Bismarck telah tenggelam. Pertempuran di Laut Atlantik berakhir dengan kehancuran. Kapal perang kebanggaan Kriegsmarine itu karam, membawa seluruh kru dan sang laksamana ke dasar lautan. Di tengah kegelapan, suara misterius menggema. "Bangunlah… Tebuslah dosamu yang telah merenggut ribuan nyawa. Ini adalah hukumanmu." Ketika kesadarannya kembali, sang laksamana terbangun di tempat asing. Pintu kamar terbuka, dan seorang gadis kecil berdiri terpaku. Barang yang dibawanya terjatuh, lalu ia berlari dan memeluknya erat. "Ana! Ibu kira kau tidak akan bangun lagi!" Saat melihat bayangan di cermin, napasnya tertahan. Yang ia lihat bukan lagi seorang pria gagah yang pernah memimpin armada, melainkan seorang gadis kecil. Saat itulah ia menyadari bahwa dirinya telah bereinkarnasi. Namun kali ini, bukan sebagai seorang laksamana, melainkan sebagai seorang anak kecil di dunia yang sepenuhnya asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Akihisa Arishima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Beast Made of Steel : BISMARCK
Suara dentingan senjata dan raungan goblin memenuhi udara yang dingin dan penuh aroma darah. Di tengah reruntuhan desa yang terbakar, Seraphina menggigit bibirnya menahan rasa sakit, tangannya gemetar mencengkeram gagang pedang yang mulai retak.
Hans terduduk lemah di tembok rumah yang sudah hancur, napasnya berat dan tak beraturan. "Aku… aku masih bisa bertarung…" ucapnya parau, meski tubuhnya jelas tak lagi mampu bangkit.
Katarina, yang berdiri tak jauh dari mereka, memegang pistol kosong di tangannya. Jemarinya bergetar hebat. "Tidak… tidak ada lagi peluru… Kita… kita akan mati di sini…"
Anastasia berdiri di garis depan. Napasnya kasar, luka di lengannya terus mengalirkan darah hangat. Dagger di tangannya sudah tumpul setelah membantai puluhan goblin. Namun, kawanan monster itu seakan tidak ada habisnya.
“Kita tidak boleh menyerah!” suara Seraphina bergetar, tetapi matanya bersinar penuh tekad. "Jika kita menyerah… semua pengorbanan ini akan sia-sia…"
Anastasia menoleh ke arah Katarina yang mulai putus asa. "Katarina… bertahanlah," ujarnya tegas, meski dadanya terasa sesak. "Selama kita hidup, masih ada hara—"
Namun, tiba-tiba—
BANG!
Pukulan keras menghantam punggung Anastasia. Dunia terasa berputar saat tubuhnya terpental jauh, menghantam tembok bebatuan dengan keras. Rasa sakit membakar seluruh tubuhnya, dan pandangannya mulai mengabur.
"Nona Anastasia!" jerit Katarina, berusaha meraih sahabatnya, tetapi kakinya lemas tak berdaya.
Anastasia tergeletak di tanah, napasnya nyaris hilang. Dunia di sekelilingnya perlahan memudar menjadi gelap. Darah mulai mengalir dari keningnya.
‘Apa ini… akhirku?’ pikirnya, lemah. Bayangan wajah Seraphina, Katarina, Hans, dan semua yang ia sayangi melintas di benaknya. "Tidak… aku… aku tidak bisa mati di sini…"
Dalam kegelapan itu, suara lembut namun penuh wibawa memanggil namanya.
"Anastasia..."
Anastasia menoleh. Di hadapannya berdiri seorang wanita yang begitu familiar. Ia adalah Dewi Velthoria.
“Dewi… apakah aku… sudah mati?” suaranya gemetar.
Velthoria menggeleng perlahan. "Belum, Anastasia. Tapi kau berada di ambang kematian… Dan di ujung benua yang jauh, bencana telah menampakkan wujudnya. Itu adalah awal dari kehancuran yang selama ini kutakutkan."
"Apa maksud Anda…?" tanya Anastasia dengan suara lemah, kebingungan memenuhi benaknya.
Dewi itu menatapnya dengan penuh kesedihan. "Hari yang kutakutkan akhirnya tiba. Kegelapan yang akan menelan dunia ini… Iblis dari dimensi lain telah bangkit dan memulai invasinya. Dan kau, Anastasia, adalah harapan terakhir yang tersisa untuk mencegahnya."
Anastasia mengepalkan tangannya, meski rasa sakit masih menghantuinya. "Tapi… aku lemah… aku tidak cukup kuat untuk melindungi mereka…"
Velthoria melangkah maju, memeluk Anastasia dengan lembut. "Kau lebih kuat dari yang kau kira. Dan aku akan memberikanmu kekuatan terakhirku…"
Seketika, rasa panas membakar menjalar di seluruh tubuh Anastasia. Matanya terbelalak saat rasa sakit yang luar biasa menghantam punggungnya.
