NovelToon NovelToon
Kebangkitan Zahira

Kebangkitan Zahira

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / Pelakor jahat
Popularitas:9k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Zahira terpaksa bercerai setelah tahu kalau suaminya Hendro menikah lagi dengan mantan pacarnya dan pernikahan Hendro di dukung oleh ibu mertua dan anak-anaknya, pernikahan selama 20 tahun seolah sia-sia, bagaimana apakah Zahira akan melanjutkan pernikahannya atau memilih bercerai

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KZ 20

Di desa Zahira sedang ada konveksi yang memproduksi kain majun dan sedang membutuhkan tenaga kerja. Zaenab, adik Zahira, keberatan jika kakaknya bekerja di sana karena ada Romlah—perempuan yang sejak remaja dikenal tidak menyukai Zahira. Dulu, Romlah sangat mengincar Hendro, tetapi sayangnya Hendro justru memilih Zahira sebagai pendamping hidup. Sejak saat itu, Romlah menyimpan rasa iri dan permusuhan terhadap Zahira, meskipun bertahun-tahun telah berlalu.

"Tenang saja, kita ini sudah sama-sama tua. Mana mungkin masih seperti dulu, suka adu omongan apalagi sampai jambak-jambakan rambut," ucap Zahira sambil tersenyum.

"Si Romlah sekarang janda, Kak. Awalnya dia menikah dengan duda kaya, tapi ketahuan selingkuh dan akhirnya diceraikan. Tapi meskipun begitu, dia masih saja suka pamer di desa ini, Kak," ucap Zaenab, mengingatkan dengan nada setengah kesal.

"Sudahlah, jangan gibah. Nggak baik. Yang penting pekerjaannya halal," ucap Yusni menengahi dengan lembut.

"Ya sudah, aku cuma mengingatkan, Kak. Ingat ya, jangan mudah ditindas," ucap Zaenab dengan nada serius.

..

Sementara itu, Hendro membawa pulang Angga ke rumah. Jam sudah menunjukkan pukul 18.30, tetapi mobil yang digunakan oleh Anggi belum juga kembali. Hendro terlihat gelisah, matanya sesekali melirik ke arah jalan depan rumah, berharap lampu mobil segera tampak dari kejauhan

"Habis kamu beres-beres, kamu ke rumah sakit gantikan Sinta jagain nenek," ucap Hendro.

"Sinta? Siapa itu?" tanya Angga heran.

"Sinta, pembantu yang baru Bapak pekerjakan kemarin," jawab Hendro singkat.

"Kalau sudah ada pembantu, kenapa aku yang harus ke rumah sakit? Aku capek, Badan pegal-pegal. Semalam aku sudah kerja keras," sahut Angga dengan nada kesal.

Rasanya Hendro ingin menampar anaknya itu seratus kali. Tapi ia menahan diri—ada hal yang lebih penting yang harus ia lakukan. Malam ini, ia akan mendapatkan banyak uang, dan itu jauh lebih berharga daripada meladeni sikap Kurang ajar Angga.

Kemudian Hendro masuk ke kamarnya. Ia menarik napas panjang. Kini, ia harus mulai menyesuaikan diri menjalani hidup tanpa Zahira. Dalam hati, ia mulai mengakui bahwa selama ini dirinya begitu bergantung pada Zahira—istri yang tak pernah ia hargai, hingga akhirnya memilih pergi.

Hendro perlahan membuka lemari, memilih pakaian terbaik yang ia miliki. Ingatannya melayang ke beberapa tahun lalu, saat ia memarahi Zahira karena memilihkan baju yang menurutnya norak. Saat itu, ia tak punya waktu untuk memilih pakaian sendiri, jadi terpaksa mengenakan pilihan Zahira. Namun, di acara tersebut, justru dirinya menjadi pusat perhatian. Baju yang ia kenakan dipuji karena perpaduan warnanya yang serasi dan sesuai dengan tema acara. Banyak orang mengaguminya—tapi ada satu pertanyaan yang membuatnya terdiam kala itu:

“Pak, istrinya ke mana? Kok nggak dibawa?”

Hendro kembali ke masa sekarang dan mulai mengenakan pakaiannya. Ia berdiri di depan cermin, merapikan kerah, lalu terdiam sejenak. Bayangan tentang Zahira muncul—wanita yang dulu selalu memastikan penampilannya rapi. Hendro menggeleng pelan, menahan gejolak di dada.

