(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!)
Demi mendapatkan uang untuk mengobati anak angkatnya, ia rela terjun ke dunia malam yang penuh dosa.
Tak disangka, takdir mempertemukannya dengan Wiratama Abimanyu, seorang pria yang kemudian menjeratnya ke dalam pernikahan untuk balas dendam, akibat sebuah kesalahpahaman.
Follow IG author : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dosakah jika mencintai Secara Berlebihan?
Langkah Wira meragu menuju sebuah lemari pakaian. Rasanya tidak sanggup jika harus menerima kenyataan bahwa Via telah pergi dari rumah dan membawa Lyla bersamanya. Tangannya gemetar memegang pintu lemari itu. Ia berusaha menguatkan hatinya yang rapuh dan memberanikan diri menghadapi kenyataan pahit itu.
Pelan-pelan, ia membuka pintu lemari itu. Dan, alangkah leganya hati Wira, melihat pakaian Via dan Lyla masih utuh tersusun rapi di dalam lemari. Ia menarik napas lega. Seluruh kegundahan yang dirasakannya lenyap entah kemana.
Sesuatu menarik perhatian Laki-laki itu. Mana kala pandangannya menangkap sebuah buku kecil yang terselip di bawah lipatan pakaian.
Ia meraih benda itu, mengusap sampulnya dimana tertulis nama Alviana Andini. Ia tersenyum tipis, Via seorang wanita lemah lembut yang menjadi istrinya, membuat hatinya menghangat.
Wira menjatuhkan tubuhnya di atas kasur lusuh, tempat Via dan Lyla tidur selama ini. Rasanya bagai disayat ribuan pisau, Wira tak kuasa membendung air matanya. Lelaki pantang menangis, namun patah hati yang dialami Wira kali ini, lebih menyakitinya dari pengkhianatan Shera.
Ia mengusap permukaan kasur dengan telapak tangannya. Setiap inchi dari sentuhannya menorehkan luka. Betapa ia sangat menyesal, telah membuat dua orang yang seharusnya ia kasihi, tidur di atas kasur yang tidak layak pakai, sementara dirinya, setiap malam tidur di pembaringan yang empuk dan nyaman.
Maafkan aku, Via ... hanya itu yang dapat terucap dalam batinnya.
Perhatiannya kembali tertuju pada buku di tangannya. Penasaran, Wira membuka buku bersampul warna biru itu. Baru saja di lembar pertama, ia sudah kembali menjatuhkan air matanya ketika mendapati foto Lyla yang berada di antara anak-anak penderita kanker. Senyum penuh semangat Lyla dengan wajahnya yang pucat seolah bagai hantaman untuknya.
"Anakku ..." gumamnya berderai air mata, lalu memeluk buku itu. "Lyla ... Maafkan ayah, Nak!"
Wira mengusap foto itu dengan jari, lalu membuka lembar ke dua. Ada tulisan tangan Via di sana. Wira pun membaca kata demi kata yang tertulis di buku itu.
__________________________________
Tuhan ...
Hari ini, ku pasrahkan takdirku padamu.
Untuk kesekian kalinya Kau tunjukkan kuasa-Mu
dengan memberiku pertolongan.
Aku ingin mengadu ...
Bukan mengeluh,
Tuhan,
Adakah ampunan bagiku?
Dosakah jika hari ini aku merasa telah mencintai manusia secara berlebihan
Seseorang pernah mengajarkanku agar tidak
mencintai manusia di luar batas.
Karena cinta yang sesungguhnya hanya dapat dipersembahkan bagi Sang Pencipta.
Itu benar adanya.
Tapi, hari ini aku telah merasa mencintai secara berlebih.
Anakku Lyla, dengan semangatnya yang menyala
berjuang sekali lagi untuk hidup.
Mungkin dia tidak terlahir dari rahimku.
Tapi aku mencintainya lebih dari apapun di dunia.
Aku sadar, dia hanyalah titipan
Dan Tuhan memiliki kuasa untuk mengambilnya kapanpun dariku.
Aku egois...
Demi Lyla kecilku, aku melupakan batasku sebagai seorang manusia yang harus berpasrah pada yang kuasa.
Aku hanyalah seorang ibu yang tidak sanggup
melihat anaknya terbelenggu oleh kesakitan.
Dan karena nya aku gelap mata
dan menjerumuskan diriku ke dalam dunia hitam.
Dunia penuh dosa yang mungkin akan membuatku ternoda.
Keserakahan ku untuk memiliki Lyla
membuatku kehilangan rasa syukur ku.
Padahal, dunia hanyalah tempat persinggahan.
