NovelToon NovelToon
Beautifully Painful

Beautifully Painful

Status: tamat
Genre:Tamat / Sudah Terbit
Popularitas:24.6M
Nilai: 5
Nama Author: Sephinasera

SUDAH TERBIT CETAK

Cinta bertepuk sebelah tangan Anja mempertemukannya dengan Cakra, siswa paling berandal di sekolah.

Hati yang terluka bertemu dengan apatis masa depan akhirnya berujung pada satu kesalahan besar.

Namun masalah sesungguhnya bukanlah hamil di usia 18 tahun. Tetapi kenyataan bahwa Cakra adalah anak panglima gerakan separatis bersenjata yang hampir membuat papa Anja terbunuh dalam operasi penumpasan gabungan ABRI/Polri belasan tahun silam.

Beautifully Painful.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sephinasera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25. Cinta Selalu Ada (2)

Anja

Pagi hari ia terbangun karena pancaran sinar matahari yang masuk melalui celah kaca yang tak tertutup gorden. Suasana kamar lengang, tak ada orang lain selain dirinya.

Setelah puas menggeliat meregangkan badan ia bangkit dan berjalan menuju meja di seberang tempat tidur. Dimana terdapat sebuah box putih yang berisi....bubur ayam yang masih mengepulkan asap. Lengkap dengan telur rebus dan dua potong hati ayam di salah satu sisinya. Hmmm, sepertinya lezat. Dan sebelum mulai menyantap bubur yang pasti diperuntukkan baginya itu, ia lebih dulu meraih sebotol air mineral yang tersimpan persis di samping box bubur, kemudian meminumnya.

Ketika ia baru hendak menyelesaikan suapan terakhir, terdengar bunyi suara kunci yang diputar, diikuti pintu yang terbuka oleh Cakra.

"Tuan putri kita udah bangun nih?" seloroh Cakra sambil menutup dan mengunci pintu kembali. Namun ia hanya mencibir, tak mempedulikan selorohan Cakra.

"Masih lapar nggak? Kalau masih, nanti gue beliin ketoprak di depan. Barusan ada yang mangkal pas jalan kesini."

Ia hanya mengendikkan bahu tak peduli. Lebih memilih untuk mengambil ponsel yang tersimpan di atas tempat tidur. Meninggalkan meja yang masih berisi sampah bekas sarapannya barusan begitu saja.

Ketika ia sedang menscroll layar ponsel melihat-lihat timeline, sudut matanya menangkap bayangan Cakra yang tengah membereskan sampah bekas sarapannya kemudian membuangnya ke tempat sampah yang terletak di dekat pintu.

Semua gerak-gerik Cakra membuatnya kembali mencibir. Namun langsung terhenti ketika tiba-tiba Cakra telah mendudukkan diri di atas tempat tidur tepat di sampingnya.

"Ini gue bayar utang yang 6 juta," ujar Cakra sambil meletakkan amplop berwarna cokelat dengan tulisan nama sebuah Bank sekaligus taglinenya di antara mereka berdua.

"Darimana lo dapat uang secepat ini?!" selidiknya benar-benar ingin tahu. "Nggak nyuri kan?!"

Namun Cakra tak menghiraukan cibirannya, "Lo hitung dulu khawatir kurang."

Ia hanya merengut lalu dengan cepat mengambil amplop tersebut, "Nggak usah. Gue percaya. Makasih."

Cakra tersenyum, "Jadi lunas ya. Deal....," sambil mengulurkan tangan mengajak bersalaman.

Membuatnya mengkerut, "Deal apaan?!"

"Kalau gue bisa bayar yang 6 juta dalam tiga hari, lo bakal lanjutin sampai lahir," jawab Cakra dengan tangan tetap terulur.

Namun ia tak menjawab sekaligus tak menyambut uluran tangan Cakra. Karena hati dan kepalanya kini sedang berperang dan berkecamuk tak karuan.

Ia jelas tak menginginkan anak ini. Hell no. Yang benar saja, ini jelas kecelakaan paling tak terduga yang sama sekali tak diharapkannya. Merusak semua rencana indah yang telah digadangkannya bahkan sejak awal masuk SMA.

Tapi ia juga takut untuk melakukan aborsi. Masih jelas terbayang kamar operasi yang catnya terkelupas disana-sini, juga wajah kusut pria berjas dokter kekuningan. Tak ketinggalan ekspresi bersedih dan menyesal di hampir setiap wajah cewek-cewek yang keluar dari ruang operasi.

Belum lagi peringatan tegas Mas Sada, "Jangan pernah berpikir ngelakuin itu! Nyawa taruhannya!"

