Dia meninggal tapi menghantui istri ku.
Ku genggam tangan Dias yang terasa dingin dan Bergetar. Wajahnya pucat pasi dengan keringat membasahi anak rambut di wajahnya. Mulutnya terbuka menahan sakit yang luar biasa, sekalinya menarik nafas darah mengucur dari luka mengangga di bagian ulu hati.
"Bertahanlah Dias." ucapku.
Dia menggeleng, menarik nafas yang tersengal-sengal, lalu berkata dengan susah payah. "Eva."
Tubuhnya yang menegang kini melemas seiring dengan hembusan nafas terakhir.
Aku tercekat memandangi wajah sahabat ku dengan rasa yang berkecamuk hebat.
Mengapa Dias menyebut nama istriku diakhir nafasnya?
Apa hubungannya kematian Dias dengan istriku, Eva?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku dimana
Di tempat yang lain.
Suasana sunyi di tengah hutan yang asing. Seorang perempuan muda menoleh kesana kemari dengan bingung, tak menemukan siapapun, bahkan gubuk pun tak terlihat selain yang saat ini menjadi tempatnya berlindung selepas dari peristiwa menegangkan yang hampir merenggut nyawa.
Hari sudah gelap namun pria yang kemarin menyodorkan semangkuk bubur itu tak kunjung muncul, entah kemana dia pergi setelah senja. Sendiri menghuni gubuk di tengah hutan begini, masih terasa menyeramkan meski sudah beberapa hari.
Dua ruangan kecil, ruang utama sekaligus tempat memasak dengan perkakas sederhana, lalu bilik yang dia tempati ini.
Suara binatang malam mulai bersahut-sahutan terdengar mengelilingi, dia malah tak menemukan pemantik untuk menghidupkan api.
Diapun kembali meringkuk di atas ranjang kayu yang menjurus ke jendela kecil, mencari dan mengintip dari celah berharap ada setitik cahaya di kejauhan, namun nihil. Tempat ini begitu terpencil dari pemukiman. Pada akhirnya dia lelah bergumam sendiri, sehingga hanya meringkuk memeluk lutut sampai tertidur dengan sendirinya.
Namun ia terbangun ketika suara gemeratak pintu kayu terdengar lantang, teringat beberapa saat lalu hanya mengunci bilik ini dengan palang kayu, sedangkan pintu depan tak memiliki kunci bahkan penyangga. Hanya secuil karet yang di jadikan sebagai engsel agar pintu dapat di buka, lalu tertutup dengan sendirinya.
Sejenak mempertajam telinga, mencoba menelisik aktifitas dia yang ada di luar. Apakah dia, laki-laki itu?
Sedikit menahan nafas, berusaha untuk tidak tegang dan juga tidak bergerak, agar tiada menimbulkan suara derit ranjang yang sensitif.
Tok-tok-tok.
Eva terkejut hingga menciptakan pergerakan reflek tak sengaja.
"Bangunlah, sudah hampir pagi."
Eva tak menjawab, selain terkejut ia juga tak yakin ini sudah pagi, sedangkan ia tertidur baru sejenak saja.
Namun beberapa saat kemudian aroma ikan panggang menguar mengganggu indera penciuman, suara Kokok ayam pun terdengar nyaring dari kejauhan.
Ia menurunkan kaki perlahan, artinya tempat ini tidak terlalu jauh dengan pemukiman. Dari celah jendela pun cahaya samar mulai menelusup masuk, meyakinkan ia untuk membuka pintu.
Kriieeeett.
Pria itu sedang memanggang dua ekor ikan, tampak sudah berwarna kuning kecoklatan yang menggiurkan.
"Makanlah!"
Eva sedikit tercengang, walaupun sebenarnya ia ingin pergi untuk menemukan Gerry, tapi aroma yang semakin menusuk hidung itu membuat ia mengangguk patuh.
"Bagaimana rasanya?" tanya pria itu tersenyum memandangi Eva yang sudah memasukan secubit daging ikan ke mulutnya.
Eva mengangguk. "Enak, tapi..." dia menahan kunyahan yang mulai merata di dalam mulutnya, menyebarkan rasa gurih dan sedikit pahit.
"Tapi apa?" tanya pria itu lagi, masih memandangi Eva seolah wajah perempuan itu adalah bunga indah yang sedang mekar di matanya.
"Apakah kau tidak memiliki garam?" tanya Eva, dengan mimik wajah malu.
"Ah, aku tidak punya." jawab pria bernama Arya itu.
Keduanya pun melanjutkan makan mereka yang terasa nikmat di lidah, karena suasana dingin masih menyelimuti. Kabut tebal pun dapat tertangkap oleh mata telanjang dalam jarak hanya beberapa meter saja. Menghalau pemandangan hijau di tengah hutan, rasanya sedikit mencekam.
"Ar, aku ingin mencari adikku?" ungkapnya, meletakkan ikan yang sudah habis.
Pria itu meletakkan tusukan ikan itu di dekat tungku, mungkin bisa si pakai lagi nanti. Dia juga berdiri, membukakan pintu dan menopangnya dengan kayu agar tetap terbuka.
"Lihatlah, cuaca sedang buruk. Kau akan mencarinya dimana?" tanya Arya, menatap keluar dengan wajah datar.
"Aku tak tahu Ar, tapi... Adikku harus ditemukan. Aku takut dia tak selamat."
Arya menoleh, kemudian mendekati Eva yang juga berdiri memandangi hutan berkabut di hadapan mereka.
"Baiklah."
Pria itu melepaskan gelang berwarna hitam dari pergelangan tangannya, lalu melingkarkan di pergelangan tangan Eva.
