NovelToon NovelToon
Retak Yang Tak Kembali

Retak Yang Tak Kembali

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Pelakor jahat / Penyesalan Suami / Antagonis / Selingkuh / Sad ending
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Dgweny

Nayara dipaksa menghadapi Pengkhianatan menyakitkan dari suaminya, Ardan (Direktur Konstruksi), hanya untuk menyadari bahwa pengusiran itu adalah upaya putus asa Ardan untuk melindunginya dari konspirasi berbasis Hutang Karma masa lalu.
.
.
Didorong rasa cinta yang besar terhadap Ardan , Nayara berpacu melawan waktu memperebutkan 'Kunci Master' ke The Grid, sistem infrastruktur yang dikendalikan secara Biometrik oleh kesadaran seorang anak.
.
.
Setelah menyelamatkan Ardan dari transformasi digital, Nayara menemukan ancaman yang sebenarnya kini merasuki orang terdekatnya, menandakan bahwa perang melawan The Grid baru saja dimulai.

______________


Tolong dibantu untuk like , komen dan follow akun aku ya, bantuan kalian sangat berharga untuk aku🫶

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dgweny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19. Jejak Tanah dan Pengkhianatan (2)

Haiii Guys sebelum baca tolong di bantu klik like nya ya sama bolehhh komen nya dan follow nya jangan lupa hihihi. Bantuan kalian sangat berarti buat aku🫶

Happy reading 🌷🌷🌷

...****************...

Nayara tersentak, bagaimana bisa uang 12M itu hilang?

“Lalu Ardan bagaimana? Apa dia tahu?”

“Tahu, Mbak. Pak Ardan itu sudah bolak-balik ke sini. Dia tegang sekali. Dia bilang dia nggak merasa transfer. Tapi di sistem akunting, tercatat transfer itu sudah keluar dengan tanda tangan approval digital dia. Dia sempat bilang, dia seperti dijebak.”

Darah Nayara berdesir dingin. Dijebak. Kata-kata itu. Uang transfer yang hilang. Tanda tangan yang dipalsukan.

Dan yang paling penting: Jebakan itu pasti sudah disiapkan berbulan-bulan, jauh sebelum Ardan mengusirnya.

Nayara kembali ke mobil taksi. Ia menghubungi Dion, pengacara handal yang juga mantan tunangannya.

“Dion, aku butuh bantuan mendesak. Aku butuh kamu mencari tahu tentang PT. Rajawali Baja dan siapa pemiliknya. Dan tolong, cek riwayat transfer dana Rp. 12{M} dari Cipta Raya Abadi ke rekening mana pun yang berhubungan dengan Rajawali Baja dalam dua bulan terakhir.”

Dion, yang sudah tahu garis besar masalahnya, menjawab cepat. “Aku akan langsung ke bagian notaris dan kejaksaan. Aku akan cari tahu ini penggelapan atau penipuan bisnis. Tunggu kabar dariku, Nay. Kamu aman?”

“Aku aman. Aku di luar. Tapi tolong, cepat.”

Sambil menunggu kabar dari Dion, Nayara mulai memproses informasi yang didapatnya. Hilangnya uang, Mira yang berbohong, dan Ardan yang dituduh bertanggung jawab.

Ia tiba-tiba teringat pesan dari nomor tak dikenal: “Dia akan hancur.”

Tentu saja. Ardan akan hancur. Proyek Jembatan Seruni mandek karena materialnya tidak terbayar, padahal uangnya sudah dicairkan. Ini adalah skandal besar. Ardan, sebagai Direktur Operasi dan penanggung jawab proyek, akan menjadi kambing hitam utama.

Tapi siapa yang menjebaknya?

Nayara mencari berita-berita lama tentang Cipta Raya Abadi. Ia menemukan artikel lama tentang persaingan sengit antara Cipta Raya Abadi dan perusahaan konstruksi lain, PT. Jaya Utama.

Tiba-tiba ponselnya bergetar. Dion menelepon.