"Agrrhhh…!!" jeritnya, tubuhnya melengkung di bawah tekanan kekuatan yang luar biasa.
"Bangkitlah, Anastasia… sebagai sang penyelamat dunia ini," bisik Velthoria, suaranya lembut namun penuh beban takdir.
Perlahan, bayangan sang dewi mulai memudar, menyisakan hangatnya kekuatan yang meresap ke dalam jiwa Anastasia. Cahaya keemasan menyelimuti tubuhnya sesaat sebelum kesadarannya perlahan kembali ke dunia nyata.
Tubuh Anastasia tersentak keras. Matanya terbuka lebar—mata emas keperakan di sebelah kanan berkilat tajam, sementara mata kirinya… berubah menjadi merah menyala, dihiasi pola Iron Cross yang bersinar menyeramkan di dalam pupilnya.
Air mata darah menetes perlahan dari sudut mata kirinya, mengalir di pipinya yang pucat, menciptakan jejak merah gelap yang mengerikan di tengah kegelapan medan perang.
Rasa panas yang membakar menjalar di punggungnya, seolah tato misterius yang selama ini tersembunyi telah terbangun bersama kekuatan asing yang mengalir liar di seluruh tubuhnya.
"A…Apa ini…?" bisiknya lirih, suara gemetar di antara rasa sakit dan kekuatan dahsyat yang tiba-tiba meledak di dalam dirinya.
Namun, tak ada waktu untuk merenung. Di sekelilingnya, goblin-goblin terus bergerak, mengerumuni tubuh-tubuh lemah yang terbaring di tanah. Seraphina dan Hans masih tergeletak, terluka parah. Katarina berjuang mati-matian di garis belakang, napasnya tersengal, memegang pistol kosong dengan tangan gemetar.
Di saat yang bersamaan… Di kedalaman Laut Atlantik yang sunyi dan gelap, sebuah bayangan raksasa terbaring dalam keheningan abadi. Kapal perang—simbol kekuatan Jerman yang pernah menggetarkan lautan dunia lama—perlahan mulai menghilang. Itu karena Dewi Velthoria mencoba memindahkannya dengan segenap kekuatan yang ia miliki.
Kini, kapal tersebut telah berpindah ke dunia yang baru.
Setelah memindahkan sang raksasa itu, Dewi Velthoria mengorbankan sebagian besar kekuatannya untuk menciptakan God Material—bahan ilahi yang mampu memulihkan kerusakan.
Cahaya lembut mulai berpendar di sekeliling kapal, perlahan merayapi setiap bagian lambung yang rusak dan berkarat. Berkat kekuatan God Material, kapal yang telah lama hancur itu mulai beregenerasi, membaik sedikit demi sedikit.
Retakan-retakan di baja perlahan mulai menyatu, sementara meriam-meriam raksasa yang sebelumnya hilang muncul kembali, seakan-akan kapal itu adalah makhluk raksasa yang baru saja terbangun dari tidur panjang.
Dengan kekuatan terakhirnya, Dewi Velthoria mengulurkan tangannya yang berpendar keemasan. "Bangkitlah… Penjaga Lautan, Pelindung Harapan… Demi dunia yang kucintai… Aku serahkan sebagian jiwaku padamu."
Lampu utama di haluan menyala—cahaya putih terang menembus kegelapan samudra. Dengan gemuruh di dasar laut, kapal itu mulai bergerak, meninggalkan dasar lautan yang dingin dan suram.
Sementara itu, di medan perang yang kacau, Anastasia mengayunkan pedang milik Seraphina dan dagger miliknya dengan kecepatan luar biasa. Mata kirinya, yang kini merah menyala, terus bersinar menakutkan, mengeluarkan air mata darah di setiap gerakannya. Dengan kekuatan barunya, ia membantai puluhan goblin dalam hitungan detik. Namun, meski kekuatannya telah melonjak drastis, jumlah musuh yang tak berujung mulai menggerogoti ketahanannya.
"Aku tidak akan membiarkan mereka mati…" ucapnya pelan, namun penuh ketegasan yang mengerikan.
Dalam sekejap, ia melesat dengan kecepatan kilat. Tubuhnya menghilang dari pandangan—dan di detik berikutnya, ia sudah berdiri di tengah-tengah gerombolan goblin, siap menebar kematian.
"MATILAH!"
Suaranya bergema, diiringi suara logam yang memotong udara.
Dalam satu tebasan cepat, lima goblin terbelah seketika. Darah mereka menyembur liar di udara. Anastasia melesat, membantai tanpa henti, bagaikan bayangan kematian yang bergerak di tengah kegelapan.
