NovelToon NovelToon
Cinta Sang RV

Cinta Sang RV

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen Angst
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Marlita Marlita

Sejak Menolong pria bernama Reyvan, nasib Annira berubah

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marlita Marlita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hari Pertama Kerja

Hari pertama Anira bekerja dimulai dari menyapu warung, warung dikenal sebagai warung kopi dan tempat nongkrong anak muda, namun di samping itu juga ada mie instan, dan makanan ringan lainnya yang disukai anak muda.

Tibalah saatnya waktu dimana warung menjadi ramai, rombongan anak motor berdatangan. Anira sangat gentar melihat kedatangan mereka apalagi ada yang menggunakan tato dan terlihat seram, mereka seperti preman tepatnya.

“Hei pesan kopi gak pakai lama, kami ada satu ... dua ... tiga ... enam. Enam kopi yang enak jangan kemanisan.” Salah seorang dari rombongan itu memesan kopi untuk mereka semua.

“Oke.” Anira tidak tahu menjawab apa, gugup iya karena ini pengalaman pertamanya bekerja.

“Hatar, keknya dia baru.” Kata Ares kepada Hatar. Rombongan yang nongkrong adalah rombongan Hatar, Break Coffee sudah menjadi tempat nongkrong mereka dati dulu.

Hatar melirik gadis yang sedang menyeduh kopi sambil menikmati makanan ringan.

“Anak baru,” gumam Hatar sembari memandangi Anira yang sedang sibuk.

“Dek jangan kelamaan.” Waldi protes, ia lah yang paling cerewet.

“Iya bang sabar ya.” Ucap Anira dengan nada selembut mungkin bagaimanapun ia harus ramah kepada pelanggan, itu pesan Tante Ela.

_ “Semoga kopi yang ku seduh enak, amin, amin.” __

Anira sangat kawatir bila kopi buatannya tidak cocok menurut selera pelanggannya.

“Dek, satu porsi mie instan.”

Anira dikejutkan dengan salah satu lelaki yang memesan mie instan disertai tangannya yang menggenggam lengan Anira, ia menatap Anira dengan senyuman menggoda.

“Leon, jangan jadi buaya disini. Harus tepat di tempatnya.” Salah satu lelaki yang tidak lain adalah Hatar menyingkirkan tangan Leon agar melepaskan Anira. Tindakan kurang sopan pelanggannya harus Anira hadapi dengan sabar.

“Gue Cuma pegang tangannya supaya gak keburu pergi, Tar,” ujar Leon membela diri, sementara Anira sudah melangkah pergi, tetapi Leon yang berniat mendekati Anira segera bergerak mengikuti langkah Anira.

_ “Kurang ajar! Andai aku tidak sedang membutuhkan uang, rasanya aku tidak sudi bekerja di sini tahu pelanggannya kek gini.” _

Gerutu Anira dalam hati.

“Hai, siapa namamu?” Leon, lelaki yang baru saja mengganggu Anira datang dengan tujuan yang sama, mengganggu.

“Ya.” Anira tersenyum singkat dan menjawab dengan singkat pula sembari menyiapkan bumbu pelengkap di dalam mangkuk sementara menunggu air mendidih.

“Makin sore bawaannya makin dingin, seperti kamu.” Gombal Leon.

“Hm ...” Anira mengeluarkan tawa dalam deheman menghargai orang asing di hadapannya, sebenarnya ia sangat risi dengan tatapan lekat lelaki itu seperti karet yang menempel ke permukaan.

_ “Sial, andai saja aku boleh bertindak semaunya, akan kuhancurkan mukanya yang menyebalkan.” _

Batin Anira dalam diam ia mengepalkan tangannya.

“Dek, asalnya dari mana. Aku belum pernah melihat cewek cantik sepertimu disini.” Tanya Leon sambil menopang tangannya di atas meja, benar-benar menikmati pemandangan di hadapannya, memandang Anira yang sedang sibuk menyiapkan mi instan pesanannya.

“Dari kampung.”

Anira yang mendengar pertanyaan Leon tidak mungkin mengatakan ia berasal dari kota S, ia malas membahas tentang tempat asal, bisa bahaya jika manusia di hadapannya orang jahat mencari celah.

“Kampung? Meskipun kamu dari kampung penampilanmu tidak sederhana amat.” Jawab Leon.

“Iya, saya sudah belajar style.” Jawab Anira cuek.

“Oh iya namanya siapa?” Leon tidak puas bicara singkat, maunya mengupas sampai tuntas dan berbincang lebih lama. Begitulah caranya memancing perhatian.

“Anira. Oh iya, Anda bisa menunggu di tempat duduk sebentar lagi saya antarkan pesanannya.” Kata Anira dengan sopan mempersilakan Leon duduk.

“Terlalu formal bicaramu.” Desis Leon, tidak sedikitpun kakinya bergeser menaati ucapan Anira.