“Nay, aku dapat data penting. Ini gila,” suara Dion terdengar tegang. “PT. Rajawali Baja, pemasok material yang seharusnya menerima 12{M} itu, baru saja diakuisisi tiga bulan lalu oleh sebuah perusahaan induk. Dan coba tebak siapa pemilik perusahaan induk itu?”

Nayara menahan napas. “Siapa, Dion?”

“Raynald Wibisana.”

Nayara terbelalak. Raynald. Mantan partner bisnis Ardan yang bermasalah setahun lalu. Nama yang disebut Nayara kepada Pak Bram di warkop beberapa hari sebelumnya.

“Mustahil! Tapi… itu menjadi masuk akal kenapa Ardan sangat tegang dan mengusirku!” seru Nayara. “Dia tahu Raynald sedang menyusun rencana untuk menghancurkannya!”

“Bukan hanya itu, Nay. Aku punya feeling buruk tentang Mira. Aku cross-check data. Mira Adelia, sekretaris dan orang kepercayaan baru Ardan di proyek Seruni, adalah mantan karyawan senior PT. Jaya Utama, perusahaan pesaing yang berseteru hebat dengan Ardan setahun lalu.”

Dunia Nayara seakan berhenti berputar. Mira, yang pura-pura mengurus Ardan di rumah sakit, ternyata adalah bagian dari skema ini. Mira adalah mata-mata. Mira adalah umpan.

Raynald (The Mastermind), pemilik perusahaan supplier yang tidak mengirim material. Mira (The Gatekeeper), mata-mata yang memastikan Ardan tetap disibukkan dan terisolasi, serta memanipulasi data approval transfer.

Nayara kini mengerti mengapa Ardan begitu dingin, begitu kejam, dan memilih Mira di depannya. Ardan tahu Raynald mengawasi. Ardan tahu Mira melaporkan setiap gerak-geriknya. Untuk meyakinkan Raynald bahwa Nayara tidak akan mengganggu, Ardan harus memutusnya secara drastis, bahkan mengorbankan perasaan Nayara.

Pengusiran itu… adalah tindakan penyelamatan diri yang paling menyakitkan.

.

.

.

Nayara kembali ke warkop Pak Bram. Ia butuh tempat tenang untuk berpikir.

“Pak, Ardan dijebak. Oleh Raynald, mantan partner kerjanya. Raynald menggunakan seorang perempuan, namanya Mira, untuk memanipulasi proyek Jembatan Seruni. Uang 12{M} hilang dan Ardan akan dijadikan kambing hitam. Dia mengusir saya karena tahu Mira mengawasi kami.” Nayara menceritakan semuanya dalam satu napas.

Pak Bram diam, mengaduk kopinya. “Saya sudah duga ada yang tidak beres, Nak. Sikap manusia tidak bisa berubah secepat itu tanpa alasan yang besar.”

Nayara memeluk cangkir kopinya. “Sekarang saya harus apa? Ardan di apartemen. Dia tidak akan mau bertemu saya karena takut Mira tahu. Saya tidak bisa bicara dengannya. Dia mungkin sudah memblokir semua saluran komunikasi yang mudah dilacak.”

Pak Bram menyandarkan punggung ke kursi kayu. “Kalau dia tahu kamu dijebak, dan tahu kamu sedang diawasi, dia pasti punya satu cara rahasia untuk menyampaikan pesan. Sesuatu yang hanya kalian berdua yang tahu.”

Nayara memejamkan mata, mencoba mengingat. Mereka menikah selama lima tahun. Ada begitu banyak sandi, kebiasaan, dan tempat rahasia.

* Kotak besi di bawah keramik kamar mandi? Sudah mereka ganti.

* Email lama yang hanya mereka berdua tahu kata sandinya? Terlalu mudah dilacak.

Tiba-tiba, Nayara teringat kebiasaan Ardan.

Kebiasaan yang ia lakukan setiap kali Ardan sangat stres di kantor. Ardan akan menuliskan semua beban kerjanya di suatu tempat, karena ia percaya, menuangkan masalah di tempat yang tidak bisa dibaca orang lain akan meringankan beban.

“Pak Bram! Buku harian lapangan!” seru Nayara.

“Apa itu, Nak?”

