follow aku di IG : ayu_andita28
Hutang 10 Milyar yang dimiliki orang tua Serenity Lily membuat gadis itu menjadi korban dari seorang CEO kejam. Dia menjadi tawanan sang CEO yang tampak marah dan dendam pada orang tua Lily.
Akankah Lily mampu terlepas dalam penjara yang dibuat oleh sang CEO atau justru terjerat dalam pesonanya. Sementara pria itu hanya menjadikan Lily sebagai tawanan!
Akankah Lily akan menemukan bahagianya atau justru sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayu andita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Peringatan Nyonya Dilla
Nyonya Dilla duduk di depan laptop di meja kerjanya, matanya menyusuri layar dengan cermat. Pikirannya dipenuhi oleh kekhawatiran tentang hubungan Bram dengan Lily. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres dan memutuskan untuk menggali lebih dalam tentang latar belakang Lily. Mulanya, ia mencari informasi di media sosial, melihat postingan dan foto-foto Lily. Semakin ia melihat, semakin ia merasa ada yang aneh.
Akhirnya, setelah beberapa jam menggali, nyonya Dilla menemukan sebuah foto lama di akun Facebook Lily. Foto itu menunjukkan Lily bersama seorang pria yang dikenal nyonya Dilla sebagai Xander, teman lama Bram. Yang lebih mengejutkan, di keterangan foto itu tertulis: "Hari paling bahagia dalam hidupku! Menikah dengan Xander, cinta sejatiku." Nyonya Dilla merasa darahnya berdesir. Tidak mungkin! Bagaimana bisa Bram tidak tahu bahwa Lily adalah istri dari temannya sendiri?
Nyonya Dilla memperkuat dugaannya dengan memeriksa profil Xander. Memang benar, status Xander menunjukkan bahwa ia masih menikah dengan Lily. Hati nyonya Dilla dipenuhi kemarahan dan kecemasan. Ia merasa perlu segera bertindak untuk melindungi Bram dari kebohongan ini.
Dengan tekad yang bulat, nyonya Dilla memutuskan untuk menemui Lily langsung. Ia mengganti pakaiannya menjadi lebih rapi dan formal, lalu mengemudi ke rumah Lily dengan hati yang berdebar kencang. Sesampainya di sana, ia mengetuk pintu dengan tegas. Pintu dibuka oleh Lily yang tampak terkejut melihat kedatangan nyonya Dilla.
"Selamat sore, Lily. Saya nyonya Dilla, mamanya Bram. Bisa kita bicara sebentar?" tanyanya dengan nada tegas namun tetap sopan.
Lily mempersilakan nyonya Dilla masuk dengan ragu. Mereka duduk di ruang tamu kecil yang terasa sangat sunyi. Lily berusaha menahan kegugupannya, sementara nyonya Dilla menatapnya dengan mata tajam.
"Jadi, Lily," mulai nyonya Dilla, tanpa membuang waktu. "Saya sudah tahu siapa kamu. Kamu istri Xander, teman lama Bram."
"Bagaimana bisa kamu mendekati Bram sementara kamu masih menikah dengan Xander?"
Lily membeku, wajahnya berubah pucat. Ia menelan ludah, berusaha mencari kata-kata untuk menjawab. "Nyonya Dilla, itu tidak seperti yang Anda pikirkan..."
Nyonya Dilla mengangkat tangannya, memotong. "Jangan beri saya alasan. Kamu tidak berpikir untuk memberitahu Bram tentang pernikahanmu dengan Xander? Kamu tidak berpikir itu penting?"
Lily mencoba menenangkan dirinya, mengambil napas dalam-dalam. "Nyonya Dilla, saya dan Xander memang menikah. Tapi saya tidak pernah mencintai orang lain selain Xander. Saya dekat dengan Bram hanya karena saya dan Xander sedang dalam masalah, dan saya butuh teman."
Nyonya Dilla mengernyitkan dahi, tidak percaya. "Tapi kamu tahu Bram mencintaimu. Kamu membiarkan dia jatuh cinta padamu sementara kamu masih terikat pernikahan dengan Xander?"
Lily menggelengkan kepala dengan tegas. "Saya tidak pernah berniat untuk membiarkan Bram jatuh cinta pada saya. Saya selalu setia pada Xander. Saya mencintai Xander, hanya dia seorang. Bram hanya teman bagi saya, tidak lebih."
Nyonya Dilla menghela napas panjang, mencoba menenangkan kemarahannya. "Lily, saya tidak bisa membiarkan ini terus terjadi. Bram berhak tahu kebenaran. Kamu harus jujur padanya dan memberitahunya tentang status pernikahanmu. Jika tidak, saya sendiri yang akan memberitahunya."