Membuatnya semakin takut untuk melakukan aborsi. Ia mungkin kekanakkan dan sering bertingkah seperti imbesil, tapi ia tak ingin mati muda. Terlebih gara-gara aborsi. Tidak, tidak, tidak.

"Anja?" Cakra masih saja mengulurkan tangan, menunggu reaksinya dengan wajah penuh harap.

Tapi kalau ia menyetujui permintaan Cakra, apa yang akan terjadi dengan masa depannya? Karena menurut perhitungan medis, ia akan melahirkan seorang bayi kurang lebih empat bulan lagi. Sementara tiga bulan ke depan ia harus menghadapi rangkaian ujian akhir SMA. Belum menunggu pengumuman SNMPTN dengan harap-harap cemas. Jadi kalau ia harus terus hamil dan melahirkan, bukankah semua bayangan masa depan dalam sekejap mata akan hancur berkeping-keping?

Atau ia bisa merencanakan plan C? Tetap hamil hingga melahirkan, tapi ia akan menyerahkan bayinya pada orang lain. Siapa? Mas Tama mungkin? Karena selama sepuluh tahun lebih menikah, Mas Tama baru dikaruniai Reka seorang. Padahal Mas Sada saja sudah punya tiga orang anak. Perfect plan.

Tapi, UN nya? SNMPTN nya? FKG Kampus Jakunnya? Apakah ia sanggup menjalani gap year setahun? Apakah ia bisa untuk pindah sekolah dan mengulang di kelas XII lagi? Bertemu dengan orang dan teman-teman baru? Atau drop out saja lalu mengambil ijazah paket C? Kemudian masuk FKG lewat SBMPTN atau Simak (seleksi masuk) Jakun tahun berikutnya?

Arrgrhrhrgrgrghg, kenapa semua jadi serumit ini sih?!

Tapi saat ini ia tentu tak punya pilihan lain bukan? Karena pilihannya memang hanya satu. Tak ada lagi. Membuatnya dengan amat sangat terpaksa menyambut uluran tangan Cakra yang langsung menyunggingkan senyum lebar.

"Saya terima nikahnya.....," seloroh Cakra sambil tersenyum lebar. Membuatnya spontan melepas jabatan tangan untuk memukul lengan Cakra.

"Aduh," Cakra jelas pura-pura mengaduh karena mulutnya masih menyunggingkan senyum lebar.

"Ahh! Leganyaaaa.....," bisik Cakra hampir tak terdengar sambil menghembuskan napas panjang penuh kelegaan sekaligus melemparkan punggung hingga telentang di atas tempat tidur.

"Susah banget bujuk elo, Ja," gumam Cakra dengan mata terpejam. Membuatnya mau tak mau memperhatikan wajah Cakra, mumpung orangnya lagi merem yekan?

Wajah yang dihiasi oleh plester luka di pelipis kiri dan sudut bibir kanan, serta lebam kebiruan yang menyebar hampir merata di seluruh bagian itu terlihat masih sangat menarik. Luka lebam sama sekali tak mampu menyamarkan garis wajah yang begitu sempurna. Ditambah rambut hitam dan alis tebal yang....

"Sekarang gue antar ke rumah ya. Sekalian nanya ke kakak lo kapan Mak bisa datang ke rumah buat....."

Kalimat Cakra menggantung di udara begitu menyadari ia sedang menatap lekat-lekat. Perlahan Cakra bangkit kemudian mengulurkan tangan kanan untuk mengusap pipinya lembut, "Maafin gue, bikin lo jadi begini....."

Ia, yang entah kesambet apa tiba-tiba merasa sangat sedih mendapat perlakuan seperti ini, buru-buru memalingkan muka agar Cakra tak melihat genangan yang memenuhi pelupuk matanya. Namun terlambat, setetes air jatuh membasahi ujung jari Cakra tepat ketika ia membuang pandangan ke samping.

"Anja?" suara Cakra mendadak tercekat.

Ia harus menyusut hidung terlebih dulu sebelum akhirnya berucap dengan kalimat terpatah, "Anterin gue ke Mall....."

Seperti biasa, ia memang tak pernah berpikir sebelum bertindak. Seperti saat ini, hanya karena tadi sempat melihat wajah -yang menurutnya eh, cakep juga- bonyok Cakra telentang di atas tempat tidur sambil tersenyum lega dengan mata terpejam, membuat pikirannya mendadak dipenuhi hal-hal aneh namun menarik seperti...ingin membelikan sesuatu yang spesial untuk semua anggota keluarga Cakra.

He deserves it bukan? Hutang 6 juta lunas, selalu -berusaha keras- bersikap baik padanya setelah mengetahui kehamilannya, dan tak pernah terpancing dengan tingkah menjengkelkankannya.