"Kamu harus kembali, Zahira," gumamnya lirih.

Hendro melangkah ke garasi mobil. Matanya langsung tertuju pada garasi satunya yang masih kosong. Hatinya dongkol. Anak gadisnya, dari pagi hingga malam, belum juga pulang. Tidak ada kabar, seolah tak punya tanggung jawab. Hendro menghela napas panjang, menahan amarah yang mulai memuncak.

"Apa memang seperti ini kehidupan anak-anakku?" gumam Hendro pelan.

Selama ini ia hanya fokus mencari uang. Urusan anak-anak selalu dianggap urusan Zahira—hal sepele yang tak perlu ia pikirkan. Tapi baru dua hari bercerai, Hendro mulai merasakan sendiri: mengurus anak ternyata benar-benar menguras hati dan pikiran. Bikin dongkol. Bikin lelah. Dan tak ada lagi tempat untuk lari.

Hendro masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin. Ia melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang, sambil menatap lurus ke depan—pikirannya dipenuhi berbagai hal yang belum selesai.

"Kenapa hidupku terasa selelah ini?" gumam Hendro pelan, seolah bertanya pada dirinya sendiri.

Sampailah mereka di hotel yang telah disepakati—tempat yang dipilih dengan penuh perhitungan, jauh dari keramaian, tapi cukup aman untuk urusan yang akan dibicarakan.

"Pak, di sini nggak aman. Banyak petugas berkeliaran,"

bisik anak buah bos galian dengan nada waspada.

"Terus kita ke mana?" tanya Hendro, menahan rasa kesal.

"Kita pindah ke toko tanaman hias di seberang hotel, Pak. Lebih aman di sana," jawab anak buah itu cepat.

Saat Hendro hendak meninggalkan hotel, matanya tiba-tiba menangkap sosok yang tak asing di lobi. Ratna—berjalan sambil bergandengan tangan dengan seorang pria. Dadanya seketika terasa panas.

Cemburu menyeruak begitu saja, membakar pikirannya.

Kenapa Ratna selalu dekat dengan pria lain?

Sejak menikah, Ratna bahkan belum pernah benar-benar melayaninya sebagai istri. Tapi kini, tanpa rasa bersalah, ia justru terlihat mesra dengan lelaki lain di tempat umum. Hendro mengepalkan tangan, menahan amarah yang mulai mendidih di dalam dada.

"Ayo, Pak. Di sekitar sini katanya lagi ada operasi tangkap tangan. Jangan sampai kita dicurigai,"ucap anak buah dengan nada waspada.

Hendro akhirnya mengikuti anak buah bos galian keluar dari hotel, meski pikirannya sudah tak fokus lagi.

Ingin rasanya ia berbalik ke lobi dan melabrak Ratna di tempat. Tapi misi dari atasannya jauh lebih penting daripada sekadar melampiaskan amarah pada perempuan itu.

Dengan mobilnya, Hendro mengikuti arah yang ditunjukkan. Mereka tiba di sebuah toko tanaman hias yang tampak sepi. Anak buah itu langsung masuk ke rumah kecil di belakang toko, yang hampir tak terlihat karena tertutup rimbunnya tanaman gantung dan pot-pot besar.

Tak lama kemudian, ia keluar membawa beberapa karung pupuk organik. Salah satu karung dibuka sedikit—dari dalamnya tercium aroma kompos. Namun di balik tumpukan pupuk hitam itu, tampak lembaran uang yang telah dibungkus rapi dalam plastik hitam.

Penyamaran yang sempurna—bau menyengat dan tampilan kotor, siapa pun pasti malas memeriksanya.

"Ini uangnya, Pak," ucap anak buah bos galian sambil menunjuk karung.

"Oke, bagus," jawab Hendro singkat.

Anak buah itu segera mengangkat karung dan memasukkannya ke bagasi mobil Hendro. Setelah memastikan semuanya aman, ia kembali menghampiri Hendro dan menyerahkan sebuah kartu.

"Pak, kami sudah membooking kamar hotel. Kalau Bapak ingin menginap, silakan gunakan ini," ucapnya sopan.

Hendro menerima kartu itu tanpa ekspresi.

"Baik," balasnya dengan nada datar, lalu menyimpan kartu itu di saku jasnya. Tak ada ucapan terima kasih, tak ada senyum—wajahnya tetap dingin seperti biasa.

Hendro masuk ke dalam mobil dengan pikiran bercabang—antara melabrak Ratna atau segera mengamankan uang hasil gratifikasi.

