Kehidupan Hana baik-baik saja sampai pria bernama Yudis datang menawarkan cinta untuknya. Hana menjadi sering gelisah setelah satu per satu orang terdekatnya dihabisi jika keinginan pemuda berdarah Bali-Italia itu tidak dituruti. Mampukah Hana lolos dari kekejaman obsesi Yudis? Ataukah justru pasrah menerima nasib buruknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fakta Baru
Hana memilih tak gentar dalam menghadapi situasi yang lebih menantang dari sebelumnya. Mencari informasi lebih banyak mengenai keluarga keempat pelaku dan latar belakang mereka, menjadi hal yang sangat penting dilakukan untuk saat ini. Meski terkadang butuh persiapan dan kehati-hatian ekstra, Hana tetap menjalankan misinya dengan baik.
Suatu pagi, seorang wanita dengan dandanan tebal dan mencolok menyambangi kediaman Bu Laras. Hana yang merasa familiar dengan suara khas dari tamu majikannya, langsung memakai masker tatkala hendak membawa dua cangkir teh ke balkon di lantai dua. Berjaga-jaga agar tidak mudah dikenali oleh orang yang menjadi targetnya.
Melihat gelagat aneh Hana, Bu Laras pun tertegun. Ia menatap asisten rumah tangganya sambil mengernyitkan kening.
"Hana, kamu sakit?" tanya Bu Laras.
"Saya agak nggak enak badan, Bu. Kayaknya mau flu," dalih Hana yang baru saja menaruh dua cangkir itu di meja.
"Oh. Kalau gitu, segera minum obat dan beristirahatlah sebentar setelah semua pekerjaan rumah selesai. Semoga kamu lekas sembuh, ya," ujar Bu Laras.
"Iya, Bu. Saya permisi dulu," pamit Hana berlalu ke dalam rumah.
Sebelum benar-benar pergi, Hana membuka ponselnya dan menyalakan fitur perekam kamera. Ditaruhnya ponsel itu di dekat jendela, sambil sesekali memandang CCTV dan memastikan gerak-geriknya tak direkam oleh kamera pengintai itu. Setelah merasa kondisinya aman, ia bergegas pergi ke dapur untuk melanjutkan tugasnya.
Dua jam berlalu, Bu Laras akhirnya pergi bersama tamunya dari rumah. Hana yang merasa situasi sudah aman, bergegas ke lantai dua untuk mengambil ponselnya. Gadis itu bernapas lega, setelah mengetahui rekamannya masih menyala dengan baik dan tidak diketahui oleh sang majikan.
Merasa penasaran dengan hasil pengintaian, Hana memutar kembali video kamera ponselnya. Terdengar percakapan ringan antara Bu Laras dan wanita yang diketahui bernama Melinda Pasaribu. Semakin Hana perhatikan dengan saksama, terdapat beberapa informasi penting.
Usut punya usut, Melinda membeberkan kejadian sebelum persidangan dimulai. Wanita Batak itu diketahui bekerjasama dengan orang tua ketiga pelaku lain untuk menyuap hakim. Selain itu, mereka juga menekan seseorang bernama Wilda agar mau membujuk Anwar untuk mengaku di depan hakim bahwa dialah pelaku utamanya.
Tak sampai di situ, Melinda juga berkata pada Bu Laras agar menyimpan rahasia itu rapat-rapat. Jika sampai Bu Laras membocorkan permainan kotor itu ke publik, maka tindakan buruknya di masa lalu akan dibuka di depan khalayak. Melinda mengingatkan kembali pada Bu Laras soal kesediaannya menyerahkan sang suami ke tangan mereka untuk dihabisi empat tahun silam.
"Jadi ... suaminya Bu Laras dihabisi oleh orang tua keempat pelaku? Kenapa dia bersedia agar suaminya dihabisi? Apa mungkin suaminya telah melakukan kesalahan fatal? Ini benar-benar aneh," gumam Hana sambil mengernyitkan kening.
Dirasa semua informasi itu sangat penting, Hana menyalin rekaman yang baru saja didapatkannya ke dalam sebuah flashdisk. Benda kecil itu akan menjadi kunci utama dalam menjerat kembali para pelaku dan membebaskan Anwar dari tuduhan pelenyapan Alin.
Selesai menyimpan kembali flashdisk ke tempat semula, Hana keluar dari kamar dan melanjutkan pekerjaannya membersihkan rumah. Suasana rumah yang sepi membuat Hana leluasa mengerjakan semua tugasnya sampai rampung.
Namun, di sisi lain ia merasa was-was. Mang Deri yang biasa mengurus kebun, pulang lebih awal untuk merawat istrinya di rumah sakit. Hana merasa cemas, tak ada yang bisa dimintai tolong jika sampai terjadi sesuatu mengerikan.