Sungguh kekasih yang baik hati.

Wait! What?!

Anja, are you okay?

Please make it stop right now!

It's ridiculous!

"Lo mau ngapain ke Mall?" nada suara Cakra kembali berubah seperti bapak-bapak yang sok tahu.

"Bukan urusan lo!" sungutnya kesal. Meski sudah tak sekesal sebelumnya. Karena wajah bonyok Cakra yang tersenyum lega sambil memejamkan mata di atas tempat tidur kini kembali memenuhi seluruh rongga di dalam kepalanya. No! Go away!

"Mending lo nunggu di lobby aja deh, daripada ngerecokin gue!" sungutnya lagi.

Namun Cakra tak menjawab, terus saja mengikuti setiap gerak langkahnya.

"Oya, adik-adik lo umurnya berapa aja?" tanyanya cepat sambil menimbang-nimbang untuk masuk ke gerai kids stuff yang mana.

Cakra mengernyit sambil balik bertanya, "Kenapa?"

"Nggak usah banyak nanya, buruan!"

"Icad, Umay, sama Sasa itu anak-anaknya almarhum Abang gue."

"Buru ih berapa umurnya?!"

Setelah mendapat jawaban dari Cakra, ia langsung melesat memasuki gerai pakaian anak yang menjadi langganan Mama tiap kali akan memberi bingkisan pada cucu-cucunya.

"Ja, lo beli baju sebanyak ini buat siapa?" suara Cakra terdengar cemas. "Kalau buat anak-anak Kak Pocut, mending nggak usah. Lo nggak perlu re...."

"Udah deh ah, berisik banget sih?!" semburnya kesal karena konsentrasi memilih jadi terganggu.

"Jangan ganggu kesenangan gue!"

Satu setengah jam kemudian ia harus memesan Taxi Online karena tak sanggup membawa barang hasil belanjaan yang begitu banyak dengan membonceng motor Cakra. Mereka berjanji untuk bertemu di depan gang masuk menuju rumah Cakra.

Dan setelah melewati gang berliku yang lumayan lengang dibanding kali pertama ia datang, mungkin karena sekarang masih terlalu siang, masih jamnya anak-anak berada di sekolah. Sampailah ia di depan rumah Cakra. Yang tak kalah sepi dibanding rumah lain di sekitarnya. Namun tiba-tiba pintu rumah terbuka sedikit oleh seorang anak perempuan kecil berparas cantik yang langsung melongo begitu melihatnya sedang berdiri di teras rumah membawa seabrek kantong belanjaan.

"Assalamu'alaikum, Sasa....," suara Cakra terdengar dari belakang punggungnya.

"Kok Yah bit udah pulang jam segini?" Sasa mengernyit heran. "Kakak ini siapa?"

Tak harus menunggu lama, ia kini telah asyik bermain boneka Barbie -yang tadi baru dibelinya di Kidz Station- dengan Sasa yang tak henti-hentinya tertawa senang. Sementara tas berisi baju-baju untuk semua anggota keluarga telah diberikannya pada Cakra, sambil berpesan, "Bilang aja dari elo! Kan emang duit buat belinya dari elo!"

Menjelang Ashar Kak Pocut pulang, dan terkejut demi mendapati dirinya sedang bermain-main dengan Sasa dan Umay. Ia sempat melihat Cakra ditarik ke ruang belakang oleh Kak Pocut. Namun tak lama kemudian kembali bergabung dengannya di ruang tamu.

Tak lama berselang gantian Mamak yang pulang ke rumah. Tak seterkejut Kak Pocut tadi, hanya saja beberapa kali sempat mengusap-usap lengannya lembut sambil berucap,

"Kau bertambah kurus. Harus banyak makan. Sekarang Mak buatkan ayam tangkap ya. Kemarin Mak sudah janji, tapi kata Agam lagi pada sibuk di rumah sakit tak sempat pulang ke rumah. Bagaimana keadaan ayah nak?"

Ia kini telah duduk di lantai dapur, memperhatikan Kak Pocut yang sedang memilih-milih bumbu dapur dan rempah untuk memasak. Meski Cakra melarang keras, "Kamu duduk di depan aja, main sama Sasa."

Tapi ia tak menghiraukan, lebih memilih untuk ikut mengupas bawang merah dan bawang putih yang akan dijadikan bumbu.

"Memangnya bisa?" seloroh Mak kearahnya.

"Bisa," jawabnya cepat. "Ngupas doang sih kecil," lanjutnya sambil tersenyum lebar, senyum yang tak bertahan lama karena kini matanya mulai berair akibat mengupas bawang merah dalam jumlah banyak.

