Karena bosan dengan kehidupan yang dijalani selama ini, Rania gadis cantik berusia 25 tahun yang telah menyelesaikan s2 di luar negeri ingin mencoba hal baru dengan menjadi seorang OB di sebuah perusahaan besar.
Tapi siapa sangka anak dari pemilik perusahaan tersebut justru menginginkan Rania untuk menjadi pengasuhnya.
Sedangkan Raka duda berusia 40 tahun ,CEO sekaligus ayah dari 3 orang anak yang belum move on dari sang mantan istri yang meninggal pasca melahirkan anak ke 3 nya.
Bagaimana perjalanan Rania dalam menghadapi tantangan yang dibuatnya?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibu Cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Zian sakit
Setelah melakukan perpisahan dengan teman-temannya, Rania merasa sedikit lega meskipun masih ada perasaan berat di dalam hatinya. Ia meninggalkan kafe dan berjalan menuju mobil Zidane yang menunggu di luar. Namun, saat ia baru saja duduk di dalam mobil, ponselnya bergetar. Melihat nomor yang muncul di layar, Rania terkejut. Itu adalah nomor yang tidak dikenal, dan ia segera menebak siapa yang menelepon.
Dengan sedikit rasa cemas, Rania menjawab telepon itu. "Halo, ini Rania."
Suara di ujung telepon langsung terdengar tegas, meskipun ada kecemasan yang jelas terdengar di sana. "Rania, ini Raka. Zian demam tinggi, dan dia terus memanggil nama kamu. Kami sedang di rumah, dan aku tidak tahu harus bagaimana."
Mendengar nama Zian disebut, hati Rania langsung berdebar kencang. "Zian sakit? Oh tidak, bagaimana kondisinya?" tanya Rania, suara penuh kekhawatiran. Ia tidak pernah membayangkan bahwa Zian akan sakit, apalagi sampai memanggil namanya dalam keadaan seperti itu.
Raka tampak terkejut dengan respons cepat Rania, namun suara khawatirnya tetap terdengar. "Dia sangat rewel, Rania. Aku sudah coba menghubungi dokter, tapi dia hanya terus memanggil nama kamu. Aku khawatir dia merasa tidak nyaman tanpa ada kamu di dekatnya."
Rania merasakan kepanikan yang sama. Zian adalah anak yang sangat dekat dengannya meskipun mereka baru beberapa minggu saling mengenal. Rania merasa bahwa dia tidak bisa membiarkan Zian terbaring sakit tanpa bisa membantunya.
"Saya akan segera datang, Pak Raka," jawab Rania tanpa ragu, meskipun perasaan cemas semakin menguasai dirinya. "Tolong share lokasinya, saya akan segera ke sana."
Setelah Raka memberikan informasi alamat rumahnya, Rania langsung meminta Zidane untuk segera mengantarnya ke rumah Raka. Dengan hati yang berdebar dan pikiran yang dipenuhi kekhawatiran, Rania tidak bisa lagi menunggu. Ia tahu bahwa Zian membutuhkan dirinya, dan ia tidak ingin meninggalkannya sendirian dalam keadaan sakit.
Di dalam perjalanan, Rania terus berpikir tentang Zian, bagaimana anak itu selalu ceria dan penuh energi, dan kini ia harus menghadapi penyakit yang tak terduga. Semakin dekat ia dengan rumah Raka, semakin cepat pula detak jantungnya. Di benaknya hanya ada satu hal—membantu Zian dan memastikan bahwa ia baik-baik saja.
Sesampainya di depan rumah Raka, Rania segera keluar dari mobil dan bergegas menuju pintu. Raka sudah menunggu di depan pintu, wajahnya tampak cemas. "Rania, terima kasih sudah datang begitu cepat. Zian ada di kamar," katanya dengan suara tegang.
Rania mengangguk dan segera masuk ke dalam rumah, mengikuti langkah Raka menuju kamar Zian. Ketika ia masuk ke kamar, ia melihat Zian terbaring lemah di tempat tidur, wajahnya memerah karena demam. Anak itu terlihat lelah, tetapi matanya yang besar tetap memandang Rania dengan penuh harapan.
"Zian..." Rania mendekat, merasakan tangannya yang sedikit hangat saat ia menyentuh kening Zian. "Tante di sini, Zian. Jangan takut, tante akan tetap di sini."
Zian yang mendengar suara Rania, tiba-tiba tersenyum lemah. "Tante Rania..." suara Zian berbisik, seolah-olah itu adalah satu-satunya kata yang bisa diucapkannya.
Rania menatapnya dengan penuh kasih sayang, merasa hatinya sangat terharu. "Aku di sini untukmu, Zian. Tante akan menjaga kamu sampai kamu merasa lebih baik."
Raka yang berdiri di pintu kamar, mengamati dengan cemas. "Dia terus memanggil nama kamu, Rania. Aku tidak tahu harus bagaimana. Apakah ada yang bisa kita lakukan untuk menurunkan panasnya?"
Rania mencoba untuk tetap tenang meskipun hatinya dipenuhi rasa khawatir. "Saya akan coba bantu menurunkan panasnya dengan kain basah. Sebentar, saya akan cari air hangat dan kain." Rania bergerak cepat, mengambil air hangat dari meja samping tempat tidur dan merendamkan kain di dalamnya.
Ketika Rania mulai mengelap kening Zian dengan lembut, Zian menatapnya dengan tatapan lemah, tapi penuh kepercayaan. "Tante Rania, tolong... jangan pergi."
Rania tersenyum lembut, berusaha menenangkan Zian. "tante tidak akan pergi, Zian. Tante janji, aku akan di sini sampai kamu merasa lebih baik."
Di sisi lain, Raka merasa sangat terharu melihat bagaimana Rania memperlakukan Zian dengan penuh perhatian. Ia sadar, bahwa Zian memang sangat membutuhkan Rania, dan Rania adalah orang yang tepat untuk merawatnya.
"Terima kasih, Rania," kata Raka dengan suara yang lembut, penuh rasa syukur. "Kamu sangat berarti bagi Zian, lebih dari yang bisa aku ungkapkan."
Rania hanya tersenyum tipis, tidak membutuhkan pujian. Baginya, yang terpenting adalah melihat Zian merasa lebih baik. "Zian, istirahatlah. Kamu akan segera sembuh," ucap Rania dengan penuh kasih sayang, terus merawat Zian dengan hati-hati, memastikan bahwa ia merasa nyaman dan tidak kesepian.
Malam itu, suasana di rumah Raka menjadi lebih tenang. Meskipun Zian masih demam, ia merasa sedikit lebih nyaman dengan kehadiran Rania di sampingnya. Raka berdiri di luar kamar, melihat Rania yang dengan sabar merawat anaknya. Dalam hati, ia merasa sangat berterima kasih, karena Rania bukan hanya datang untuk membantu Zian, tetapi juga menunjukkan bahwa ia adalah seseorang yang bisa diandalkan.
Hari itu, meskipun dimulai dengan kecemasan, akhirnya berakhir dengan kedamaian—kedamaian yang datang dari hati yang saling peduli dan perhatian.