“Waktu Ardan masih jadi site manager di awal karirnya, dia selalu mencatat masalah teknis dan frustrasinya di buku harian lapangan. Buku itu tebal, kulitnya cokelat, dia selalu menyimpannya di tempat yang ia anggap paling aman. Dulu… dia menyimpannya di balik tumpukan file pajak lama di rumah.”

Nayara berdiri. “Aku harus kembali ke rumah, Pak. Aku harus mencari buku itu. Aku yakin dia menyembunyikan petunjuk atau bukti di sana, atau mungkin surat untukku.”

“Tapi Ardan bilang ini rumahnya. Dia bahkan mengancam akan bertindak jika kamu datang lagi,” Pak Bram memperingatkan.

“Dia mengancam agar Mira percaya. Tapi dia tidak akan benar-benar menyakiti saya, Pak. Saya tahu itu. Saya akan coba masuk sebelum Mira curiga. Saya harus pergi sekarang.”

Nayara tiba di rumah. Jantungnya berdebar kencang. Ia mencoba menenangkan diri. Ardan tidak akan ada di rumah. Ia di apartemen yang disewa untuk meyakinkan Raynald dan Mira bahwa ia telah meninggalkan Nayara.

Nayara membuka pintu dengan kunci cadangan. Rumah itu gelap dan sunyi, terasa dingin tanpa kehadirannya dan Ardan.

Ia langsung menuju ruang kerja. Ruang yang dulu mereka bagi bersama. Ia mencari lemari arsip lama, tempat file pajak tahunan disimpan.

Dia menarik tumpukan file pajak. Di belakang tumpukan file tahun 2021, dia menemukannya.

Buku Harian Lapangan Cokelat Tua.

Nayara menariknya keluar. Buku itu tebal, penuh coretan, dan berbau kertas lama.

Dengan tangan gemetar, Nayara membukanya. Halaman-halaman awal berisi catatan teknis yang rumit, perhitungan budget pembangunan jalan tol pertama mereka. Semuanya murni pekerjaan.

Lalu, ia membuka lembaran terbaru—lembaran yang ditulis beberapa hari setelah ia diusir dari rumah.

Tulisannya cepat, terburu-buru, dan hampir tidak terbaca.

"Aku harus lakukan ini. Dia (Mira) tidak boleh curiga. Pengusiran itu harus nyata. Aku tahu betapa sakitnya dia (Nayara), tapi jika dia tetap di sini, Raynald akan menjadikannya alat. Material di Proyek Seruni tidak dibayar.

Uang itu disalurkan ke rekening bank di luar negeri yang dikendalikan Raynald, menggunakan tanda tangan digital yang dicuri. Aku tidak punya bukti fisik. Hanya tahu ini terjadi saat aku pingsan di kantor seminggu lalu.

Aku tahu dia akan membaca ini. Nayara, kamu harus mencari folder kuning yang kusembunyikan di kantor lama Pak Tirtayasa, ruang arsip basement. Itu berisi rekaman lama percakapan Raynald dengan investor lama, bukti kejahatan dia yang dulu.

Itu bukan bukti untuk kasus ini, tapi itu adalah alat negosiasi untuk membuat Raynald mundur. Kau harus menemukannya. Kau harus selamat.

Dan tentang Mira… dia bukan satu-satunya. Ada orang lain di dalam perusahaan, yang membantu Mira mengubah data transfer. Aku yakin dia adalah orang yang tahu kode akses ke server utama."

Nayara merasakan air matanya mengering. Ardan benar-benar melakukan ini untuk melindunginya. Mira adalah gatekeeper, tapi ada orang dalam lain.

Nayara membalik halaman terakhir. Ardan mencoret-coret sesuatu yang terlihat seperti denah lantai.

Ini adalah denah lantai apartemen barunya. Di satu titik, ada tanda X besar.

X \= Bukti di balik cermin kamar mandi.

Ardan meninggalkan petunjuk di apartemennya sendiri!

Tiba-tiba, Nayara mendengar suara kunci diputar di pintu depan.

KLIK.

Nayara tercekat. Itu suara kunci pintu utama. Ardan pulang?

