Safira Maharani hanyalah gadis biasa, tetapi nasib baik membawanya hingga dirinya bisa bekerja di perusahaan ternama dan menjabat sebagai sekretaris pribadi CEO.
Suatu hari Bastian Arya Winata, sang CEO hendak melangsungkan pernikahan, tetapi mempelai wanita menghilang, lalu meminta Safira sebagai pengantin pengganti untuknya.
Namun keputusan Bastian mendapat penolakan keras dari sang ibunda, tetapi Bastian tidak peduli dan tetap pada keputusannya.
"Dengar ya, wanita kampung dan miskin! Saya tidak akan pernah merestuimu menjadi menantu saya, sampai kapanpun! Kamu itu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI, dan kamu tidak akan pernah menjadi ratu di istana putra saya Bastian. Saya pastikan kamu tidak akan merasakan kebahagiaan!" Nyonya Hanum berbisik sambil tersenyum sinis.
Bagaimana kisah selanjutnya, apakah Bastian dan Safira akan hidup bahagia? Bagaimana jika sang pengantin yang sebenarnya datang dan mengambil haknya kembali?
Ikuti kisahnya hanya di sini...!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
...***...
Tiga hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Safira diperbolehkan pulang, tetapi masih tetap harus istirahat total, dan tidak boleh mengerjakan pekerjaan berat maupun stress. Dan Bastian tidak membawa Safira pulang ke mansion, melainkan langsung ke apartemennya demi menjaga keberlangsungan hidup yang aman, damai, dan sentosa.
Bastian memilih untuk mengantisipasi agar kejadian yang pernah Safira alami tidak terulang kembali. Bastian tidak mau kecolongan lagi, oleh sebab itu dia benar-benar ingin menjaga Safira. Dia bahkan rela menjadi pengangguran demi menemani sang istri agar tidak kesepian.
"Sayang, ayo makan buburnya!" Bastian membawakan semangkok bubur ayam, ke hadapan Safira.
Pagi-pagi selepas sholat subuh, disela-sela mabok memuntahkan isi perutnya, Bastian mencoba membuatkan bubur ayam untuk Safira sarapan, dengan berbekal buku resep masakan yang ia beli dadakan pada pedagang kaki lima, yang ia jumpai di pinggir jalan.
(Ini setting latar tahun sembilan puluhan, ya gaes. Jadi, belum seperti sekarang yang segalanya serba mudah tinggal tanya mbah google)
Safira tersenyum hangat, dia merasa terharu dan bersyukur dicintai oleh Bastian sedemikian rupa. "Bolehkah aku egois, ya Allah. Bisakah Tuan Bastian menjadi milikku seorang?" tanyanya dalam hati.
Netranya berkaca-kaca, tetapi dia berusaha untuk menahannya. "Biar saya makan sendiri, Tuan."
"Tidak...! Selama ini kamu sudah melayaniku, sekarang ijinkan suamimu ini yang melayanimu. Jadi menurut lah padaku...oke!"
Lagi-lagi Safira tersenyum dan mengangguk pasrah, ia menikmati perlakuan dari Bastian yang sangat memanjakannya.
"Bagaimana rasanya? Apakah enak?" tanya Bastian ketika satu suap bubur ayam masuk ke dalam mulut Safira.
"Heemmm... enak! Semua takaran bumbunya pas." Safira mengangkat kedua jempol tangannya dengan antusias.
"Kalau begitu istriku yang cantik ini, harus menghabiskannya, supaya bayi kita tumbuh sehat di dalam sana, heemmm!" Tangan Bastian terulur dan mengelus perut Safira dengan lembut.
Sesuap demi suap bubur yang ada di dalam mangkok, telah berpindah ke dalam perut Safira.
"Anak pintar." Bastian mengacak rambut Safira dengan gemas, seolah istrinya adalah anak kecil.
Dia lalu memberikan hadiah kecupan di bibir ranum itu, dengan lembut. Awalnya hanya menempel sampai akhirnya ia melumatnya perlahan tanpa menuntut. Karena dia tahu Safira butuh istirahat total agar kesehatannya cepat pulih.
"Sekarang giliran Anda yang makan, Tuan. Anda harus memaksakan untuk makan, agar tubuh Anda tetap terjaga nutrisinya. Jangan sampai ikutan sakit, nanti siapa yang akan menjaga dan melindungi saya, kalau Anda sakit?"
Kata-kata Safira sukses memantik semangat Bastian untuk menyantap sarapannya, meski mulutnya terasa pahit. Akan tetapi, demi sang istri tercinta dia memaksakan dirinya untuk makan agar tetap sehat dan kuat.
Dia membenarkan ucapan Safira, kalau dia sakit lalu bagaimana dengan Safira dan bayi mereka?
