Secret With Bad Boy

Di lapangan basket saat ini Kala berada. Kegiatan yang sudah sangat lama tidak ia lakukan, yaitu bermain basket. Lawannya kali ini adalah Riko.

Di tangannya, Kala mendrible bola dan bergerak untuk menghindari serangan Riko. Ia bergerak dengan lincah melewati garis pertahanan Riko. Riko sempat menghadangnya, berusaha merebut bola yang ada di tangan Kala. Tapi Kala terlalu lincah dan gerakannya tidak terduga hingga Riko sulit merebut bola bundar itu dari tangan Kala.

Saat ini, mereka berdiri saling membungkuk, berhadapan dengan tatapan waspada satu sama lain. Saling mencari peluang untuk mengalahkan lawannya.

“Gue kasih sepuluh point kalau lo bisa menangin tantangan gue,” tantang Riko yang menyeringai sarkas.

Ini seperti dejavu dimana dulu merekapun sering bermain basket dan bertaruh untuk mengungguli satu sama lain.

“Apa hadiahnya kalau point gue bisa penuh hari ini?” Kala balas menantang.

“Lo boleh ambil PS gue.”

Kala tersenyum lebar mendengar jawaban Riko. Tentu saja ia begitu bersemangat untuk mendapatkan point agar bisa menagih janji yang Riko sebutkan. Ia semakin fokus bersamaan dengan keringat yang semakin bercucuran membasahi wajah, rambut dan sekujur tubuhnya.

Dalam satu gerakan, Kala memutar tubuhnya, membelakangi Riko dan ring basket, lantas berdiri tegak. Ia memejamkan matanya beberapa saat, memperkirakan jarak yang mungkin antara ia dengan ring.

Tantangan Riko adalah memasukkan bola baskes ke dalam ring dengan posisi membelakangi ring. Dan kali ini, Kala mengambil tantangan itu.

Kala menghela nafasnya dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia berusaha merasakan darah yang mengalir di dalam tubuhnya juga detak jantungnya yang ia coba buat tenang. Dalam pikirannya, ia membayangkan ring basket ada di hadapannya dengan jarak yang cukup untuk ia jangkau.

Setelah merasa yakin, Kala melempar bolanya ke belakang. Bola melambung tinggi hingga membuat Riko menengadahkan kepalanya. Bola itu jatuh melengkung mengikuti gravitasi dan dalam hitungan detik,

“WOHOWWW!!!!” Riko bersorak seraya melonjak. Bola basket yang di lempar Kala benar-benar masuk ke dalam ring.

Kala segera membuka matanya dan berbalik, benar saja, bola masih memantul-mantul di lapangan setelah menerobos lubang ring.

“GILAKK!!! Lo keren anjirr!!!” seru Riko seraya berhambur memeluk Kala. Ia merangkul Kala dengan gemas juga menepuk-nepuk wajah Kala dengan kedua tangannya hingga membuat Kala tertawa dengan lebar.

Tunggu, apa mereka sedekat ini?

Ya, mereka sangat dekat.

Dulu, Kala, Riko dan Demian adalah teman satu genk sebelum prahara negara api menyerang keluarga Kala dan Demian. Kemana-mana mereka selalu bertiga, kompak melakukan hal apapun dan ketiganya terlihat selalu bersama. Tapi kemudian mereka memutuskan untuk mengambil jalan masing-masing, memutus kedekatan satu sama lain karena merasa pertemanan mereka tidak bisa lagi diteruskan.

Riko mengenal Kala dengan baik. Ia mengetahui setiap masalah sahabatnya. Ia pun tahu kapan ia harus mendekat dan kapan harus menjauh dari mantan ketua genknya. Dalam satu tahun ini, ia memutuskan untuk menjauh seperti yang pernah Kala minta.

Alasannya adalah karena Kala selalu merasa kalau Riko berada di pihak Demian. Sikap Riko yang netral, tetap berusaha mendekatkan kembali kedua sahabatnya ternyata malah membuat Kala menganggap kalau Riko berada di pihak Demian. Mungkin karena Kala merasa menjadi orang yang paling dikhianati oleh sahabatnya sendiri. Sehingga apapun yang Demian lakukan terlihat begitu menyebalkan bagi Kala.

