Lima belas tahun yang lalu, Maria adalah sosok yang ceria tidak peduli bagaimana asal - usulnya. Namun semenjak dirinya menyatakan cinta pada Yudha dan ditolak, ia jadi memahami mengapa Bibit, Bebet, dan Bobot menjadi standar ditolak dan diterima, dipilih dan dipinang.
Apalagi ketika ia harus terusir dari rumah karena sertifikatnya telah digadai sang ayah. Sedangkan sang ayah sendiri tewas menjadi bulan - bulanan massa setelah tertangkap basah tengah mencopet.
Yudha seorang pria tamvan, mavan, dan rupawan. Karirnya begitu cemerlang. Namun takdir seolah menjungkir balikkan hidupnya ketika sang istri meninggal saat melahirkan buah hati kedua mereka.
Karena harus menitipkan sang bayi di rumah sang ibu, ia kembali bertemu Maria dalam kondisi saling membutuhkan.
"jadilah baby sitter untuk anakku, aku akan menanggung semua kebutuhanmu."
"Hey, kamu nggak takut mempercayakan anakmu padaku. Nanti kalau anak mu rewel kemudian aku bunuh, gimana."
Yudha tersadar, kesalahannya di masa lalu telah membuat Maria tidak lagi sama seperti yang dulu.
Namun Ketika Cinta Telah Bicara, akankah menyatukan keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eeeewy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
Yudha menelan ludahnya dengan susah payah. Ternyata lelaki yang selama ini ia cemburui dan barusan ia remehkan adalah abangnya Maria yang berbeda ayah? Itu artinya lelaki itu adalah calon abang iparnya. CATET!
Yudha mengembalikan kertas beserta amplop dengan lemas. Sedangkan Mario menerima sambil tersenyum jemawa. Akhirnya ia bisa membungkam kesombongan seorang lelaki yang pernah meremehkan adiknya. Mau apa loh?
"Mulai hari ini aku akan membawa Maria untuk tinggal bersamaku di luar kota," ucap Mario sambil menepuk bahu Yudha yang masih berdiri terpaku di depannya.
Yudha tidak berkutik saat mendengar rencana Mario barusan. Lelaki itu benar, saudara se ibu lebih berhak untuk mengajak Maria tinggal bersama ketimbang dirinya yang bukan siapa - siapa. Ia jadi menyesal telah menuduh gadis itu yang bukan - bukan. Mengapa saat itu Maria tidak mau menjelaskannya dan membiarkan dirinya berburuk sangka? Bertambah satu lagi daftar dosanya pada Maria.
Namun jika Yudha menurunkan egonya di hadapan Mario, apakah pria itu berkenan memaafkan dan mengijinkan Maria untuk tinggal bersamanya?
Yudha menarik dan menghembuskan napasnya. Oke, sepertinya tidak ada salahnya ia mengobral harga diri demi Maria.
"Maaf, Mas. Tapi aku membutuhkan Maria untuk tinggal bersama keluargaku." Yudha mencoba mencegah Mario membawa gadis itu pergi.
Permintaan Yudha hanya ditanggapi dengan senyum sinis. Bagaimanapun juga, Mario tidak akan rela menyerahkan sang adik hanya untuk menjadi seorang pengasuh.
"Adikku sudah lama hidup menderita. Jadi--." Mario sengaja menjeda ucapannya untuk mempertegas maksud. "Sudah kewajibanku sebagai wali untuk membahagiakannya," tolak Mario. Ia berharap lelaki tidak tahu diri yang pernah melukai perasaan adik tirinya itu mundur teratur tanpa harus terjadi adegan kekerasan dihadapan seorang gadis dan anak kecil. Walaupun jauh di lubuk hatinya yang terdalam. Ia ingin sekali memberi pelajaran pada pria, yang berdasarkan cerita Safira pernah menyakiti perasaan adiknya.