"Aduduh....," ia harus mengerjap-ngerjapkan mata agar rasa pedih sedikit berkurang, namun gagal. Karena kini ia bahkan mulai menangis sebab kepedihan. Membuat Kak Pocut menghampiri untuk menyusut sudut matanya dengan tisu.

"Udah enakan?" tanya Kak Pocut setengah tertawa. Membuatnya ikut tertawa sambil menganggukkan kepala meski mata masih terasa sangat pedih.

"Orang di rumah aja nggak pernah masak," suara Cakra kembali mampir ke telinganya. Namun ia hanya mencibir.

"Duduk disini," lanjut Cakra sambil menyorongkan kursi kecil yang terbuat dari potongan kayu untuk didudukinya.

"Enggak ah, enakan disini," tolaknya tanpa menoleh. Asyik memperhatikan Kak Pocut yang sedang mengulek bumbu di atas cobek besar.

"Ntar pulang-pulang dari sini masuk angin lagi," seloroh Cakra yang membuatnya semakin sebal. Namun harus ditahan-tahan untuk tak membentak atau memelototi si berandal itu karena Mak dan Kak Pocut sedang tersenyum-senyum memperhatikan mereka berdua.

"Sudah jangan ganggu Anjani," sergah Mak yang sedang menyalakan kompor. "Kau main sama Umay sana di depan."

Membuatnya mencibir penuh kemenangan. Sementara Cakra terkekeh sambil mengacak puncak kepalanya lembut.

Apa?!

Wait, what?!

Berani-beraninya!

Namun ketika ia melotot, Cakra justru tersenyum sambil menatap matanya dalam-dalam. Tatapan yang membuat mata melototnya perlahan berubah mengendur dengan sendirinya. Tatapan dari sepasang mata yang tiba-tiba membuat hatinya bagai disayat sembilu. Juga senyum penuh arti yang berhasil membuat degup jantungnya berdetak tiga kali lipat lebih cepat seperti sedang berkejaran.

Dan ketika ia merasa mulai oleng, suara teriakan Sasa menjadi penyelamat, "Yah biiiit! Ada Kakaaaak!"

Cakra masih saja tersenyum kearahnya saat bangkit dan berjalan menuju ke ruang depan, membuat seluruh wajah hingga kedua telinganya mendadak terasa panas membara.

Sialan!

Apa itu tadi?!

All the hell right.

Sepeninggal Cakra ke ruang tamu, ia kembali memperhatikan Mak yang sedang mengaduk-aduk ayam di atas wajan besar. Sambil sesekali menjawab pertanyaan dari Kak Pocut.

"Beginilah keadaan kami," ujar Kak Pocut sambil tersenyum. "Bukan siapa-siapa."

"Agam tak punya apa-apa untuk membahagiakan Anjani."

Membuat hatinya kembali bagai disayat oleh sembilu. Memangnya siapa ia harus dibahagiakan oleh Cakra? Memang kenapa kalau Cakra bukan siapa-siapa? Memang ia dan Cakra akan melakukan apa hingga harus memi....

"Assalamu'alaikum Mamak," sebuah suara renyah mendadak mampir di telinganya. Disusul dengan munculnya seorang cewek modis di antara ruang tengah dan dapur.

"Apakabar Mak?" cewek modis itu menghampiri Mamak yang sedang memasak dan langsung mencium tangan takzim. Begitu juga kepada Kak Pocut.

"Baik...baik....," Mamak tersenyum. "Salma apakabar? Sehat?"

"Alhamdulillah Mak," cewek yang dipanggil Salma tersenyum sumringah.

"Itu ada titipan dari Bunda buat Mak sama Kak Pocut," lanjut Salma sambil menunjuk kearah Cakra yang berdiri canggung sambil mengusap tengkuk. "Udah kutitip ke Agam."

"Wah, Bunda Salma kenapa repot-repot segala," sergah Kak Pocut sambil tertawa. "Titipan yang kemarin juga masih bagus."

Salma ikut tertawa, "Iya kebetulan kemarin Bunda baru pulang dari Osaka. Ini sedikit kenang-kenangan dari sana."

"Wah, ke Jepang lagi?" suara Kak Pocut jelas terkesima. "Acara apa?"

"Semacam training begitu," Salma tersenyum.

Kak Pocut mengangguk-angguk, "Sampaikan terima kasih kami ke Bunda ya."

"Iya, nanti Salma sampaikan ke Bunda. Oya, sama ini, Bunda mau pesan ayam tangkap lima kilo buat besok siang, bisa Mak?"

