Sikap anak dan suami yang begitu tak acuh padanya membuat Aliyah menelan pahit getir segalanya seorang diri. Anak pertamanya seorang yang keras kepala dan pembangkang. Sedangkan suaminya, masa bodoh dan selalu protes dengan Aliyah yang tak pernah sempat mengurus dirinya sendiri karena terlalu fokus pada rumah tangga dan ketiga anaknya. Hingga suatu hari, kenyataan menampar mereka di detik-detik terakhir.
Akankah penyesalan anak dan suami itu dapat mengembalikan segalanya yang telah terlewatkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PAS 12
"Pak, buka gerbangnya! Buruan, nanti aku terlambat," pekik Nana yang sudah tiba di depan gerbang sekolahnya.
Pak Satpam yang sedang berjaga pun segera menghampiri Nana. Lalu ia melirik jam di pergelangan tangannya, sudah menunjukkan hampir pukul 8, artinya Nana sudah benar-benar terlambat. Jadi sesuai peraturan, siswa yang terlambat di larang masuk dan mengikuti pelajaran seperti biasanya.
"Maaf dek, tapi adek sudah benar-benar terlambat. Jadi sesuatu peraturan, bapak tidak boleh membukakan pintu gerbang," ujar pak Satpam itu.
"Tapi pak, aku tuh salah satu peserta lomba paduan suara. Aku pasti sudah ditunggu-tunggu kedatangannya. Ayo pak, buruan," pekik Nana lagi mengguncang-goncang pagar gerbang sekolah.
Pak Satpam menggeleng, "kamu salah. Kamu liat sekarang sudah jam berapa, teman-teman dan para guru yang mendampingi peserta lomba paduan suara sudah berangkat hampir 20 menit yang lalu. Salah sendiri kenapa kamu datangnya terlambat," ujar pak Satpam itu.
"Apa? Sudah berangkat? Nggak mungkin. Pasti bapak bohong kan?" pekik Nana lagi tak percaya kalau ia telah ditinggalkan begitu saja oleh teman-teman dan gurunya. Lalu ia melihat wali kelasnya lewat. Ia pun berteriak kencang memanggil sang guru. "Bu Aileena, Bu Aileena," jerit Nana membuat guru itu menoleh. Ia mengerutkan keningnya kemudian segera menghampiri Nana.
"Lho, Nana, kok kamu ada di sini? Bukannya kamu salah satu peserta lomba paduan suara?" tanya Bu Aileena, wali kelas Nana.
"Iya Bu, tapi kata pak satpam rombongan paduan suara sudah berangkat, apa benar, Bu?" tanya Nana.
"Emang benar. Makanya ibu heran kok kamu masih di sini?"
"Yah, bagaimana ini, Bu? Ini gara-gara ibu saya, Bu. Ibu Nana nggak bangunin Nana jadi Nana kesiangan," ujar Nana bersungut-sungut, masih saja menyalahkan ibunya.
"Lho kok malah nyalahin ibu kamu? Kamu itu sudah besar, Nana. Sudah seharusnya kamu bangun sendiri. Belajarlah disiplin waktu. Jangan apa-apa ibu, ini ibu, itu ibu, semuanya ibu. Terlambat pun jadi salahnya ibu. Kalau kamu bisa mengatur waktu dengan baik, kamu nggak mungkin akan kesiangan kayak gini. Yang perlu ibu kamu urus itu bukan cuma kamu sendiri, tapi banyak. Justru anak seumuran kamu ini seharusnya sudah bisa membantu meringankan pekerjaan ibumu, bukannya malah nambah-nambahin pekerjaannya," nasihat Bu Aileena lembut berharap anak didiknya itu bisa belajar disiplin waktu dan menghargai ibunya.
"Ibu kok malah salahin Nana sih? Kan memang ibu saya yang salah. Nana kan masih anak-anak, jadi wajar kalau masih minta bangunin ibunya. Lagian juga, memang kewajiban seorang ibu mengurus anak-anaknya. Nana itu masih sekolah. Pulang sekolah itu capek, masa' masih harus bantuin ibu di rumah sih? Lagipula ibu Nana itu kan hanya ibu rumah tangga. Kata ayah, ibu itu nggak bekerja jadi wajar kalau dia melakukan pekerjaan rumah seorang diri. Tugas seorang anak kan hanya belajar, makan, tidur, itu aja. Untuk apa ada ibu, kalau anak-anak pun disuruh ngerjain ini itu," jawab Nana sesuka hati. Aileena sampai terperangah, tak percaya kalau anak didiknya yang terkenal dengan kecerdasannya itu memiliki pikiran seperti ini.
