“Menikahlah denganku, lahirkan keturunanku, dan aku akan membantumu.”
Penawaran dari Sagara dengan imbalan yang cukup fantastis membuat Lisa seakan mendapatkan angin segar di tengah tuntutan hutang yang menggunung. Namun, gadis itu tak memiliki cukup keberanian untuk mengambil tawaran itu karena Lisa tahu bahwa Sagara telah memiliki istri dan Lisa tidak ingin melukai perasaan istri Sagara.
Hingga akhirnya Lisa kembali dihadapkan pada kabar yang mengguncang pertahanannya.
Ia harus memilih antara menjadi istri kedua dan melahirkan keturunan Sagara dengan imbalan yang besar, atau mempertahankan harga diri dan masa depannya, tetapi ia harus kehilangan orang yang ia sayangi.
Lalu, bagaimana dengan keputusan Lisa? Dan apa sebenarnya yang buat Sagara akhirnya berpaling dari istrinya?
Yuk, ikuti terus kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadya Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Calon Mertua
Dewi semakin menegang ketika Sagara berbicara tanpa jeda. Bahkan setiap kata yang terucap dari bibir pria itu seperti tengah mengulitinya hidup-hidup. Wanita itu terkejut bukan main, hingga sulit mengkondisikan ekspresi wajahnya yang kentara sekali tengah ketakutan.
“Kamu bicara apa, sih, Mas. Aku istrimu, loh. Kenapa kamu ngomong kayak gitu?”
Sagara perlahan menjauh, ditatapnya wajah Dewi yang memerah, entah marah atau malu karena dirinya mengetahui rahasia wanita itu.
“Sepertinya aku terlalu baik dalam memperlakukanmu, sampai-sampai kamu memilih berselingkuh di belakangku. Jangan menyangkal lagi, aku benar-benar sudah tidak tahan melihat wajah menyeramkan di balik wajah polosmu itu. Semakin lama, kamu semakin menjadi-jadi, Dewi. Aku bahkan sampai tidak mengenali wanita yang kunikahi tiga tahun yang lalu,” kata Sagara.
Dewi menggeleng cepat, jantungnya berdegup kencang dengan keringat yang mulai membasahi tubuhnya. Wanita itu tidak menyangka kalau Sagara akan mengetahui perselingkuhannya.
“Kamu yang selingkuh kenapa malah menuduhku, mas!” teriaknya.
“Oh, ya? Aku sama sekali tidak menuduhmu karena aku memiliki buktinya. Bahkan jika kamu meminta bukti saat ini juga, aku bisa memberikannya untukmu.” Pria itu tersenyum miring, menatap rendah ke arah Dewi. “Hotel Royal Crown, semalam kamu baru saja menginap di sana bukan? Apa sebegitu menggairahkan sampai kamu lupa untuk menutupi tanda merah itu?”
Dewi menggeleng cepat, lantas turun dari kasur dan menghampiri Sagara yang terlihat semakin dingin menatapnya.
“Mas, kamu bicara apa, sih? Ini, i-ini bekas syuting kemarin, mas. Ya, benar, ini bekas syuting kemarin. Aku mengalami insiden jadi leherku sampai merah begini,” kata Dewi.
Ia teringat jika semalam ia dan selingkuhannya baru saja menghabiskan malam panas bersama. Hal itu karena Dewi merasa kesal dan butuh pelampiasan hingga tidak terkendali seperti semalam. Namun, wanita itu tidak menyangka jika semalam akan meninggalkan tanda yang sulit dihilangkan.
“Hentikan bualanmu itu karena aku tidak akan mempercayai apapun yang kamu katakan! Percuma kamu mau membela diri karena aku tidak peduli. semua bukti sudah aku kantongi, jadi tidak ada gunanya lagi kamu membela diri di depanku.”
Setelah mengatakan hal itu, Sagara segera pergi dari sana. Sungguh hari yang memuakkan, bahkan pria itu merasa sangat mual hanya dengan bertatapan dengan istrinya. Rasa kecewa yang menggunung membuat pria itu mati rasa pada Dewi, istrinya.
“Mas, kamu dengerin aku dulu. Aku nggak pernah berselingkuh apa lagi tidur dengan pria lain. Kamu pasti salah paham sama aku, Mas!”
Dewi berlari bak kesetanan karena Sagara sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Pria itu terus melangkah cepat menuruni tangga, membuat Dewi kalang kabut. Bahkan wanita itu sepertinya terlupa dengan apa yang ia kenakan hari ini. Pakaian tipis dan membayang tengah menjadi tontonan para asisten rumah tangga di sana.
“Mas, kamu jangan kayak gini, dong. Kalau kamu selingkuh, ya bilang aja, nggak usah nuduh aku kayak gitu. MAS!” jerit Dewi karena Sagara sama sekali menulikan telinganya dan masuk ke mobil dengan cepat.
“Mas buka pintunya!”
Dewi mengetuk kaca mobil itu, berharap Sagara kembali bicara dengannya. Namun, hasilnya nihil, alih-alih membuka kaca jendela mobil, pria itu justru langsung melajukan mobilnya dengan cepat hingga membuat Dewi langsung tersungkur.
Wanita itu meraung-raung ketika Sagara benar-benar mengabaikannya. Tidak dipedulikan penampilannya hari ini karena semua mendadak kacau. Sagara mengetahui kebohongannya dan pria itu marah besar padanya.
“Kamu yang selingkuh, Mas. Bukan aku!” jeritnya sekali lagi.
