Kirana Aulia, seorang asisten junior yang melarikan diri dari tekanan ibu tirinya yang kejam, tiba-tiba dihadapkan pada kenyataan pahit, ia hamil setelah insiden satu malam dengan CEO tempatnya bekerja, Arjuna Mahesa.
Sementara Kirana berjuang menghadapi kehamilan sendirian, Arjuna sedang didesak keras oleh orang tuanya untuk segera menikah. Untuk mengatasi masalahnya, Arjuna menawarkan Kirana pernikahan kontrak selama dua tahun.
Kirana awalnya menolak mentah-mentah demi melindungi dirinya dan bayinya dari sandiwara. Penolakannya memicu amarah Arjuna, yang kemudian memindahkannya ke kantor pusat sebagai Asisten Pribadi di bawah pengawasan ketat, sambil memberikan tekanan kerja yang luar biasa.
Bagaimana kelanjutannya yukkk Kepoin!!!
IG : @Lala_Syalala13
FB : @Lala Syalala13
FN : Lala_Syalala
JADWAL UPLOAD BAB:
• 06.00 wib
• 09.00 wib
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lala_syalala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IKSP BAB 9_Penolakan yang Memantik Amarah
Suasana di Kafe L'Avenue mendadak terasa dingin, seolah AC di ruangan itu tiba-tiba membeku. Di hadapan Arjuna Mahesa, yang baru saja melontarkan tawaran pernikahan kontrak, Kirana Aulia merasakan badai emosi yang tiba-tiba datang.
Pernikahan. Dengan pria ini. Ayah dari bayi yang kini mulai tumbuh di perutnya.
Logika Kirana berteriak, Terima! Ini adalah solusi finansial terbaik! Tetapi naluri keibuannya membisikkan peringatan keras: Tolak! Jangan biarkan bayi ini tumbuh di bawah kontrak dan tanpa cinta!
Kirana menghela napas panjang, mengumpulkan semua keberanian yang ia miliki. Ia menatap mata Arjuna, yang kini menunggunya dengan ekspresi percaya diri mutlak. Arjuna yakin, tidak ada wanita yang akan menolak tawaran ini.
"Maaf, Pak Arjuna," ucap Kirana, suaranya pelan tapi tegas, mengejutkan Arjuna.
Arjuna mengangkat alisnya, tidak menyangka akan mendengar kata-kata itu. "Apa katamu, Nona Aulia?"
"Saya menolak tawaran pernikahan kontrak Bapak," ulang Kirana.
Arjuna menyandarkan punggung ke kursi, tatapannya kini berubah menjadi tajam dan tidak sabar.
"Apakah kamu tidak mendengarkan baik-baik, Kirana? Aku menawarkanmu kebebasan finansial. Uang yang aku tawarkan bisa membuatmu kuliah lagi, memberimu rumah, dan membebaskanmu dari semua masalah keluargamu. Ini adalah kesempatan yang tidak akan datang dua kali."
Kirana merasakan sakit di hatinya. Ia tahu betapa ia membutuhkan uang itu. Namun, ia tidak bisa mengorbankan bayinya.
"Saya mendengarkan, Pak. Tetapi saya tidak bisa menerima tawaran ini," jawab Kirana, menggeleng perlahan.
"Saya akan mencari uang dengan cara yang lain. Dengan bekerja keras. Saya tidak mau menikah dengan Bapak hanya untuk menutupi masalah Bapak dan melupakan masalah saya."
"Menutupi masalahmu? Bukankah kamu lari dari rumah ibumu semalam? Bukankah kamu tidur di kos kecil sekarang? Jangan munafik, Kirana. Kamu putus asa," desak Arjuna, suaranya mulai naik, mencampakkan etika profesionalisme yang ia jaga. Ia mencoba memancing Kirana dengan kelemahan pribadinya.
Air mata Kirana mulai menggenang, namun ia menahannya. Ia harus tetap fokus pada alasan utamanya.
"Ya, saya putus asa. Tapi saya punya prinsip, Pak. Saya tidak bisa menikah dengan seseorang tanpa perasaan, hanya untuk sandiwara," kata Kirana. Kemudian, dengan suara yang hampir tidak terdengar, ia menambahkan,
"Saya tidak mau anak saya..." Ia berhenti mendadak, hampir keceplosan.
"Anakmu? Anak siapa? Jangan mengarang cerita, Kirana," potong Arjuna cepat, tidak terlalu memperhatikan kata 'anak' itu karena ia lebih fokus pada penolakan Kirana yang menghina.
"Maksud saya, saya tidak mau hidup saya menjadi sandiwara, Pak. Saya tidak ingin terikat dalam kontrak yang akan menyakiti saya di masa depan," ralat Kirana cepat.
"Saya menghargai tawaran Bapak, tapi jawaban saya adalah tidak."
Penolakan Kirana membuat kontrol diri Arjuna runtuh seketika. Seumur hidupnya, ia selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Sebagai CEO, perintahnya adalah hukum. Dan kini, seorang asisten junior berani menolak tawaran yang ia anggap 'tidak mungkin ditolak'.
Wajah Arjuna mengeras. Amarah yang dingin dan berbahaya terpancar dari matanya.
