Aprita Narumi Pramaisyuri adalah gadis tunggal yang hidupnya sebatang kara semenjak ayah satu-satunya meninggal karena sebuah ledakan. sementara ibunya meninggalkan dia sejak ia lahir demi laki-laki lain.
kini dia hidup bersama paman dari keluarga ayahnya.
Pamannya sendiri sudah dianggap seperti ayah sendiri, namun siapa sangka justru pamannyalah yang tau semua penyebab kehidupannya hancur, termasuk kematian ayahnya. namun dia rahasiakan semuanya demi kebaikan Aprita,
hingga waktu dan usia Aprita sudah cukup untuk menerima semua kenyataan itu.
dalam perjalanan hidupnya mencari jati diri dan penyebab kematian ayahnya, Aprita bertemu dengan sosok Reyn. laki-laki yang secara kebetulan selalu menolongnya disaat dia menghadapi kesulitan. kehadiran Reyn membuat warna baru di hidup Aprita, hingga Aprita berhasil menemukan sosok penyebab kematian ayahnya.
siapakah sosok itu sebenarnya? dan bagaimana kisah cinta Aprita dengan Reyn ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Willsky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meminta Restu I
Keesokan harinya, keadaan Aprita sudah membaik. bahkan dia sudah tidak sabar ingin segera keluar dari rumah sakit.
Setelah mengemasi barang-barang yang tidak terlalu banyak, karena hanya menginap semalam saja, Reyn langsung membawanya pulang ke kontrakannya. Setelah sampai di kontrakan Reyn menyuruh Aprita bersiap-siap.
" Kamu cepat mandi, dan bersiap-siaplah. Kita akan kerumah paman dan budhe mu." ucap Reyn.
" Sekarang?" tanya Aprita
" Iya. karena sudah tidak ada waktu lagi." ucap Reyn yakin.
Mau tidak mau Aprita harus menuruti perkataannya dan menuju ke kamar mandi. Membersihkan dirinya dan berganti pakaian. kali ini Aprita mengenakan pakaian atasan kaos dan cardigan polos berwarna krem dengan bawahan rok motif bunga lavender. penampilannya begitu feminim dan sedikit berbeda daripada biasanya yang selalu memakai celana jeans ketat atau kulot jeans dan celana kerja. Reyn terpana melihat penampilan Aprita.
Dengan sedikit polesan makeup dan bibirnya merah merona, tanpa disadar mulut Reyn tebuka dan tidak berkedip sekalipun.
" Reyn ... Reyn ... Reyn!" ucap Aprita berulangkali karena Reyn seperti orang kesurupan.
" Oh iya, ada apa my beloved?" jawab Reyn seketika tersadar.
Reyn sedikit salah tingkah, wajahnya memerah.
" Kenapa wajahmu merah begitu Reyn, apa kamu demam?" ucap Aprita sembari menempelkan tangan ke kening Reyn.
Mengecek apakah suhu tubuhnya tinggi.
" Oh tidak. Kamu tahu kenapa wajahku merah?" tanya Reyn dengan tatapan menggodanya.
Aprita hanya menggelengkan kepalanya.
" Karena kamu, sangat cantik." ucap Reyn.
Pipi Aprita berubah menjadi merona karena ucapan Reyn. Dia sepertinya malu atas pujian dari Reyn.
" Cepatlah kamu bersiap-siap Reyn." ucap Aprita mengalihkan pandangannya.
Reyn hanya tersenyum lalu menuju kemobil sembari menggandeng tangan Aprita.
" Reyn, kamu mau kemana?" tanya Aprita kebingungan.
" Ke apartemenku." jawab Reyn.
" Hah? Bukannya kita harus kerumah paman sama budhe?" ucap Aprita.
" Iya, apa aku akan kesana dengan pakaian seperti ini?" tanya Reyn.
Aprita memandangi Reyn dari atas hingga ke bawah. Dia lupa jika Reyn tidak membawa pakaian ganti. Akhirnya mereka berdua pergi menuju ke apartemen Reyn.
Setelah sampai di apartemen, Aprita menunggunya bersiap-siap. Dia mencoba melihat sekeliling. Dia teringat saat pertama kali menginap di apartemen itu, rasanya sakit dan benci saat itu. Namun aprita berusaha menenangkan dirinya dan mengalihkan topik pembicaraan. Dia melihat foto-foto yang ada di dinding, lalu matanya tertuju pada bingkai foto yaang tergeletak dilantai dan menyelip dibelakang bupet kecil. Dia mengambilnya dan melihat foto dibingkai itu. Yaitu foto Reyn bersama seorang wanita sedang berpelukan dan mereka berdua terlihat sangat bahagia.
" Apa ini foto Reyn ... tapi wanita ini, sepertinya aku tidak asing dengan wajahnya." ucap Aprita.
Aprita mencoba mengingat-ingat wajah wanita yang ada difoto itu.
" Oh ya ... dia adalah anak direktur atau sekretaris baru dikantorku bukan? Jadi mereka ..." ucap Aprita menebak.
Tiba-tiba dari belakang Reyn memeluknya dan segera mengambil foto itu lalu melemparnya ke sofa.
" Sudahlah, itu hanya fotoku dengan mantanku. Itu tidak penting." ucap Reyn.
Reyn menciumi leher Aprita.
" Tapi kenapa masih disimpan?" tanya Aprita.