Anira tidak mau menggubris ucapannya lagi, rasanya sudah cukup melayani orang yang bertele-tele.

“Gue masih cari cara gimana ngerebut wilayah kekuasaan Reyvan. Salah satunya sirkuit angkasa yang luas dan paling bagus.” Ucapan Hatar itu bertepatan dengan kedatangan Anira mengantar pesanan Leon, tidak sengaja mendengar percakapan mereka tetapi malah percakapan tersebut menjadi buah pikirannya, ia menjadi canggung apalagi tadi mendengar nama Reyvan disebut.

“Eits, aku bantuin.” Leon meraih mangkuk dari tangan Anira, sekalian modus membelai sedikit jemari lembut Anira. Untung Leon segera mengambilnya kalau tidak tangan Anira yang sedikit gemetar akibat canggung bisa menjadi masalah.

“Terima kasih.” Anira berlalu pergi dan Hatar melanjutkan bicaranya.

“Menurut kalian apa cara yang tepat?” Hatar membutuhkan pendapat para pengikutnya.

“Lo hebat, kuat lagi. Gue yakin tidak ragu sedikitpun apa pun keputusan yang lo ambil.” Kata Leon.

“Ya, Lo pakai cara yang lo mau, kita tinggal ngikut.” Sambung Waldi.

“Gue ngikut aja. Kalau ikut ide lo kita yakin gak bakal rugi.” Ares juga bersuara demikian sebagai bentuk dukungan untuk meyakinkan Hatar.

“Oke, gimana kalau tantang dia balapan. Gue yakin dia gak bakal nolak, pemilik sirkuit besar harus orang yang jago balapan, kalau gak jago ya sirkuitnya buat yang jago aja biar berguna.” Ujar Hatar di sertai senyuman dan anggukan pengikutnya berdecak kagum.

“Mantap! Gue setuju.” Leon menunjukkan dua jari jempolnya.

Tentu saja Anira yang mendengarnya kaget, baru tahu kalau pelanggannya ini adalah musuh Reyvan. Lelaki yang hidup dikelilingi banyak musuh bagaimana bisa tenang?

_ “Jadi Reyvan juga anak motor? Pastilah kisahnya seperti ini anak motor selalu saja ada bentrokan antar golongan. Tapi ... ah bodo amat, apa urusannya denganku?” _

Batin Anira segera ingin melupakan apa yang di dengarnya dari percakapan para pelanggan, terlalu bego dari tadi memasang kuping, padahal tidak ada gunanya.

“Ternyata lelah juga ya kerja paruh waktu, apalagi nanti masuk sekolah.” Lenguh Anira, kendatipun sedikit mengeluh ia tetap berjalan dibawah sinar terang lampu di trotoar, waktu sudah menunjukkan jam sembilan lewat tiga puluh, ia baru saja pulang kerja.

“BREM”

Suara kendaraan roda dua terdengar mendekatinya, berhenti disisinya. Anira sebenarnya tidak peduli, ia melanjutkan saja perjalanannya.

“Hai, gak baik anak gadis pulang sendiri. Sini aku anterin.”

Anira menoleh mendapati Leon, sebenarnya ia belum tahu nama lelaki itu tetapi ia ingat dialah lelaki yang mencoba mendekatinya tadi.

“Ayolah naik, tidak baik malam-malam jalan sendiri, aku kawatir nih.” Leon berkata lagi tidak menyerah meskipun ucapannya tak di gubris sedikitpun oleh Anira.

\_ “Gue udah terbiasa kali jalan sendiri, lo aja yang modus pengen anterin. Ogah!” \_\_

Batin Anira tidak betah, jujur ia tidak suka di ganggu tipe cowok seperti Leon, gombalnya terlalu bangak.

“Dek ayolah abang sudah siap sedia anterin, jangan tolak dan buat hatiku hancur.” Ucap Leon lagi mengimbangi langkah kaki Anira dengan mengendara pelan.

“Terima kasih atas tawaran Anda, tapi saya sudah terbiasa jalan sendiri.”

Anira menolak dengan gaya formal.

“Bisakah aku menemanimu, aku menyukaimu jadi ada perasaan kawatir melihatmu berjalan sendiri.” Leon tidak berhenti juga ia akan kejar sampai dapat perempuan yang di inginkannya.

“Tidak perlu, saya tidak suka anda mengganggu saya.” Segera Anira berlari memecah keheningan dengan derap kakinya meninggalkan lelaki modus yang terus mengganggunya.

“Kurang ajar, dia menolakku.” Sisi berang Leon muncul, ia lelaki yang tadinya sok lebai dengan kata-kata gombal dan sikap modus sekarang menjadi ganas atas respons dari Anira yang mematahkan hatinya. Segera ia melajukan kendaraannya bermaksud untuk terus mengejar Anira.

1
Tiwi
Kecewa
Tiwi
Buruk
CatLiee: nasibnya Annira atau authornya nih, hehe
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!