Lily menundukkan kepalanya, air mata mulai mengalir di pipinya. "Saya mengerti, Nyonya Dilla. Maaf nyonya tapi Bram tahu jika saya istri Xander!"
Nyonya Dilla berdiri, merasa lega karena telah menyampaikan pesannya.
"Kalau begitu kamu harus jaga jarak. Saya tidak ingin anak saya terjebak dalam situasi yang rumit ini lebih lama lagi."
Setelah pertemuan itu, nyonya Dilla meninggalkan rumah Lily dengan perasaan campur aduk. Ia berharap Lily akan menepati janjinya dan berbicara dengan Bram. Di sisi lain, Lily tentu saja muak jika harus dituduh macam macam oleh orang lain. Sementara itu, nyonya Dilla kembali ke rumah dengan hati yang lebih tenang, merasa telah melakukan yang terbaik untuk melindungi anaknya.
Setelah nyonya Dilla pergi, Lily merasa hatinya sangat kacau. Pikirannya berputar-putar, dipenuhi oleh kata-kata tajam dan peringatan keras yang baru saja ia dengar. Ia tahu ia harus menenangkan diri sebelum berbicara dengan Bram. Tanpa pikir panjang, Lily menuju taman belakang mansion, tempat yang selalu memberinya ketenangan.
Taman belakang mansion adalah tempat yang indah dan tenang, dipenuhi oleh bunga-bunga berwarna-warni dan pohon-pohon yang rindang. Angin sore yang sepoi-sepoi membuat dedaunan berdesir pelan, memberikan suasana yang damai. Lily berjalan pelan di antara deretan bunga mawar yang sedang mekar, mencoba mengatur napasnya yang masih terasa sesak.
Ia menemukan bangku kayu di sudut taman, terlindung oleh pepohonan. Duduk di sana, Lily merasakan berat di pundaknya sedikit berkurang. Ia menutup matanya sejenak, menikmati kedamaian yang jarang ia rasakan belakangan ini. Perlahan, ia mencoba merapikan pikirannya, mencari cara untuk menghadapi situasi yang rumit ini.
"Kenapa semuanya harus seberat ini?" gumamnya pelan pada dirinya sendiri. Ia memikirkan Bram, betapa baik dan pengertian pria itu. Tetapi ia juga memikirkan Xander, suaminya yang masih sangat ia cintai meskipun hubungan mereka sedang dalam masa sulit.
Dengan tangan gemetar, Lily merogoh sakunya dan mengeluarkan ponsel. Ia menatap layar ponselnya, jari-jarinya ragu untuk mengetik pesan kepada Bram. Ia tahu bahwa ini adalah momen yang menentukan, dan ia tidak ingin merusaknya dengan kata-kata yang salah.
Lily mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya. "Rumit sekali hidupku!"
Setelah merasa sedikit lebih tenang, Lily mulai mengetik pesan. Ia menulis dengan hati-hati, memastikan setiap kata mencerminkan perasaannya yang sebenarnya dan situasi yang mereka hadapi. Setelah selesai, ia membaca kembali pesannya beberapa kali sebelum akhirnya mengirimkannya.
"Hei, Bram. Bisakah kita bertemu di taman besok? Ada sesuatu yang sangat penting yang harus aku bicarakan denganmu."
Setelah mengirim pesan itu, Lily merasa sedikit lega. Namun, ia tahu bahwa pertemuan besok tidak akan mudah. Ia harus bersikap tegas pada pria itu agar tak semakin kurang ajar dalam bersikap.
Lily memejamkan matanya lagi, mencoba menikmati sisa sore yang tenang. Ia membiarkan pikirannya melayang, mengenang saat-saat indah bersama Xander. Ia tahu bahwa apapun yang terjadi, ia harus tetap kuat dan jujur pada dirinya sendiri dan orang-orang yang ia cintai.
Langit sore perlahan berubah menjadi warna oranye keemasan, sinar matahari terbenam memantul indah di daun-daun dan bunga-bunga di taman. Lily berdiri dari bangku kayu, merasa sedikit lebih kuat. Ia berjalan kembali ke dalam mansion, membawa tekad baru untuk menghadapi kenyataan dan memperbaiki semuanya. Meskipun berat, Lily tahu bahwa ia harus melakukannya demi kebaikan semua pihak.
"Semangat Lily kamu pasti bisa!" gumamnya pada diri sendiri.
jwbn aq sayang cinta xander
kita akan melewati ini smw
tp lht lah
mading² sndri