Dan apapun isinya, hanyalah merupakan ujian.
Ampunilah aku, Tuhan...
_________________________
Setiap kata yang tertulis bagaikan sayatan bagi Wira. Betapa Via sangat mencintai Lyla Dengan sepenuh hati. Bahkan Shera, yang merupakan ibu kandung Lyla tidak memiliki kasih sayang yang sempurna seperti Via.
Wira mengusap air matanya, lalu melangkah keluar dari ruangan itu. Di depan sana, Bima masih setia menunggunya.
"Bagaimana?" tanya Bima langsung berdiri dari duduknya begitu melihat Wira mendekat. Laki-laki itu dapat melihat kedua mata Wira yang masih basah.
"Pakaian mereka masih ada di lemari," jawab Wira, membuat Bima bernapas lega. "tapi mereka kemana? Via tidak pernah pergi dari rumah tanpa meminta izinku."
Bima tampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya menemukan sebuah ide. "Coba kita periksa rekaman CCTV. Mungkin ada petunjuk dari sana."
Dengan segera, kedua orang itu menuju sebuah ruangan tidak jauh dari ruang tamu untuk melihat rekaman CCTV di rumah itu. Bima cepat-cepat memeriksa hasil rekaman dari berbagai sudut.
Di layar monitor terlihat Via sedang mondar-mandir menggendong Lyla. Sepertinya sedang berusaha menidurkannya.
"Ini rekaman tadi pagi. Apa Lyla sedang sakit? Coba lihat, Via terus menggendongnya. Sepertinya dia sedang rewel," ucap Bima. Ia mempercepat rekaman dan memperhatikan dari berbagai sudut.
Hingga rekaman itu menunjukkan Via sedang membuka pintu depan, dimana ayah Wira ada di ambang pintu.
"Bukankah itu ayah?" ucap Wira.
"Iya, benar."
Mereka terus mengamati layar monitor, hingga terlihat saat dimana ayah menggendong Lyla dengan terburu-buru keluar dari rumah itu.
Bima dan Wira saling menatap bingung. Sesaat kemudian, Wira mencoba menghubungi nomor telepon sang ayah, namun tidak tersambung. Wira melirik arah jarum pendek di pergelangan tangannya. Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam.
"Ayo kita ke rumah ayahmu saja. Mungkin dia membawa Via dan Lyla ke rumahnya."
*****
Hanya butuh waktu perjalanan dua puluh menit, mereka telah tiba di sebuah rumah mewah dengan banyak penjaga. Wira mempercepat langkahnya memasuki rumah itu bersama Bima. Kedatangannya pun disambut oleh Bibi Arum.
Wira mengedarkan pandangannya. Di ruang tamu, terlihat Surya sedang duduk sembari menikmati secangkir kopi. Keberadaan pria bertubuh tinggi itu meyakinkan Wira jika sang ayah sedang ada di rumah. Sebab Surya akan ada kemana pun tuannya pergi. Ia melirik Bima dan Wira yang masih berdiri di ambang pintu. Namun, pria itu tidak bergeming, tidak pula menunjukkan senyum. Sangat datar seperti biasanya.
"Bibi, ayah dimana?" Tanpa basa-basi Wira langsung bertanya pada wanita paruh baya itu.
"Tuan ada di kamar bawah. Baru saja pulang. Apa Den Wira mau saya panggilkan?" tanya Bibi Arum.
"Tidak usah, Bibi. Biar aku saja yang ke sana."
Wira akan melangkah menuju kamar, bersamaan dengan sang ayah yang juga baru keluar dari sana. Pria paruh baya itu terlihat terkejut menyadari keberadaan Wira di rumah itu. Namun kemudian raut wajahnya terlihat menggeram. Ia menatap Wira dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tatapan yang sangat tidak bersahabat.
"Kau ingat pulang? Ada apa?" tanya ayah datar. Menyadari gelagat tuannya, Surya segera berdiri dari duduknya, namun tetap mengawasi dari jarak aman.
Wira segera mendekat hingga posisinya tepat berada di hadapan sang ayah. Ada perasaan bersalah sekaligus rasa malu. Dugaan tak mendasar yang membuatnya menuduh sang ayah berselingkuh dengan Via bagaikan sebuah pukulan telak baginya. Ia menunduk, tanpa berani menatap mata ayahnya.
"Ayah, aku kemari untuk menanyakan sesuatu pada Ayah," ucap Wira ragu-ragu.
Bukannya segera menjawab, pria paruh baya itu malah menatap tajam pada Wira.
PLAK!
Satu tamparan keras mendarat mulus di wajah Wira.
****
Sukurinnn Wira Sableng!!!!