"Apa ini?" tanya Eva, menatap pergelangan tangannya yang kini terlihat aneh, gelang hitam yang unik seperti akar melingkar di sana.
"Agar kau tak tersesat. Lagipula ini hutan, ada pun penghuninya adalah binatang buas, atau mungkin orang primitif yang tidak kenal dunia." Kata Arya.
Membuat kening Eva mengernyit heran. "Memangnya aku dimana?"
"Kau di hutan." pria itu tersenyum manis.
"Maksudku? Mengapa aku sampai disini?" tanya Eva dengan raut wajah bingung.
"Kau hanyut, lalu terlempar jauh ketika air besar menghantam sungai secara tiba-tiba. Seisi sungai keluar seperti ombak yang terbalik menghambur ke arah atas, ikan dan semua makhluk hidup di dalamnya terlempar ke daratan termasuk dirimu."
Bibir Eva terbuka, membayangkan bagaimana dia bisa selamat. "Lalu, dimana Gerry?"
"Entahlah, tapi ku rasa dia tidak ada didalam sungai." jawabnya, sejurus kemudian menatap Eva lagi, memberikan keyakinan meskipun menyulut pertanyaan yang lain.
"Maksudmu?" tanya Eva.
"Semua makhluk hidup keluar dari dasar sungai ketika air bah datang. Mungkin dia juga terlempar entah kemana?"
Eva menjadi bingung akan ucapan pria asing di hadapannya, memang benar ketika itu, tiba-tiba air besar menggulung dia dan Gerry masuk ke dalam arus yang curam. Apakah benar ketika itu dia terlempar keluar?
"Aku ingin mencari Gerry." kata Eva, dengan rasa khawatir yang semakin menuntut mengingat kaki Gerry terluka.
"Aku akan menemanimu mencarinya." Kata pria itu.
Eva mengangguk, mereka berjalan cukup jauh menuju suara riuh air yang mulai menguasai pendengaran.
"Apakah kau menemukan aku di sini?" tanya Eva, menunjuk hentakan air pada batu-batu besar, sehingga arusnya tampak berputar, menyisakan buih yang menumpuk di sela bebatuan.
"Ya, kau terhempas lalu aku menangkapmu." jawabnya.
Wajahnya tampan, tapi tatapannya datar, Hanya sesekali terlihat manis dengan senyum menggoda iman. Sebenarnya, dia siapa? Eva hanya bisa bergumam di dalam hati.
Mereka melanjutkan perjalan di sekitar sungai namun sudah lumayan lama masih tak menemukan Gerry.
Akhirnya, mereka memutuskan untuk kembali ke pondok untuk beristirahat.
Terlebih lagi di luar tetap saja dingin. Mereka sudah keluar cukup lama, tapi Matahari tak juga menampakkan cahayanya.
Dan Eva dibuat tercengang ketika melihat beberapa tangkai jagung tergeletak dia dekat tungku.
"Ar? Siapa yang menghantar jagung ke sini? Apakah kita punya tetangga?" tanya Eva.
Pria itu menoleh, kemudian menggeleng. "Mereka sangat jauh." kata Arya.
"Lalu?"
"Kau lupa, akulah yang membawanya tadi." dia berlalu masuk ke dalam. Mulai menggosok batu dan menyalakan Api.
Sedangkan Eva masih berdiri menatap pria asing yang sedang fokus meletakkan jagung diatas besi segi empat yang menaungi kayu bakar menyala.
Set!
Sekelebat bayangan tiba-tiba melintas cepat di belakang Eva, pintu yang terbuka itu sempat terhalang cahaya sekilas. Eva pun berbalik.
"Ar, rasanya ada orang?" tanya Eva, melihat keluar namun tak menemukan siapa-siapa.
"Mungkin kau salah lihat." jawab Arya.
Namun sejuta penasaran yang dia rasakan membuat Eva diam diambang pintu, mengamati pepohonan yang terlihat samar terselimuti kabut. Berpikir pasti ada seseorang tadi, dia yakin sekali. Diapun melangkah keluar, mendekati sebuah pohon raksasa yang terlihat aneh, ada sesuatu bergerak di belakangnya.
"Apakah ada seseorang?" tanya Eva, berdiri di samping pohon, ingin melihat langsung tapi ragu, mana tahu bukan orang bisa jadi binatang buas. Tapi dia melihat ujung kain.
Kemudian ujung kain berwarna cokelat di balik pohon itu bergerak, dengan rasa penasaran sekaligus waspada dia mundur selangkah.
Dan dari jaraknya tampak semakin jelas kaki manusia sedang berpijak di akar pohon.
Eva mendekatinya, perlahan ingin meraih sosok manusia yang di duganya seorang wanita. Eva pun mengulurkan tangannya.
Set!
"Hah!"
"Jagungnya sudah matang."
Dan seketika sosok di balik pohon itu menghilang.
Yg diacak acak rumh ..yg berantakan hati...gini amat yak jd dewasa...punya banyak kartu ATM tp gak ada saldonya,malam susah tidur ,pagi susah bngun /Facepalm//Facepalm/
/Joyful//Joyful//Joyful//Joyful/
nanti bosa sah negara
masa iya mati berjamaah kan g lucu lah pemeran utama kok mati nya berjamaah
ayo lah arya kasih balik lah si eva jgn oula kau tahan di alam mu kasihan klo di hati mu aq pun ogah kau kan jin.. wkwkwkwkkkk🤣🤣🤣🤣🤣🏃♀️
tp siapa n3nek itu yahhh mau nolong eva
wuihhh keren deh petualangan nua masuk demensi lain