" Eh ... baiklah, aku akan membuangnya sekarang ." ucap Reyn.
Reyn lalu mengambil foto itu dan membuangnya ke tempat sampah. Aprita hanya diam saja memandangi tindakan Reyn. Reyn tersenyum dan menghampiri Aprita lalu mengecup bibirnya agak lama.
Cuuuppp ...
Aprita hanya diam dan menerima kecupan dari Reyn.
" Reyn, Stop! Kenapa kamu sering menciumku?" ucap Aprita dengan raut wajah kesal.
" Hari ini aku belum menciummu. aku harus menciummu minimal satu hari satu kali. Apa kamu mau lagi?" ucap Reyn menggodanya.
Reyn mencoba memonyongkan bibirnya ke bibir Aprita. Namun Aprita mengelak dan menghindar dari Reyn.
" Tidak. ayo cepat, nanti keburu siang Reyn." ucap Aprita yang sudah menghilang dari pandangan Reyn.
Reyn lalu mengejar Aprita yang sudah keluar apartemennya dan menggandeng tangannya. Aprita hanya tersenyum dan tersipu malu.
Mereka lalu pergi menuju ke kediaman paman dan budhe. Satu jam lamanya mereka diperjalanan hingga Aprita ketiduran. Reyn membangunkannya dengan menciumi pipi Aprita. Entah kenapa hari itu Reyn lebih banyak mencium Aprita daripada biasanya. Apa karena hari itu Aprita terlihat sangat cantik, sepertinya begitu.
Lalu mereka memasuki rumah paman dan bersalaman. Aprita memperkenalkan Reyn. Ketika ditanya mengenai pekerjaan dan orang tua Reyn, Reyn yang menjawabnya. Dia menjelaskan tentang keberadaan orang tuanya bahwa dia tinggal bersama ayahnya dan ibunya sudah meninggal. Lalu untuk pekerjaannya dia menjelaskan bahwa dirinya mempunyai usaha cafe. Aprita hanya diam dan berusaha menerima penjelasan itu meskipun tidak sepenuhnya apa yang diucapkan Reyn benar. Setahu Aprita bahwa Reyn adalah seorang mafia jual beli senjata ilegal, hanya sebatas itu. Namun Aprita tidak mungkin memberitahu yang sebenarnya.
" Ini sangat mendadak nak. Tapi, budhe melihat nak Reyn sangat baik dan sopan. Sepertinya dia laki-laki yang bertanggung jawab." ucap budhe yang sedang mengaduk teh didapur bersama Aprita.
Aprita membantu budhenya menyiapkan minuman untuk tamu mereka.
" iya bu, dia memang baik dan bertanggung jawab. Makanya aku langsung menerima dia." jawab Aprita.
" Kalo boleh tahu, kalian kenal dimana?" tanya budhe Marlina lagi.
Namanya budhe Marlina, sedangkan suaminya bernama Henggar. Tapi Aprita sering memanggilnya Ibu dan Bapak, karena sudah dianggap seperti orang tuanya sendiri.
Aprita lalu mengeluarkan minuman dan beberapa jajanan khas daerah tempat tinggal mereka.
" Nak Reyn, cobalah jajanan ini. Ini jajanan khas daerah sini." ucap Paman Henggar.
" Apa ini seenak makanan Eropa ?" ucap Reyn mencoba melawak.
Paman dan lainnya tertawa.
" Haha ... paman memang belum pernah coba makanan Eropa, tapi ini enak." kata paman.
Reyn lalu mencoba mencicipi jajanan itu. Saat gigitan pertama raut wajahnya sedang merasakan makanannya, dan lama-lama raut wajahnya terkesima dan matanya melebar.
" Wah ... Ini enak sekali paman. benar-benar enak!" ucap Reyn sambil menggigitnya lagi hingga mulutnya penuh makanan itu.
" Jujur selama ini, baru kali ini aku mencoba makanan ini paman, dan ternyata enak banget, melebihi makanan Eropa!" kata Reyn lagi.
" Nah bener kan, ini buatan budhe loh. Kalau dikasih rating berapa nak Reyn?" ucap paman Henggar.
" Wah, benarkah itu budhe yang membuatnya sendiri?" tanya Reyn.
Budhe Marlina hanya mengangguk sambil tersenyum.
" Terimakasih budhe, terimakasih sudah membuatkan makanan seenak ini. Aku kasih rating seratus per sepuluh." kata Reyn.
Suasana menjadi penuh tawa. Aprita tidak menyangka jika Reyn mampu mengambil hati paman dan budhenya itu. Dia pikir Reyn adalah orang yang kaku dan sombong, ternyata salah. Justru Reyn begitu mudah beradaptasi dengan mereka. Aprita merasa lega, meskipun dia harus membohongi kehamilannya kepada paman dan budhenya. Dia tidak ingin mereka tahu akan hal itu, cukup dirinya dan Reyn saja yang mengetahui nya.
Lama mereka mengobrol, hingga tidak terasa hari menjelang petang. Mereka lalu menyudahi percakapannya dan berpamitan. Aprita sempat ditawari untuk menginap disana, namun Aprita tidak enak dengan tetangganya karena membawa seorang laki-laki. Reyn sebenarnya tidak keberatan jika diizinkan menginap disana, namun Aprit menolaknya, dengan alasan karena harus meminta resty dengan Zeevan.