"Tidak-tidak, aku tidak boleh lemah. Sudah sewajarnya jika dia hamil dan aku yang mengalami ngidam. Tidak masalah, itu artinya anakku nanti akan memiliki ikatan yang kuat denganku."
Bastian sudah mengerti tentang sindrom kehamilan simpatik dari majalah ibu dan anak, yang ia baca. Dia juga membaca buku-buku tentang kehamilan dan bagaimana menghadapi mood ibu hamil yang berubah-ubah, dan bagaimana cara mengatasinya. Pendek kata Bastian benar-benar ingin menjadi sosok suami siaga yang bisa Safira andalkan.
(Uuummm...so sweet sekali sih 🤧)
***
Di lain tempat.
Nyonya Hanum tampak mendatangi sebuah mall ternama di ibukota. Hari ini adalah jadwal rutin beliau mengunjungi salon kecantikan langganannya.
Setibanya di salon, Nyonya Hanum disambut oleh seorang pegawai salon dengan ramah. Kemudian beliau dibimbing oleh pegawai tersebut, memasuki salah satu ruangan untuk melakukan perawatan dari wajah hingga seluruh badan.
"Kulit Anda masih sangat halus dan tampak segar, Nyonya," puji seorang terapis kecantikan di salon tersebut.
"Tentu, karena saya selalu rajin melakukan perawatan. Saya tidak mau sampai kulit saya kusam dan keriput," sahut Nyonya Hanum dengan bangga.
Sang terapis pun tersenyum mendengar jawaban Nyonya Hanum. Sepertinya dia sedikit paham bagaimana perangai pelanggannya. Karena dirinya telah bertemu banyak pelanggan dengan berbagai karakter.
"Oh ya, apa kamu tahu, bagaimana caranya agar mendapatkan anak laki-laki?"
"Maksud, Nyonya?"
"Istri dari anak saya sedang hamil, dan saya menginginkan cucu laki-laki sebagai pewaris keluarga kami. Apa kamu mengerti yang aku maksudkan?'
"Emmm... Kalau tidak salah, ada beberapa jenis buah dan juga sayuran yang sebaiknya dikonsumsi dan lebih baik jangan, Nyonya. Termasuk ikan dan daging. Terus yang perlu diperhatikan posisi saat berhubungan suami istri juga sangat penting."
Lebih lanjut terapis itu pun, lalu menjelaskan beberapa hal kepada Nyonya Hanum, sambil melakukan pekerjaannya. Mereka terus mengobrol membahas tentang banyak hal tentang sesuatu yang berhubungan dengan proses kehamilan.
"Wah, Anda ternyata seorang ibu mertua yang bijak ya, Nyonya! Pasti menantu Anda sangat bahagia memiliki ibu mertua yang penuh perhatian seperti Anda." Pujian sekali lagi sang terapis lontarkan untuk Nyonya Hanum.
Dipuji sedemikian rupa, Nyonya Hanum tentu saja merasa tersanjung, meski kenyataannya sungguh berbanding terbalik. Nyonya Hanum tersenyum tipis, sambil merotasi bola matanya malas.
"Iya, aku memang akan berperan sebagai mertua yang baik, asalkan Farah yang menjadi menantuku. Bukan perempuan kampung yang miskin itu. Sampai kapanpun tak sudi aku menganggapnya sebagai menantu...tidak akan!"
Sayangnya kata-kata itu hanya Nyonya Hanum ucapkan dalam hati saja. Sehingga terapis tersebut tak mendengarnya. Seandainya bisa mendengar tentu dia akan menarik kembali kata-kata pujiannya terhadap Nyonya Hanum.
Dua jam berlalu dan kini Nyonya Hanum telah selesai dengan perawatannya. Kemudian beliau keluar dari salon dan memutuskan untuk pulang ke mansion. Tak lupa sebelum keluar dari ruangan perawatan, Nyonya Hanum memberikan tips kepada terapis, karena telah membuat moodnya terasa membaik, serta membagikan informasi yang sangat berguna untuknya.
Di dalam mobil Nyonya Hanum tersenyum samar, sambil menatap ke arah jalanan lewat kaca jendela. Di dalam benaknya telah tersusun sebuah rencana.
"Kali ini pasti berhasil. Aku bisa menyingkirkan perempuan kampung yang miskin itu tanpa harus bersusah-payah. Kamu benar-benar cerdas, Hanum!"
***
Kira-kira apa ya rencana Nyonya Hanum? Semoga bukan sesuatu hal yang fatal ya pembaca...🤗
Tetap stay tune ya...
Bersambung
𝚕𝚊𝚗𝚓𝚞𝚝 thur
terus Abian itu suami adzana kan?