" aku takut untuk kembali patah setelah jatuh hati " ---
Ziva gadis cantik yang batal menikah karena suatu hal yang tak jelas. Lelaki yang ia percaya itu pergi meninggakkan dirinya sebelum hari pernikahan mereka dilangsungkan. menghancurkan segala mimpi setelah sekian lama di bangun bersama. Segala kesakitan itu membuat ziva sulit untuk kembali menjalin hubungan yang baru . Hingga kehadiran seorang lelaki aneh yang memberi warna baru dalam hidupnya. Namun banyak rahasia yang tersembunyi di balik kemunculannya .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mia Riski, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari
"kenapa Lo bawa gue kesini ? " Tanya ziva , saat lelaki itu memberhentikan mobilnya dihalaman sebuah panti asuhan .
" biasanya kalau gue kurang bersyukur , gue Dateng kesini . Biar gue inget , kalau masih banyak di luar sana yang hidupnya jauh lebih susah dari gue " ucapnya .
" Gue yakin Lo bakal bahagia ketemu sama anak-anak di sini "
Lelaki itu turun dari mobil membuka pintu mobil untuk ziva , dengan sedikit ragu ia turun dari mobil . Untuk pertama kali ia menginjakkan kaki disini . Ia seperti tengah malu dengan dirinya , kemana saja selama ini sampai tak pernah berniat berkunjung pada tempat seperti ini . Jangankan datang , berniat saja tak pernah terlintas dalam otaknya .
" Betapa egoisnya aku selama ini " pikir ziva dalam hati .
Ia mengikuti setiap langkah Gabriel yang berjalan di depannya , lelaki itu menghampiri pengurus panti asuhan .
" Nak Gabriel .. " ucapnya tersenyum , ia melirik kearah ziva yang terlihat Canggung .
" Kenalin , ini ibu asih . Beliau yang mengurus panti ini " kata Gabriel pada ziva .
" Halo Bu , saya ziva.. " wanita itu tersenyum ramah .
" Kamu cantik sekali .. " Bu asih mengelus pundak ziva sebentar , lalu ia kembali menatap Gabriel .
" Kemana saja ? " Tanya Bu asih .
" Maaf Bu , Gabriel sedikit sibuk mengurus pekerjaan di kantor . " Ucap nya .
" kak biel.. " teriak seorang gadis kecil berlari kearah Gabriel. Lelaki itu sudah menjongkok sambil membentangkan tangannya menyambut gadis kecil itu.
" Hai cantik , apa kabar ? " mengusap rambut panjangnya.
" Aku sedang marah " ucapnya melepaskan pelukan .
" Kenapa kakak lama sekali datang ke sini .. " gadis kecil itu memasang muka masam , mengerucutkan bibirnya .
Gabriel menarik hidung gadis kecil itu .
" Daira ingin ice krim ?" Tawarnya untuk membujuk gadis itu . Tak butuh waktu lama , gadis kecil itu langsung mengangguk senang . Namun arah pandangnya menatap aneh ziva yang berdiri di samping Gabriel .
" Kakak ini siapa ? " Tanya Daira
" Hallo , aku ziva " ziva memberikan senyuman termanis nya pada gadis ini .
" Hai ka ziva " sapanya ramah .
" Lo disini sama Bu asih atau mau ikut gue dan Daira ke supermarket? " Tawar Gabriel yang sudah menggandeng tangan Daira .
" Hemm.. gue disini aja deh , pengen keliling panti "
Gabriel mengangguk , ia berjalan bersama Daira meninggalkan ziva dan Bu asih .
Bu asih tersenyum ke arah ziva , ia mengajaknya untuk mengelilingi panti asuhan . Melihat tempat ini yang begitu luas dan bersih . Di penuhi dengan bunga dan tanaman hijau . Sungguh membuat mata sejuk memandang.
" Sejak kapan Gabriel sering datang kesini Bu? "
" Gabriel tidak pernah bercerita denganmu? " Bu asih duduk di sebuah bangku di ikuti ziva . Wanita itu menggeleng kepala kearah Bu asih .
" kita baru kenal "
" Dari Gabriel masih sekolah , ia sering datang ke mari " ucap Bu asih sembari tersenyum.
" Dia lelaki yang baik , kamu beruntung mendapatkannya " sambungnya .