Tiba-tiba, batuk keras mengguncang tubuhnya, dan darah hitam kemerahan menyembur dari mulutnya, menodai tanah di bawahnya. Napasnya tersengal, dadanya naik-turun dengan liar, sementara rasa panas membakar tulangnya dari dalam, seolah ada kekuatan asing yang membangkitkan sesuatu yang tersembunyi di dalam dirinya.
Namun, rasa sakit itu seolah membangkitkan sesuatu di dalam dirinya—sesuatu yang liar dan tak terkendali.
Katarina yang menyaksikan pemandangan itu membelalakkan mata. "Nona… Anastasia…?"
Anastasia tak menjawab. Ia hanya bergerak—membantai tanpa henti, tanpa keraguan. Ia bukan lagi seorang gadis biasa. Kini, ia bertarung seperti iblis di tengah kegelapan.
BLARRR~ BLARRR~ BLARRR~
Tiba-tiba, kilatan cahaya menerangi kegelapan, diikuti oleh suara gemuruh yang menggetarkan udara dari arah ujung lautan.
FWOSHH~ FWOSHH~ FWOSHH~
Beberapa peluru berukuran raksasa melesat cepat secara bersamaan, menembus kumpulan goblin dan menghujam bagaikan hujan meteor. Udara bergetar hebat saat proyektil-proyektil mematikan itu meluncur dengan presisi sempurna, langsung menuju jantung gerombolan goblin.
DUAAARRR!!! DUAAARRR!!!
Ledakan dahsyat meletus beruntun, mengguncang bumi dan menciptakan serangkaian gelombang kejut yang menghancurkan segala yang berada di jalurnya. Tanah terbelah, kobaran api menjilat langit malam, sementara ratusan goblin dan hobgoblin lenyap dalam sekejap, tubuh mereka terkoyak oleh kekuatan destruktif yang luar biasa.
Debu tebal membumbung tinggi, bercampur dengan aroma mesiu yang menyengat. Setiap ledakan meninggalkan kawah besar yang berasap, memutus barisan monster yang sebelumnya mengalir tanpa henti.
Seraphina, meski tubuhnya lemah dan terluka, memaksa dirinya untuk menegakkan kepala. Matanya yang kabur menangkap kilatan cahaya di kejauhan. Dengan napas terputus-putus, ia berbisik lemah, "Apa… apaan itu…?"
Dari kejauhan, cahaya terang berpendar di langit malam, menembus kegelapan yang pekat. Perlahan, sebuah siluet raksasa mulai muncul dari balik kabut tebal. Lampu utama di atas anjungan kapal menyala dengan terang, memecah pekatnya malam dan mengungkap sosok kapal perang raksasa yang berdiri megah dan menakutkan.
Meriam utama berkaliber 380mm perlahan berputar, kembali ke posisi semula setelah melepaskan tembakan dahsyat sebelumnya. Namun, senapan otomatis berukuran 20mm di sepanjang lambung kapal kini aktif, larasnya berputar cepat, mengunci gerombolan goblin yang masih tersisa.
DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR!
Tembakan beruntun melesat dengan kecepatan tinggi, kilatan peluru menerangi gelapnya malam saat proyektil mematikan itu menembus tubuh-tubuh lemah para goblin. Setiap peluru melubangi mereka tanpa ampun, merobek daging dan memutuskan anggota tubuh, sementara jeritan kesakitan bergema di udara.
Hobgoblin yang tersisa mencoba melarikan diri, namun hujan peluru tak memberi mereka kesempatan. Tubuh besar mereka terhuyung sebelum akhirnya runtuh satu per satu, tercabik di bawah derasnya tembakan mematikan yang terus menghujani tanpa henti.
Udara dipenuhi bau mesiu yang menyengat, sementara ledakan-ledakan kecil dari peluru yang menghantam target menciptakan percikan api di antara kabut malam. Dalam waktu singkat, tak ada lagi yang tersisa—hanya keheningan dan tumpukan mayat yang berserakan di bawah cahaya rembulan.
Anastasia berdiri di tengah medan perang yang sunyi, tubuhnya penuh luka dan napasnya tersengal. Mata kirinya yang berwarna merah menyala mulai meredup, dan rasa sakit yang membakar di dadanya semakin menjadi. Pedang milik Seraphina terasa berat terlepas dari tangannya yang bergetar. Meski kekuatan barunya telah menyelamatkan banyak nyawa, tubuhnya kini mencapai batas.
Matanya perlahan menatap ke arah siluet kapal raksasa yang muncul dari balik kabut tebal. Cahaya rembulan memantul di sepanjang lambungnya, memancarkan kilauan yang megah dan menakutkan.
Beberapa saat kemudian, kapal itu bersandar di tepi pelabuhan kecil yang nyaris hancur. Di antara uap yang mengepul dan suara gemuruh mesin yang perlahan mereda, sesosok gadis melompat turun dengan anggun.