"Dia seorang perempuan yang harus dilindungi. Kamu mengerti, Kan?" ucap Mario dengan penuh penekanan.
Yudha mendesah. Ia memahami ucapan Mario karena Maria juga pernah mengucapkan keinginannya itu. Pandangan Yudha teralih ke arah Maria yang tampak tersenyum - senyum mengejek. Sepertinya gadis itu merasa senang karena sekarang ada yang membelanya. Tingkah menyebalkan dan menggemaskan khas Maria yang tiba - tiba saja sangat ia rindukan. Yudha merasa tidak rela jika harus kehilangan Maria sekaligus moment lucu masa kecil mereka dulu.
Seberapa keras ia menolak, toh akhirnya kembali ke Maria juga. Meskipun ia telah memilih wanita lain, istri pilihannya harus meninggalkan dirinya lebih dahulu. Mungkin Yudha memang telah terikat takdir dengan gadis bernama Maria. Dan sekarang semesta seolah menegaskan jika Maria adalah jodohnya yang tertunda.
"Maria tidak boleh pergi!" ucap Yudha spontan. Ia harus mencegah gadis itu atau akan kehilangan Maria untuk selama - lamanya.
Senyum di bibir Maria lenyap dan kini mengerucut sebal. Kurang ajar sekali pria itu. Seenaknya saja menjungkir balikkan perasaannya. Dulu saja Yudha menolak dan menghindar, sekarang malah tidak ingin melepaskan. Hah, lucu sekali!
"Tapi aku tidak ikhlas kalau adikku hanya untuk kamu jadikan baby sitter. Dia berhak bahagia!" Mario bersikeras melindungi adiknya. Pria yang bernama Yudha itu benar - benar menyebalkan karena berniat merebut Maria. Padahal sebagai seorang kakak, Mario juga ingin melakukan kewajibannya untuk menjaga dan membahagiakan adiknya yang telah lama tertunda.
Maria kembali tersenyum lebar. Ada debar hangat ketika mendengar ucapan Mario barusan. Seandainya saja dirinya dipertemukan dengan Mario sejak dulu. Pasti ia tidak akan sendirian menghadapi segala hujatan dari orang - orang di sekitarnya. Dan yang pasti, ia memiliki seseorang untuk tempat mengadukan semua keluh kesahnya.
"Aku tidak akan menjadikannya sebagai baby sitter." Yudha kemudian menatap Mario dengan tatapan penuh rasa percaya diri. Ia berusaha menatap lawan bicaranya seolah tidak gentar menghadapi rintangan yang ada di depannya.
"Aku meminta restumu agar mengijinkan aku untuk menjadikan Maria sebagai istri."
Kalimat bernada tegas tanpa sedikitpun keraguan itu terucap dari bibir Yudha. Maria yang mendengarnya hanya bisa melongo. Yudha sudah sinting rupanya, sampai berbicara ngacau begitu.
Mario tersenyum mengejek. Lelaki bernama Yudha itu melamar adiknya? Padahal dulu ia pernah menolak dan melukai perasaan Maria hanya karena status soasialnya di mata masyarakat. Jujur saja Mario masih tidak rela. Seandainya saat itu ibunya membawa adiknya ikut tinggal bersama mereka, pasti Maria akan menjadi gadis yang beruntung, daripada meninggalkan dalam perwalian lelaki brengsek yang justru menyengsarakan hidup sang adik.
"Onty mau kan tinggal bersama kami?" suara bernada penuh harap dan manja milik seorang gadis kecil yang tengah menggelendot manja pada Maria, membuat ketegangan yang terjadi pada orang - orang dewasa di dekatnya mulai mengendur.
Maria menunduk untuk menatap Arina yang balas memandang dengan mata beningnya. Ia benar - benar dibuat bimbang. Sialan! Seharusnya Maria segera meminum air jampi - jampi pemberian mbah D supaya bisa menahan godaan. Salahnya juga menunda - nunda meminum airnya. Kini ia terjebak dengan perasaannya sendiri.