Ketika hendak menyiapkan makan siang, terdengar suara bel berbunyi tiga kali. Hana bergegas menuju ruang tamu dan membukakan pintu. Betapa terkejutnya ia mendapati Yudis sudah berdiri tepat di hadapannya.
"Hai, Hana. Sendirian aja, nih, di rumah," sapa Yudis, disertai senyum licik.
"Mau apa kamu datang kemari? Demian sama Bu Laras nggak ada di rumah," sungut Hana, berusaha melindungi diri.
Yudis menahan pintu, sambil berjalan perlahan mendekati Hana. "Aku datang kemari bukan untuk mencari mereka, tapi kamu."
Hana terkesiap, jantungnya berdebar lebih cepat. Ia segera mundur, kemudian berbalik badan dan berlari menuju kamarnya yang berada di belakang.
Di sisi lain, Yudis yang enggan menyia-nyiakan kesempatan bagus ini pun mengejar Hana. Dengan cepat ia meraih tangan gadis itu dan menariknya saat berada di ruang keluarga. Seketika, Hana jatuh di pelukan Yudis dan tak bisa berkutik lagi tatkala pria itu mendekapnya erat.
"Lepasin!" teriak Hana, sambil berusaha melepaskan diri dari kekangan Yudis.
"Aku nggak akan menyia-nyiakan kesempatan bagus ini, Hana. Sebaiknya kamu nggak usah berontak. Nggak ada satu pun orang yang akan menolong kamu," ujar Yudis dari belakang telinga gadis itu.
"Enyahlah dariku, Yudis! Aku bakal laporin perbuatan kamu ini sama Bu Laras!" gertak Hana, menarik paksa lengan Yudis yang menahan tubuhnya.
Yudis dengan kasar membawa Hana menuju sofa, lalu menghempaskan tubuh gadis itu di sana. Seperti yang pernah dilakukannya sewaktu di kos, ia menahan Hana agar tetap berbaring di sofa itu. Nafsunya tak terbendung lagi. Yudis menciumi leher Hana begitu rakus.
Hana yang semula memberontak keras, tiba-tiba berubah tak berdaya. Sekujur tubuhnya seolah membeku oleh sentuhan Yudis yang amat bernafsu. Meski begitu, hatinya terus saja memberontak. Berkali-kali Hana menggerakkan lengan dan kakinya, berusaha melepaskan diri sebisanya. Akan tetapi, Yudis yang berada di atasnya seolah memegang penuh kendali, sehingga ia kesulitan untuk lepas dari cengkraman berahi pemuda itu.
"Kenapa kamu justru semakin merendahkan dirimu sendiri dengan bekerja di sini? Bukankah aku sudah bilang, akan membuat kamu menjadi perempuan paling bahagia di dunia ini?" bisik Yudis di telinga Hana.
"Aku nggak mau hidup sama cowok bajingan kayak kamu," tegas Hana dengan suara gemetar.
Di tengah pergumulan hasrat Yudis dan pergolakan batin Hana, terdengar suara langkah kaki memasuki kediaman Bu Laras. Yudis yang segera menyadari kedatangan seseorang, langsung menghentikan perbuatan bejatnya pada Hana. Ia berbaring di bawah sofa, lalu menarik Hana dari tempat sebelumnya. Kini, posisi Yudis berada di bawah Hana. Ia membiarkan gadis itu menindih tubuhnya, dan saling tatap untuk beberapa saat.
"Astaga! Apa yang kamu lakukan, Hana!" bentak Bu Laras yang baru saja tiba di ruang tengah.
Dengan gugup, Hana segera berdiri dan menjauhi Yudis. Perasaannya benar-benar kalut mengetahui majikannya telah memergoki perbuatan tak pantas antara dirinya dan Yudis.
Sementara itu, Yudis yang baru saja bangkit dan berdiri, langsung menatap Hana dengan lesu. "Ya ampun, Hana. Kenapa kamu bernafsu gini sama aku? Aku ke sini mau beli parfum dari Bu Laras, tapi kamu malah berani banget ngelakuin perbuatan asusila sama aku."
Bu Laras menggeleng pelan, seakan tak habis pikir dengan kelakuan murahan pembantu barunya itu. "Saya udah percaya sama kamu, tapi kamu malah berani berbuat mesum ketika rumah sepi. Saya benar-benar kecewa sama kamu, Hana!" cerocosnya.
"Tolong dengarkan penjelasan saya dulu, Bu. Ini semua nggak kayak yang Ibu lihat," pinta Hana dengan wajah memelas.
"Mulai hari ini juga kamu angkat kaki dari sini! Rumah bordil lebih cocok buat kamu daripada kediaman saya," hardik Bu Laras geram.