Teman-teman Anastasia, ibunya Seraphina, dan beberapa ksatria yang terbaring lemas menatap dengan keterkejutan yang tak tersembunyikan. Mata mereka membelalak tak percaya pada pemandangan kapal perang raksasa yang berdiri megah di hadapan mereka.
Rambut panjang pirangnya berkilau di bawah sinar bulan, menari lembut tertiup angin malam. Seragam Kriegsmarine berwarna hitam dan abu-abu membalut tubuh rampingnya dengan sempurna, sementara mantel panjang di punggungnya berkibar anggun. Sepasang mata biru jernih menatap penuh kerinduan ke arah Anastasia, seolah telah lama menunggu momen ini.
Dengan langkah ringan namun penuh keyakinan, gadis itu berjalan mendekati Anastasia yang berdiri lemah di tengah puing-puing pertempuran.
Bayangan kapal raksasa di belakangnya menjulang megah, menciptakan siluet yang menakutkan di bawah cahaya rembulan. Angin malam berembus lembut, menerbangkan helaian rambut pirang nan indah yang berkilau di bawah sinar redup. Begitu tiba di hadapan Anastasia, ia berlutut dengan anggun, menundukkan kepala dalam sikap hormat yang mutlak.
"Tuan Laksamana… ah, maaf, Nona Laksamana," ucapnya, suaranya lembut, namun mengandung kekuatan dan keteguhan yang tak tergoyahkan.
"Demi mengembalikan kejayaan yang telah sirna, saya, Bismarck, mewakili seluruh angkatan laut Kriegsmarine, bersumpah setia di bawah komando Anda. Mulai saat ini, kehendak Anda adalah perintah mutlak bagi saya. Baik di lautan yang bergolak, di daratan yang membara, maupun di bawah langit yang penuh ancaman—saya akan menjadi pedang dan perisai yang melindungi Anda."
"Perintah Anda adalah hukum tertinggi. Tidak ada keraguan, tidak ada penolakan. Selama mesin ini berputar dan meriam ini bersuara, saya akan mengabdikan hidup saya untuk memenuhi semua harapan dan keinginan Anda. Baik di saat kemenangan yang gemilang maupun di ambang kehancuran, saya akan selalu berada di sisi Anda."
"Dengan baja sebagai kekuatan saya, lautan sebagai rumah saya, dan Anda sebagai satu-satunya komando—saya, Bismarck, menyerahkan jiwa dan raga ini untuk mengabdi kepada Anda, Nona Laksamana, Ayah seluruh Armada."
Kata-katanya bergema di tengah keheningan yang menggantung setelah pertempuran. Dengan lembut, Bismarck meraih tangan Anastasia yang gemetar, lalu mengecup punggung tangannya dengan penuh hormat—sebuah janji yang tak akan pernah ia khianati.
Saat kepalanya tetap tertunduk, matanya memancarkan tekad yang tak tergoyahkan. "Beri saya perintah, dan saya akan menjalankannya tanpa ragu, demi kejayaan Anda dan kejayaan Armada."
Namun, Anastasia tidak menjawab. Cahaya di matanya meredup, kekuatan yang menopang tubuhnya perlahan memudar. Luka-luka yang ia alami, ditambah dengan efek kekuatan yang bangkit secara tiba-tiba, membuatnya kehilangan kesadaran.
"Tuan Laksamana!" seru Bismarck, nada khawatir menyusup dalam suaranya.
Tubuh Anastasia terhuyung lemas, dan dalam sekejap ia jatuh pingsan. Dengan refleks yang cepat, Bismarck bergerak menangkapnya sebelum tubuh rapuh itu menyentuh tanah. Kepala Anastasia bersandar lembut di dadanya, napasnya terdengar lemah dan terputus-putus. Dengan penuh kehati-hatian, Bismarck menggendongnya dalam pelukan hangat, seolah melindungi sosok yang kini menjadi pusat kesetiaannya.
"Anda telah melewati batas, Tu—" Bismarck sempat ragu, lalu segera memperbaiki ucapannya. "Maksud saya, Nona Laksamana... Tapi mulai sekarang, saya di sini. Tidak ada lagi yang perlu Anda tanggung sendirian," bisiknya pelan, suaranya dipenuhi kelembutan dan tekad yang tak tergoyahkan.
Bismarck berdiri tegak, memandang medan perang yang kini sunyi. Di kejauhan, sisa api membakar reruntuhan desa, dan tubuh-tubuh goblin berserakan tanpa nyawa. Sementara di pelabuhan, kapal raksasa yang kini menjadi perwujudannya berdiri kokoh—sebuah simbol dari kekuatan masa lalu yang telah kembali.