Tidak. Ardan tidak akan pulang. Dia tidak mungkin pulang.

Nayara membeku di ruang kerja. Jantungnya berdetak kencang seperti drum.

Langkah kaki terdengar perlahan, bukan langkah kaki lelah Ardan. Langkah ini lebih ringan, lebih teratur. Seperti langkah kaki seorang perempuan.

Nayara menyelinap ke balik rak buku, bersembunyi.

Sosok itu masuk ke ruang kerja. Nayara menahan napas.

Itu Mira.

Mira menyalakan lampu ruang kerja. Ia berdiri di tengah ruangan, memandang berkeliling. Matanya menyapu setiap sudut dengan curiga.

“Aku tahu kamu di sini, Nayara,” suara Mira terdengar dingin dan tajam. “Ardan meneleponku. Katanya kamu masih belum menyerah. Dia bilang, dia harus memaastikan kamu benar-benar pergi.”

Mira berjalan perlahan ke meja kerja, tempat Nayara tadi mengambil buku harian itu. Tepat di sana, di balik tumpukan file yang berantakan, Mira melihat sesuatu yang ganjil.

Mira menunjuk ke file yang sedikit miring. “Sial. Ardan terlalu ceroboh.”

Ia berjalan menuju lemari arsip, tempat Nayara mengambil buku cokelat itu.

“Aku tahu Ardan pasti meninggalkan sesuatu untukmu,” desis Mira. “Pria bodoh. Cinta lamanya lebih kuat dari rasa takutnya.”

Mira merogoh di balik file pajak. Ia menyentuh area yang kosong, tempat Buku Harian Lapangan tadi berada.

Wajah Mira mengeras. Ia berbalik, matanya menatap tajam ke sekeliling ruangan.

“Dia sudah mengambilnya,” bisik Mira. “Dia datang ke sini.”

Mira mengeluarkan ponselnya, mengetik sesuatu dengan cepat. Nayara tahu, ia harus lari. Sekarang, Mira sudah tahu dia ada di rumah. Namun, saat Nayara hendak bergerak, Mira mendesis lagi, kali ini ke teleponnya.

“Aku di rumahnya. Dia baru saja mengambil buku itu. Iya, aku yakin dia akan pergi ke apartemen. Kenapa? Karena dia akan mencari petunjuk yang dia tinggalkan di sana.”

Mira terdiam sebentar, mendengarkan. Lalu, senyum tipis, dingin, muncul di bibirnya.

“Baiklah. Aku akan bereskan ini. Kita tidak perlu melibatkan Ardan. Biar aku yang mengurus penghalang kecil ini.”

Mira menutup teleponnya. Ia tidak meninggalkan ruang kerja.

Nayara kini terperangkap. Ia tahu dia harus segera ke apartemen Ardan untuk mengambil bukti di balik cermin kamar mandi. Tapi Mira sudah ada di rumah dan tahu tujuannya.

Nayara mengintip. Mira merogoh tasnya. Ia mengeluarkan sebuah pisau lipat kecil.

“Kalau aku tidak bisa membuatnya pergi, maka aku akan memastikan dia tidak bisa bergerak lagi,” gumam Mira.

Nayara mundur perlahan, jantungnya berdetak di telinga. Ia harus pergi ke dapur. Ia harus mencari sesuatu untuk membela diri.

Ia mundur perlahan, menginjak pecahan piring yang pernah dipecahkan Nayara saat Ardan mengusirnya.

PYARR!

Suara pecahan piring itu membelah keheningan rumah.

Mira menoleh cepat ke arah suara itu berasal. Wajahnya kini tidak lagi tersenyum, hanya ada tatapan dingin seorang predator.

“Nayara!” Mira berteriak. “Keluar! Atau aku yang akan mencarimu, dan itu akan jauh lebih menyakitkan!”

Bersambung....

1
Sanda Rindani
kok jd istri tolol,
Dgweny: wkwk aku juga Gedeg Ama nayara ka🤣
total 1 replies
Nindi
Namanya Mira Lestari atau Mira Adelia, thor?
Dgweny: Adeliaa wkwk typo aku ka hehe
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!