Kedekatan mereka tanpa sengaja kembali terjalin saat tanpa sengaja Riko mengetahui kalau Kala berada di ruang UKS tepat di hari Kinanti di perlakukan kasar oleh Frea dan teman-temannya. Mereka hanya terhalang oleh tirai pemisah bed pasien. Kala menguping semua pembicaraan Riko dengan Kinanti termasuk ancaman sang ayah yang akan memindahkan Kinanti kalau tahu Kinanti di buly di sekolahnya.

“Lo temenan sama anak baru itu?” tanya Kala, setelah Kinanti pergi.

“Kenapa? Lo mau ganggu dia?” Riko langsung menimpali dan waspada.

Kala hanya tersenyum kelu. “Lo selalu nganggap gue seburuk itu.” Kala dengan raut wajahnya yang selalu terlihat kecewa setiap kali berbicara dengan Riko.

“Tentu, karena lo sendiri yang memposisikan diri untuk terlihat seburuk itu. Lo bertingkah seperti ini sebenernya buat ngehukum bokap lo apa diri lo sendiri?” tanya Riko tanpa ragu.

"Diam lo, pengkhianat!"

Bukannya jawaban yang di terima Riko melainkan sebuah dorongan kasar yang dilakukan Kala hingga tubuh Riko membentur dinding.

Laki-laki bertubuh jangkung itu mencengkram kerah baju Riko dengan erat dan senyumnya yang tampak menyeringai, sangat menakutkan. Jangan tanyakan soal tatapannya yang tajam dan dingin, itu sungguh mengintimidasi.

“Lo butuh bantuan seseorang tapi lo bertingkah sok jagoan. Gua gak takut sama lo Kal,” tantang Riko dengan berani. Ia sudah malas melihat tingkah Kala yang seenaknya dan sekarang malah berniat mengganggu Kinanti dengan melakukan hal-hal aneh seperti memberinya coklat.

“Lo boleh bersikap berandal tapi jangan mempermainkan perempuan. Ingat, yang lagi lo jaga pun seorang perempuan, yaitu nyokap lo!” tegas Riko.

Mata Kala sempat menyalak beberapa saat tapi kemudian ia seperti tersadar. Ia memang sangat benci saat Kinanti bersikap seolah merendahkannya dengan membayar makanan yang dibelinya. Saat itu ia sangat malu dan kelaparan di waktu yang bersamaan.

Di tambah dengan adanya perhatian lebih yang diberikan Demian pada Kinanti, membuat Kala penasaran ingin mengusik ketenangan Demian. Ia ingin merusak setiap hal menyenangkan yang dilakukan Demian. Bukankah itu membuatnya puas?

“Dan lo tau apa penyebab saat ini Kinanti ada di UKS? Itu gara-gara lo! Gara-gara coklat lo!” ucapan Riko seperti tamparan tiba-tiba di wajahnya.

“Dia gak salah apa-apa tapi lo bikin dia kena masalah. Kalau sasaran lo ngelakuin itu semua karena pengen ngusik Demian, jangan bertingkah kayak pengecut yang melibatkan perempuan dalam permainan lo. Gue tau, lo gak sebanci itu.”

Riko berbicara dengan tegas, ia juga mengibaskan tangan Kala yang menggenggam kerah bajunya.

Tangan kala sudah mengepal tapi ia tidak pernah berani mendaratkannya di wajah Riko karena sadar ucapan sahabatnya benar.

“Kalau lo mau ngalahin Demian, tunjukkin kalau lo lebih mampu dari dia bukan malah bertingkah sebagai pecundang. Gue rasa, daripada lo gangguin Kinanti karena pengen ngusik Demian, mending lo minta tolong sama dia. Supaya hidup lo yang brengsek ini gak hancur-hancur amat.”

Kalimat Riko terdengar seperti ledekan menyakitkan terlebih saat di tambah dengan seringai sarkasnya.

Saat itulah Kala seperti berpikir ulang tentang rencananya untuk menggangu Kinanti. Ia melihat dengan jelas kalau Demian menatap Kinanti dengan cara berbeda, ia sangat yakin kalau Demian menaruh perasaan pada Kinanti, paling tidak rasa kagum.

Tapi sepertinya, seorang yang suka memamerkan pencapaiannya seperti Demian, akan lebih mudah dijatuhkan saat pencapaiannya yang dipatahkan. Maka tidak ada salahnya jika ia berusaha kembali memposisikan dirinya menjadi saingan Demian.

****