"Astaghfirullah, Nana. Padahal kamu ini anak cerdas, tapi kenapa pola pikir kamu seperti ini sih? Na, sebagai seorang anak sudah kewajibannya kamu membantu orang tua. Apalagi usia kamu sudah memasuki remaja. Peserta lomba sudah pergi semua, jadi lebih baik kamu pulang. Jangan keluyuran. Ubah pola pikir kamu itu. Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari," ujar Aileena. Aileena sampai menghela nafas panjang. Diusapnya dadanya yang bergemuruh. Ada rasa jengkel mendengar penuturan Nana tadi. Tapi tidaklah bijak bila ia memarahinya. Ia hanya bisa memberikan sedikit nasihat berharap Nana bisa sedikit mengubah pola pikirnya dan menghargai ibunya di rumah.
Dengan kesal, Nana pun segera pergi dari sana. Mau masuk ke dalam kelas pun percuma karena memang tidak bisa. Ingin pulang pun rasanya malas. Pasti ibunya akan mengomel atau kalau tidak adik-adiknya akan ribut terus. Entah itu bertengkar ataupun menangis. Nana bingung harus kemana. Mau ke rumah teman, tapi ini kan masih jam sekolah. Seketika sorot mata Nana berbinar cerah.
"Aha, aku tahu harus kemana," serunya dengan ceria. Lalu ia mengeluarkan ponselnya dan memesan ojek online untuk mengantarkannya ke alamat sebuah rumah yang akhir-akhir ini sering ia datangi.
Sementara itu, di tempat lain, tampak Amar masuk ke kantornya dengan wajah masam. Ia sudah benar-benar terlambat. Padahal ia terkenal sebagai karyawan yang disiplin. Pekerjaannya pun selalu bagus dan rapi. Karena itulah, ia bisa naik jabatan lebih cepat dari karyawan lainnya.
Tapi kali ini, absensinya akan benar-benar tercoreng karena ulah Aliyah. Ya, lagi-lagi Aliyah yang Amar salahkan. Sama seperti Nana. Sepertinya Nana memang copy paste dari sifat dan sikap Amar.
"Kenapa wajah loe, masam?" selidik Budi yang ternyata telah datang lebih awal.
Belum sempat menjawab, tiba-tiba rejan kerjanya yang lain menghampirinya.
"Amar, loe kok masih di sini sih? Rapat aja udah mulai dari 15 menit yang lalu. Loe udah ditungguin dari tadi malah asik ngobrol di sini," sela rekan kerjanya yang kubikelnya tak jauh dari posisinya.
Mata Amar terbelalak, "apa? Rapat?" beo Amar dengan mata membulat. Amar menepuk dahinya keras. Karena ulah Aliyah, ia sampai lupa kalau pagi ini ada rapat dengan seluruh kepala divisi yang akan dipimpin langsung oleh direktur operasional perusahaan.
Ya, lagi-lagi Aliyah yang disalahkan. 😑
Dengan cepat, Amar mencari berkas untuk bahan rapat. Matanya lagi-lagi membulat. Karena sakit, ia belum menyelesaikan laporan divisinya. Jantungnya sudah kebat-kebit karena khawatir. Reputasinya bisa benar-benar hancur karena masalah ini.
'Ini semua karena ulah Aliyah. Kalau aku tadi tiba tepat waktu, aku pasti akan sempat menyiapkan berkas-berkas rapat. Dasar istri bodoh.'
Dan untuk kesekian kalinya, Aliyah lagi yang disalahkan.
...***...
Kini Amar sudah berada di ruangan direktur operasional perusahaan. Dengan wajah tertunduk, Amar berdiri di depan meja sang direktur.
"Duduk!" titah atasan Amar dingin.