Ziva hanya mengangguk pelan , meski ia masih meragukan Gabriel . Lelaki itu terlalu aneh menurutnya . Ia banyak menutupi sesuatu dari ziva .
Lagi pula bukankah mereka hanya berjanji untuk bersama dalam satu bulan saja ?
Tapi mengapa hatinya seperti ingin terus melewati hari bersama , ada rasa nyaman yang terus menghiasinya . Meski sebenarnya ia tak memiliki alasan yang kuat untuk tetap mempertahankannya .
Apa karena ia mulai munyukai lelaki aneh itu atau hanya sekedar teman yang mengisi kekosongan harinya. Ia tidak bisa mengerti dirinya lebih baik.
Hari hampir gelap , setelah Gabriel membawa Daira membeli ice krim ia langsung mengajak ziva untuk pulang . Selama perjalanan ziva tertidur pulas sambil memeluk lengannya sendiri . Sedikit memiringkan tubuhnya ke samping , Gabriel hanya memperhatikannya sesekali .
Lelaki itu sudah memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah ziva , namun ia enggan membangunkan wanita cantik ini . Ia melepas sabuk pengamannya , mengamati setiap jengkal wajah ziva . Ia sedikit memajukan badannya menghadap wanita itu.
Ziva membuka matanya dengan refleks ia mendorong Gabriel yang jaraknya tak begitu jauh darinya.
" Lo mau ngapain ? Hah.. ! " Ziva menutup dada dengan kedua tangannya.
" Stt.. " Gabriel memegang lengannya yang terbentur pada sisi mobil . Wanita ini terkadang sangat kasar pikirnya, padahal ia hanya ingin melepaskan sabuk pengaman ziva dan membawanya masuk ke dalam rumah.
" Jangan macem macem Lo ya , gue tonjok juga ntar . Gini gini gue bisa bela diri " ia meninggikan suaranya menatap tajam ke arah Gabriel . Menggepalkan tangan tepat di depan wajah lelaki itu.
Lelaki itu malah menatapnya aneh lalu tertawa keras.
" Emang Lo pikir gue mau ngapain? " Menjauhkan tangan mungil itu dari wajahnya.
" Lo majuin badan Lo ke gue itu maksudnya apa? Gue bukan anak kecil kalik ! "
" Gue cuma mau ngelepasin seat belt Lo aja . Pikiran Lo kotor banget sih jadi cewek " kesal gabriel
Ziva menelan ludahnya kasar , ia malu sekali di depan lelaki ini . Wajahnya sudah memerah , rasanya ingin menghilang dalam sekejap.
" Hehe , maaf . Abis gue kaget " ucapnya sambil nyengir.
" Udah turun! "
" Dih ngegas banget sih , iya gue turun.. dasar cowok aneh ! " Ketus ziva membuka sabuk pengamannya , ia menggerutu tidak jelas turun dari mobil . Gabriel mulai terkekeh melihat wanita itu sudah kembali seperti waktu pertama mereka bertemu.
.
.
.
Ziva melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumahnya . Sebelum menuju butik , ia ingin singgah ke toko alat tulis . Beberapa keperluannya untuk menggambar telah habis , terpaksa ia harus membelinya .
" Kok gue ngerasa kaya ada yang ngikutin gue sih " ucap ziva melihat dari kaca mobil .
Sebuah mobil putih sejak tadi terus mengekor di belakangnya . Ia mulai risih dan sedikit menambah kecepatan mobilnya . Benar saja , mobil itu juga melakukan hal yang sama .
Ziva terdiam sejenak , ia mulai mengingat mobil yang pernah menabraknya beberapa hari yang lalu .
" Mau apa sih dia dari gue " kesal ziva dalam hati .
Ziva bernafas lega , ia sudah sampai di depan toko alat tulis .
Ia melangkahkan kakinya meninggalkan tempat parkir ,ia sedikit berlari mendorong pintu toko tersebut . Ia tidak bisa tenang , sejak tadi terus menoleh kiri dan kanannya .
Dengan langkah yang buru-buru ia mengambil beberapa barang yang ia butuhkan membawanya ke kasir .