"Kamu benar-benar bodoh, Nona Aulia," desis Arjuna, mencondongkan tubuhnya ke meja, berbicara dengan nada yang dipenuhi ancaman. "Aku menawarkanmu jalan keluar, dan kamu menolaknya demi harga diri yang tidak bisa memberimu makan!"
Ia kemudian mengangkat topik yang paling ditakuti Kirana.
"Atau, apakah kamu berpikir aku akan melupakan malam itu jika kamu menolakku?"
Kirana langsung pucat. "Saya sudah bilang, saya tidak akan membicarakan itu, Pak."
"Benar. Tapi aku bisa membicarakannya. Aku bisa bilang kamu mencoba menjebakku. Aku bisa menyebarkan rumor tentangmu di seluruh perusahaan. Kamu tahu reputasiku jauh lebih kuat darimu, Kirana. Aku bisa memecatmu besok, dan kamu akan kehilangan pekerjaanmu. Bahkan, aku bisa memastikan kamu tidak akan mendapatkan pekerjaan di industri ini lagi. Lalu, kamu akan kembali ke ibu tirimu, tanpa pekerjaan, dan tanpa masa depan," ancam Arjuna, menggunakan semua senjata yang ia miliki untuk menundukkan Kirana.
Kirana merasakan air matanya benar-benar tumpah kali ini, namun ia tidak menangis keras-keras. Ancaman itu nyata, dan itu menyakitinya. Namun, janji pada dirinya sendiri untuk melindungi bayinya jauh lebih kuat.
'Dia tidak boleh memecatku. Aku butuh pekerjaan ini sampai aku menemukan cara lain.' gumamnya dalam hati Kirana yang bergejolak di hatinya.
"Silakan saja, Pak," kata Kirana, suaranya bergetar karena menahan tangis dan amarah.
"Jika Bapak mau menghancurkan karir saya hanya karena saya menolak menjadi istri kontrak Bapak, itu urusan Bapak. Tapi saya tetap tidak akan menikah dengan Bapak." tegasnya kemudian berdiri dari kursi.
"Saya Asisten Junior Bapak. Saya tidak akan pernah mengkhianati perusahaan. Saya akan bekerja dengan baik. Tapi saya bukan boneka Bapak untuk disuruh-suruh menikah."
Kirana mengambil tasnya dan bergegas pergi, meninggalkan Arjuna yang tercengang dan dipenuhi amarah. Ia tidak pernah diperlakukan seperti ini. Penolakan itu tidak hanya menyakiti harga dirinya, tetapi juga menggagalkan rencana sempurnanya untuk membungkam orang tuanya.
Arjuna menatap kepergian Kirana, tangannya mengepal erat di atas meja. Rasa marahnya mendidih, namun di baliknya, ada rasa penasaran dan sedikit kekaguman atas keberanian wanita itu.
'Dia menolakku? Setelah apa yang dia lalui, dia menolak jumlah uang sebanyak itu?' ucapnya dalam hati
Ini berarti Kirana Aulia lebih berbahaya dari yang ia kira. Dia tidak mudah dibeli. Dan itu berarti, ia tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Rahasia malam itu masih menggantung di udara.
Ia mengambil ponselnya, menelepon Bayu, suaranya keras dan dingin.
"Bayu. Batalkan semua pertemuan saya besok. Dan segera hubungi bagian Legal. Saya ingin draf Kontrak Pernikahan itu diubah. Buat menjadi lebih mengikat."
"Tapi, Pak, Nona Aulia sudah menolak..."
"Dia menolak tawaran yang ramah, Bayu. Sekarang kita akan melakukan cara yang berbeda," potong Arjuna tegas.
"Dia pikir dia bisa menghindariku? Dia salah. Aku adalah CEO-nya. Aku akan memaksanya menikahiku, bukan dengan uang, tetapi dengan tekanan."
Arjuna bangkit dari kursinya, matanya berkilat penuh tekad.
"Aku akan memindahkan Kirana Aulia ke kantor pusat, sebagai asisten pribadiku. Mulai besok, aku akan mengawasinya 24 jam sehari. Aku akan membuat hidupnya sulit di kantor, dan aku akan membuatnya tunduk padaku, sampai dia memohon untuk menandatangani kontrak itu."
Di mata Arjuna, Kirana Aulia kini bukan hanya wanita yang berbagi malam dengannya, atau karyawan biasa. Dia adalah pion yang harus dikendalikan demi menjaga stabilitas tahtanya.
Arjuna bertekad. Ia akan memaksa Kirana menjadi pengantin kontraknya, demi dirinya sendiri, dan demi menenangkan kedua orang tuanya. Ia tidak tahu, penolakan Kirana adalah upaya terakhirnya untuk melindungi benih yang telah ia tanam, benih yang akan menjadi alasan utama Kirana akhirnya terpaksa mengatakan ya.
.
.
Cerita Belum Selesai.....
trs knp di bab berikutnya seolah² mama ny gk tau klw pernikahan kontrak sehingga arjuna hrs sandiwara.
tapi ya ga dosa jg sih kan halal
lope lope Rin hatimu lura biasa seperti itu terus biar ga tersakiti