Dengan patuh, Amar pun segera menarik kursi dan duduk menghadap sang direktur.
"Ada apa ini? Tidak pernah-pernah sebelumnya pak Amar bekerja tidak profesional seperti ini. Sudah datang terlambat, belum menyiapkan laporan divisi," tukas sang direktur operasional sambil bertopang dagu.
"Maaf, pak. Kemarin saya sakit. Karena semalaman susah tidur, saya jadi bangun kesiangan," dusta Amar. Padahal ia semalam tidur nyenyak. Sambil memeluk bantal Aliyah tentunya.
Atasannya pun mendengkus.
"Baiklah, karena ini untuk pertama kalinya pak Amar melakukan kesalahan jadi saya maafkan. Tapi bila lain kali terulang lagi, maka sesuai peraturan, Akan dikenakan SP. Apa Anda mengerti?" tegas sang atasan.
Amar mengangguk pasrah, "mengerti, Pak. Terima kasih atas toleransinya," ucap Amar.
"Ya sudah, kalau begitu silahkan keluar. Tapi laporan tetap saya tunggu. Karena siang ini saya akan keluar, jadi saya harap, besok pagi laporannya sudah ada di atas meja saya."
"Baik, Pak. Kalau begitu, saya permisi."
Amar keluar dari ruangan sang direktur operasional. Ia menghela nafas panjang. Tadi ia sempat was-was akan diberikan SP, tapi beruntung karena ini kesalahan pertamanya jadi sang atasan masih mau menoleransinya.
"Bagaimana? Loe dikasi SP?" tanya seseorang saat melihat wajah masam Amar.
Wajah masam itu seketika berbinar, "nggak lah. Gue kan karyawan teladan. Hahaha ... " ujar Amar dengan bangga. Tanpa sadar, rekannya itu mengepalkan tangan. Lalu ia melirik Nafisa dengan sorot mata yang tak terbaca.
...***...
Hello pembaca setia othor, di atas tadi ada nama Bu guru Aileena kan, nah siapa yang masih ingat Aileena adalah tokoh dalam novel apa? 😂
Yang masih bertanya-tanya apa yang terjadi dengan Aliyah, sabar ya! Kan baru bab 12. 😄
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...
𝐭𝐨𝐢𝐥𝐞𝐭 𝐩𝐞𝐫𝐭𝐦𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐫𝐚𝐡𝐢𝐦 𝐢𝐛𝐮
𝐝𝐨𝐚 𝐩𝐫𝐭𝐦𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐝𝐨𝐚 𝐢𝐛𝐮
𝐠𝐞𝐧𝐝𝐨𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐩𝐫𝐭𝐦 𝐚𝐧𝐤 𝐠𝐞𝐧𝐝𝐨𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐢𝐛𝐮
𝐛𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧 𝐢𝐛𝐮 𝐥𝐚𝐡 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐲𝐠 𝐩𝐫𝐭𝐦𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠𝐢 𝐚𝐧𝐚𝐤𝟐𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐬𝐤𝐢𝐩𝐮𝐧 𝐛𝐥𝐦 𝐭𝐚𝐮 𝐛𝐞𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐝𝐚𝐧 𝐫𝐮𝐩𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐧𝐲𝐚 😭😭😭😭😭
𝐜𝐢𝐫𝐢𝟐 𝐦𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚 𝐭𝐮𝐫𝐮𝐧𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐣𝐣𝐚𝐥
𝐝𝐫𝐩𝐝 𝐡𝐝𝐮𝐩 𝐦𝐚 𝐬𝐮𝐚𝐦𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐚𝐧𝐤 𝐬𝐢𝐟𝐚𝐭 𝐧𝐲𝐚 𝐤𝐞𝐤 𝐝𝐚𝐣𝐣𝐚𝐥
𝐦𝐞𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐣𝐚𝐧𝐝𝐚 𝐭𝐩 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚
𝐝𝐫𝐩𝐝 𝐩𝐧𝐲 𝐬𝐮𝐚𝐦𝐢 𝐭𝐩 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚
𝐦𝐚𝐦𝐚𝐦 𝐭𝐮 𝐚𝐦𝐚𝐫 𝐬𝐮𝐤𝐮𝐫𝐢𝐧