Kakinya terus mengetuk lantai seakan ingin cepat pergi dari tempat itu . Ia sedikit kesal dengan cara kerja karyawan yang cukup lambat membuatnya membutuhkan waktu lebih lama berada di tempat ini .
" Ini mba. Terimakasih " ucap karyawan tersebut memberikan barang belanjaan pada ziva . Ia hanya tersenyum tipis lalu keluar dari tempat tersebut .
Sedikit tergesa-gesa melangkah menuju parkiran , ia sempat menoleh ke samping . Pada jarak yang tidak terlalu jauh , seseorang mengenakan pakaian serba hitam menutupi wajahnya dengan hodie itu sedang menatap kearahnya . Ia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas , tapi bisa di pastikan Orang tersebut cukup menyeramkan .
Ziva langsung masuk ke dalam mobilnya , menyalakan mesin meninggalkan tempat tersebut .
.
.
" Kenapa anda Panggil saya ? " Tanya Gabriel setelah memasuki ruang kerja papanya , pemilik perusahaan yang bergerak di bidang properti . Bisa di bilang lelaki ini menerusi bisnis keluarganya .
" Siapa perempuan yang sering kamu bawa ? " Tanya Anton melipat tangan ke dadanya .
" Ini kantor bukan rumah , kenapa anda tidak bisa berbicara ini di rumah "
" Karena kamu tidak pernah mau mengobrol denganku " ia menatap Gabriel .
" Setelah apa yang anda lakukan dahulu kepada aku dan.. ahh sudahlah , masih untung aku tetap meneruskan perusahaan anda . Jika tidak , sudah lama aku pergi dari sini " ia menatap tajam ke arah Anton .
" Kamu harus menikah dengan Tasya , aku sudah berjanji pada ayahnya . Ini menjadi permintaan terakhir , kamu juga tidak bisa kembali pada cintamu . Untuk apa terus berharap sesuatu yang hampir mustahil "
Gabriel tertawa miris , lelaki ini sama kerasnya seperti dirinya . Lebih tepatnya Gabriel tumbuh dengan mencontohkan lelaki ini . Ia begitu batu , keinginannya harus selalu terwujud . Meski menyakiti orang lain .
" Kau ingin menuntaskan janjimu pada orang lain dengan menyakiti anakmu sendiri? Atau sebenarnya kau punya tujuan lain ? Karena Tasya adalah pewaris tunggal ?" Menaikkan sebelah alisnya . Ia membuang muka dari hadapan Anton. Baru saja Ingin melangkahkan kakinya meninggalkan tempat tersebut .
" aku sudah cukup dengan uangku.. "
Gabriel meremehkan lelaki di hadapannya ini . Ia berdecih membuang wajahnya .
" Aku hanya ingin kau hidup berumah tangga dengan bahagia , kembali pada masalalu hanya akan membuatmu susah "
Gabriel tertawa keras , entah dia sedang menertawakan apa . Yang jelas wajahnya cukup menyimpan tanya di balik tawa .
" Aku tidak salah mendengar? Sejak kapan anda peduli dengan kebahagiaan ku ? Omong kosong apalagi yang coba anda jelaskan . " Gabriel mengebrak meja kerja papanya . Berlalu meninggalkan ruangan tersebut.
" aku tidak akan menikah dengan Tasya karena cintaku akan kembali " ucap gabriel dalam hati , ia melajukan langkahnya masuk ke dalam ruangannya .
Perjodohan itu tidak akan terjadi jika Tasya tidak terus meminta untuk menikah dengan nya . Sialnya , wanita itu terus mendesak keluarganya untuk menjadi istri Gabriel . Padahal wanita itu tidak begitu mengenalnya dengan baik.
Lelaki itu tengah duduk di meja kerjanya , ia menelpon seseorang .
" Apa kau menemukan sesuatu? "
" Saya belum menemukan apa apa bos"ucap suara besar dari ujung jalan.
" Aku tidak punya banyak waktu lagi , bergerak lebih cepat ! Kau mengerti ! " Perintahnya langsung mematikan sambungan telepon.
" Arghhh " Gabriel menggepalkan tangannya .
" Kemana aku harus mencari bukti itu " daun telinganya terlihat memerah , ruangan ber AC itu terasa panas sekali . Urat urat lehernya tampak nyata , ia benar benar sedang menahan emosi yang sudah meledak ledak .