperin mereka dan mendorong pelan Depa. “Lah lu ngapain, tiba-tiba banget.”

Depa natap Juan. Alisnya sedikit mengkerut. “diam lu, burung gagak.”

Rian bergerak tiba-tiba dan cepat. Alisnya naik. “Hah?! Burung gagak?”

Depa memalingkan mukanya dan menatap Arpa. “Kita berdua bener-bener beda, kita berdua berlawanan, tapi kita berdua itu mirip, Arpa.”

“Udah gitu aja, kalau penasaran nanti kita ngobrol, tapi hanya kita berdua ya,” Depa nyengir dan langsung pergi.

Arpa langsung berdiri dan memegang bahu depa. Dia menatap serius Depa. “jangan nanti, ayo sekarang.”

Depa nengok ke belakang dan nyengir. “hehe, itu keren, sini ikut gua.”

Mereka berdua pun pergi ke lorong, mereka ngebuka jendela di lorong dan berdiri sambil menatap langit.

“Sebelum gua mulai, gua mau nanya, gimana kalau gua pukulin temen lu itu? Si burung gagak, dan satu lagi itu.” Depa nyengir sambil natap Arpa.

Alis Arpa mengkerut dia menatap tajam Depa. “Gua bakal pukulin lu lebih parah lagi.”

Depa ngedeketin Arpa. “Gua itu kuat banget, kalian bertiga nggak ada apa-apanya sama gua.”

Arpa mengenalkan tangannya. Dia menghentakkan kakinya. “Gua nggak peduli.”

Depa tiba-tiba ketawa sambil mukul-mukul bahu Arpa. “Hahaha, udah gua duga.”

Badan Arpa langsung rileks. Kepalanya miring sedikit dan bahunya naik sedikit. “Hah?”

Depa berhenti perlahan-lahan berhenti ketawa. Dia sedikit menjauh dari Arpa dan menatap langit. “Gua tau, kita berlawanan, gua nggak tau pasti lu kayak gimana. Tapi gua tau dasar lu kayak gimana.”

“Gua itu ya, lebih nyaman buat jujur apa adanya, gua sering dibilang nyakitin perasaan orang lain. Tapi gua nggak peduli, karena ini cara gua. Dengan cara gua, semuanya selesai dengan cepat, Karena gua jujur,” kata Depa. Angin dari jendela berhembus. Rambutnya bergoyang-goyang.

Depa ngelirik Arpa dan nunjuk Arpa. “Dan lu, lu beda sama gua, lu mungkin lebih milih buat nyimpen sendiri dan nyelesain sendiri, itu bikin masalah selesai lebih lama. Lu bukan nggak jujur, lu cuman jujur, tapi pake cara lu sendiri. Kita itu mirip, kita berdua sama-sama jujur pake cara kita sendiri.”

Alis Arpa naik tipis dan tangannya naik sebentar. Sesaat dia nggak tau mau ngomong apa.

Depa menepuk-nepuk pundak Arpa. “Dadah, semoga ada hal menarik yang terjadi ya, pasti terjadi sih, haha,” Depa ketawa kecil lalu pergi.

1
HitNRUN
Nguras emosi
tecna kawai :3
Masih nunggu update chapter selanjutnya dengan harap-harap cemas. Update secepatnya ya thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!