Mbok Surti datang dengan tergopoh-gopoh sambil membawa bathrobe di tangannya, setelah mendapat laporan dari asisten rumah tangga yang lain kalau Dewi keluar rumah hanya dengan menggunakan pakaian tipis. Wanita paruh baya itu segera menyelimuti Dewi dan mengajaknya kembali masuk ke rumah.
“Nyonya, mari masuk ke rumah. Saya khawatir satpam di depan melihat nyonya dengan keadaan seperti ini,” ajak mbok Surti.
Barulah, setelah mendengarkan penuturan mbok Surti, Dewi tersadar akan penampilannya. Wanita itu segera beranjak dari duduknya dan masuk ke rumah sambil dituntun mbok Surti.
“Mas Saga berubah, mbok. Dia selingkuh,” adunya setelah mbok Surti mendudukkan dirinya di atas kasur.
Mbok Surti hanya terdiam karena ini bukan ranahnya. Namun, wanita paruh baya itu jelas tidak percaya karena ia yakin, Sagara bukan tipikal pria yang suka mendua.
“Nyonya ganti baju dulu, ya, saya siapkan sarapannya dulu.” Mengabaikan ucapan Dewi, wanita paruh baya itu segera meninggalkan Dewi di dalam kamar seorang diri.
Melirik pintu yang baru saja tertutup, Dewi segera melepas bathrobe yang melekat di tubuhnya. Tampak jelas beberapa bercak merah memenuhi area dada dan beberapa di area selangkanya. Tangannya mengepal kuat dengan mata yang memerah. Dia benar-benar marah sekarang karena kebohongannya telah diketahui Sagara.
“Brengsek! Kenapa pria itu bisa tahu kalau aku selingkuh?” gumamnya penuh kecemasan.
Wanita itu takut jika Sagara melakukan tindakan di luar nalar yang akan membuat citranya menjadi buruk. Sungguh Dewi tidak akan terima jika karir yang selama ini dibangun dengan apik harus hancur karena berita skandalnya.
“Nggak! Nggak boleh. Aku masih butuh Sagara untuk jadi batu loncatanku menjadi artis besar!”
***
Lisa tengah melayani pembeli seperti biasanya. Meski suasana hatinya hari ini begitu buruk, tetapi gadis itu tidak bisa mengabaikan pekerjaannya. Ada ibu dan ke dua adiknya yang membutuhkan dirinya, sehingga Lisa harus menyingkirkan rasa sedih di hatinya.
Senyumnya tak pernah lepas, menyapa dan melayani pembeli, hingga ia dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba saja berdiri di depan meja kasirnya tanpa meletakkan pesanan apapun. Gadis itu mendongak dan mendapati Sagara tengah berdiri di depannya dengan wajah lelahnya.
“Mas Saga!” serunya pelan.
“Lisa, ayo, ikut aku pergi sebentar,” ajaknya.
“Eh, nggak bisa, Mas, aku harus kerja. Kalau aku mangkir bisa-bisa aku dipecat!”
“Manager toko sudah mengizinkan kamu pergi, jadi kamu tidak perlu khawatir,”
“Tapi mas—”
Belum selesai gadis itu berucap, manager toko tiba-tiba datang dan menghampirinya.
“Kamu bisa pergi sekarang, Lis,”
“Tapi, Pak. Saya kan masih kerja, saya nggak mau kalau tiba-tiba dipotong gaji atau dipecat,”
“Tidak Lis. Kamu bisa pergi sekarang. Hari ini kamu bebas untuk libur.”
Lisa hendak menimpali, tetapi melihat Sagara menggeleng akhirnya gadis itu pun menurut. Lisa segera pergi dari meja kasir dan mengambil ponselnya di dalam loker. Hari ini, untuk yang pertama kalinya Lisa bisa pulang pagi dan tidak perlu kembali ke toko.
“Kita mau ke mana mas?” tanya Lisa begitu Sagara masuk dan duduk di balik kemudi mobil.
“Pergi!”
Tanpa menjawab pertanyaan Lisa lebih lengkap, pria itu segera melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Entah apa yang merasuki Sagara hingga dalam keadaan emosi, pria itu justru mendatangi Lisa alih-alih pergi ke kantor.
Lisa memandangi butik mewah di hadapannya. Butik yang terkenal sebagai butik kelas wahid karena yang datang ke tempat itu biasanya orang-orang yang berdompet tebal. Itu membuat Lisa benar-benar takjub dibuatnya.
Sagara menoleh ke arah gadis itu. Sudah lima menit mobilnya berhenti, tetapi Lisa masih belum menyadari jika Sagara tengah menunggunya untuk turun dari sana.
“Seberapa lama lagi aku harus menunggu?” tanya pria itu.
“Eh, maaf, mas. Habisnya aku kagum banget sama butiknya. Ini butik yang sering didatangi sama artis-artis itu,’kan, ya? Sumpah demi apa, sekarang aku bisa melihat butik ini dari jarak dekat,” ucap Lisa dengan mata yang berbinar. Gadis itu benar-benar kagum.
“Ayo, cepat turun. Kita sudah ditunggu di dalam.”
“Beneran, mas?”
“Iya, hari ini aku meminta mereka untuk mengukur badanmu untuk gaun pengantin sekaligus mencarikan baju yang cocok untuk nanti malam,”
Mendengar hal itu, Lisa yang semula mengagumi bangunan di depannya lantas menoleh.
Gaun pengantin? Lisa tidak percaya jika Sagara akan membawanya ke tempat mewah seperti ini. Ia pikir Sagara hanya akan menyewakan atau membelikan kebaya sederhana untuk pernikahan mereka.
“memangnya nanti malam kita mau ke mana?”
“Ke rumah orang tuaku untuk meminta restu,”
“APA!”