Tapi amarahnya sudah memuncak. Ia memutuskan untuk melabrak Ratna. Dua hari terakhir, ia sudah dua kali memergoki perempuan itu berduaan dengan pria berbeda. Cemburu menggerogoti dadanya, bercampur dengan rasa muak dan kecewa.

Namun, sebelum ia sempat menyalakan mesin mobil, ponselnya berdering.

Nama di layar membuat Hendro terdiam sejenak—Hermawan, atasannya.

Ia tahu, panggilan ini tak bisa diabaikan.

"Gimana? Sudah beres?" tanya Hermawan di seberang telepon.

"Sudah, Pak," jawab Hendro singkat.

"Antarkan sekarang ke rumahku," perintah Hermawan tanpa basa-basi.

"Enggak, besok saja, Pak. Saya capek," elak Hendro. Sebenarnya bukan hanya lelah—ia juga ingin segera melabrak Ratna.

"Besok itu hari sial buatku. Malam ini justru yang paling pas," tegas Hermawan.

"Ya, Pak," Hendro menjawab singkat, menahan kesal.

Begitulah Hermawan—kalau urusan uang, selalu di barisan depan. Tapi kalau sudah menyangkut risiko atau bahaya, ia akan mendorong orang lain lebih dulu, termasuk Hendro.

Untungnya, Hermawan cukup loyal secara finansial. Kalau tidak, sudah sejak lama Hendro meninggalkan kerja sama kotor ini.

Saat Hendro mulai mendekati rumah Hermawan, jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Dari kejauhan, ia melihat ada pemeriksaan kendaraan oleh beberapa polisi. Seketika wajahnya menegang, jantungnya berdetak lebih cepat. Tangan yang menggenggam setir terasa dingin.

"Sial... kenapa harus ada razia sekarang?" gumamnya pelan, penuh kecemasan.

1
Hasanah
Masi pacar aj dia udah mau labrak lah mama kmu trang2ngan di ambil lkix kmu Blang wanita modern rela brbgi
Lee Mbaa Young
bisa menggunakan laptops masak gk tau Ada pemberitahuan sih. kn pasti Ada tanda kl ada pemberitahuan masuk.
FLA
ayo lanjut seruuu
Hasanah
enak aj kmu mau jemput Zahira Hendro ngak tau diri PD bnget kamu emang Zahira mau🤣
Liana CyNx Lutfi
jemput zahira krn mau dijadikan pembantu dsar laki2 kurang ajar ,ingat dro zahira itu bkn lg istrimu dasar laki2 serakah nuh urys anak durhakamu jngn nganggu zahira
Sulfia Nuriawati
bkn nya udah d talak kok mau d jemput, pede skali anda hendro, zahira lg berjuang utk muwujudkan cita²nya, jd urus aja, istri rs psk mu itu
Purnama Pasedu
PD si hendro
Purnama Pasedu
elegan
FLA
dih pede banget, emak mau Zahira ma elu lagi ngaca
stela aza
lanjut ,,, udh g sabar nunggu giliran Romlah ketahuan mencuri 🥰
FLA
uhh keren keren Za
FLA: gas lanjut lagi tor
SOPYAN KAMALGrab: terima kasih
total 2 replies
Purnama Pasedu
Zahira bisa kan
Purnama Pasedu
kena lagi zahira
Purnama Pasedu
itu anak bos ya,kena kamu
FLA
rasakan itu, senjata makan tuan kan Zahira di lawan
FLA: iya harus itu, masa dia yg makan duit nya eh orang lain di tuduh
stela aza: sekalian pecat terus penjara sama antek anteknya karena telah menggelapkan barang produksi,,,
total 4 replies
mahira
keren zahira
Hasanah
si Romlah pngen AQ ulek mukax
Lee Mbaa Young
Zahira terlalu polos dan nantang mkne di gitukan.
Pa lagi gk Ada cctv dan bekingan km akn kalah zahira.
sebagai orang Awam dan baru hrse diam dulu jng nantangin terang terangan.
kl dah lama dan tau kondisi lingkungan br lah gerak.
kl dah gini km bisa apa.😅.
stela aza
emank di garmen itu g ada cctv apa ,,, ini udh termasuk fitnah kejam dan tindakan kriminal ,,, ayo Zahira lawan PO Romlah kamu kan cerdas dan pintar jgn mau di tindas 🥰
kalea rizuky
cpet urus cerai resmi zahira
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!