Mario menatap adiknya. Nalurinya sebagai kakak seolah menangkap resonansi kebimbangan yang dirasakan oleh Maria. Pasti sangat menyakitkan harus mengalami penolakan hanya karena stempel buruk yang terlanjur melekat. Sebagai abang ia pun ingin berteriak menyuarakan pembelaannya bagi sang adik yang harus menerima sanksi sosial. Padahal semua itu bukanlah kesalahannya.
Karena itu dengan statusnya sekarang, Mario berjanji akan membuat Maria bahagia dan tidak lagi diremehkan oleh orang - orang disekitarnya. Ini janji seorang kakak demi kebahagiaan sang adik.
Dengan netranya, Mario menangkap gerak tangan Maria yang membelai lembut si gadis kecil yang menggelendot manja itu. Meskipun samar, Mario dapat melihat jika adiknya masih memiliki rasa untuk bapaknya si bocah.
Mario menghela nafas dengan sedih. Memisahkan Maria dari lelaki menyebalkan yang berdiri di depannya bukanlah sebuah solusi. Namun dengan statusnya saat ini, ia ingin membantu Maria mendapatkan pengakuan di masyarakat dan membersihkan nama baiknya. Karena Mario sadar, tidak selamanya sang adik akan ikut kemanapun ia pergi. Maria berhak mendapatkan kebahagiaannya.
Tatapan Mario beralih ke arah Yudha. "Aku baru akan mengijinkan adikku tinggal bersama kalian setelah kamu menikahinya secara SAH!" ucapnya tegas. Kemudian Mario beranjak masuk ke kamar untuk membereskan barang - barang.
Ada kelegaan terpancar di wajah Yudha. Mario mengijinkannya memiliki Maria. Sedangkan Maria menatap punggung abangnya dengan mata terbelalak. Kenapa abangnya ikut tertular virus sintingnya Yudha?
*****
"Abang tidak salah bicara, nih?" Maria menginterogasi kakaknya saat mereka beberes barang - barang untuk dibawa pindahan. Yudha dan Arina baru saja pergi dengan membawa janji akan datang kembali bersama keluarga besarnya untuk meminang Maria.
Mario mengacak rambut adiknya. "Memangnya kamu mau ikut terus sama Abang? Dan kamu yakin bisa meninggalkan Yudha beserta buntutnya yang lengket sama kamu itu? Masa Abang tega memisahkan kamu to, Dek. Kecuali kalau kamu memang ikhlas meninggalkan mereka."
Maria tergugu karena bingung bagaimana harus menjawabnya.
"Sebenarnya Abang lebih senang kamu meninggalkan mereka. Nanti Abang kenalkan kamu dengan teman - temang Abang yang masih single," Mario membuat sebuah penawaran untuk sang adik.
"Tapi Abang sadar, kalau Abang nekat memisahkan kamu dengan mereka, malah kamunya tidak bahagia, terus bagaimana?" Mario mencoba menyelami hati adiknya. Jangan sampai Maria mengalami penyesalan besar seperti yang terjadi pada ibu mereka dulu. Karena itu sebenci - bencinya Mario terhadap Yudha, ia pun berusaha bersikap bijak.
"Jadi Abang merestui aku menjadi--?" tanya Maria untuk meminta kejelasan pada abangnya.
Mario tersenyum. "Kamu sudah dewasa, Dek. Meskipun aku ingin mengganti berpuluh tahun waktu kebersamaan kita yang telah hilang. Tapi sebagai perempuan, kamu mempunyai kewajiban untuk menjadi seorang istri, kan?"
Maria menatap abangnya. Seandainya waktu bisa diputar ulang. Ia ingin kembali ke masa kecil dimana ada abang yang selalu melindunginya, dan Yudha yang selalu bersikap manis padanya.
Tbc