"Bisa...bisa....," Mak mengangguk setuju. "Mau diambil atau diantar?"

Mak, Kak Pocut, dan Salma pun mulai memperbincangkan teknis pemesanan ayam tangkap. Sementara Cakra masih saja berdiri canggung sambil mengusap-usap tengkuk. Membuatnya memilih untuk menunduk menatap tampah, pura-pura sibuk memilah daun pandan, daun salam, daun kari, dan daun jeruk.

"Eh, lagi ada tamu ya?" suara renyah Salma kembali mampir di telinganya. Ketika ia mendongak, Salma sedang tersenyum sambil melihat kearahnya.

"Mm, iya nih, kenalin....," sahut Cakra kaku. "Anjani...."

Dengan senyum terkembang Salma berjalan menghampirinya, "Salma," sambil mengulurkan tangan ramah.

Membuatnya tergeragap sebentar, sebelum akhirnya membalas jabatan tangan Salma sambil berucap lirih, "Anja. Ng...Anjani...."

"Lagi pesan ayam juga?" tanya Salma sambil tersenyum. "Ayam masakan Mak Agam memang paling enak di daerah sini."

Ia meringis bingung, namun ketika hendak menjawab, suara Cakra lebih dulu menyahut, "Bukan. Teman sekolah....."

"Wah," mata Salma membulat. "Tumben ada teman sekolah kamu main kesini."

Cakra hanya tertawa sumbang, ia juga cuma bisa meringis bingung. Sementara Mak dan Kak Pocut telah kembali sibuk dengan masakan di atas kompor.

"Aku ganggu dong," seloroh Salma tertawa. Namun menurut penglihatannya, tawa Salma tak lagi seceria saat pertama masuk ke dapur tadi.

"Enggak ganggu kok," sergahnya cepat. Keakraban antara Salma dan orang seisi rumah Cakra jelas telah mendefinisikan segalanya. Yaitu Salma bukan orang asing bagi Cakra sekeluarga.

"Sebentar lagi gue pulang," lanjutnya kembali menunduk -pura-pura- memilah daun-daun di atas tampah.

"Ya udah deh, kita ke toko bukunya pas kamu kosong aja. Nggak buru-buru ini," ujar Salma kemudian. Yang hanya dibalas dengan anggukan kaku Cakra.

Salma masih sempat mengobrol dan bercanda beberapa saat di dapur dengan Mamak dan Kak Pocut, sebelum pamit pergi ke ruang tamu untuk mengerjakan tugas. Meski ia tahu Cakra memandanginya sebelum mengikuti langkah Salma ke ruang tamu, namun ia pura-pura tak melihat.

"Salma itu teman SDnya Agam," terang Kak Pocut sambil tersenyum. Padahal ia sama sekali tak bertanya. Masih -pura-pura- sibuk memilah dedaunan.

"Udah berteman dari kecil. Rumahnya di pinggir jalan besar tak jauh dari ujung gang menuju kemari."

"Hampir tiap hari datang ke rumah, minta diajari Agam soal-soal pelajaran matematika, fisika, kimia."

"Ini sejak masuk kuliah udah agak jarang main kesini, mungkin sibuk di kampus."

"Salma udah kuliah, Kak?" tanyanya heran. Ia pikir Salma masih kelas XII sama seperti mereka.

Namun Kak Pocut hanya tersenyum, "Anjani lupa ya kalau Agam sempat nggak naik kelas?"

Kemudian Kak Pocut menepuk lengannya pelan, "Jangan salah paham dengan keakraban mereka ya. Agam pasti tetap bertanggungjawab atas perbuatannya ke Anjani."

"Iya Kak," jawabnya -mencoba- tersenyum. "Saya sama Cakr eh Agam nggak ada hubungan apa-apa selain karena yang ada di dalam sini," lanjutnya sambil memegang perut.

Membuat Kak Pocut memeluk erat dirinya sembari berbisik lirih, "Maafkan Agam ya Anjani....Maafkan Agam....."

1
Zulva
Obat Rindu dengan Cakra dan Anja,Mas Tama dan Kak Pocut. Tak kan pernah bosan,dan tk bisa lupa dengan cerita mereka. Makasih mam Sera atas karyanya yg sangat LUAR BIASA BUATKU😘😍. Sambil lagi USAHA BIAR BISA BACA KARYA TERBARUNYA RAKAI DAN PUPUT..
Intan Reni Agustina
🥲
Mrs.Kristinasena
aku baca lagi kak .awal th 2025..kangen banget Ama Cakra Anja..karya kak sephinasera emang ga ada duanya..ngangenin..bahkan tanpa ampun telah menyatu dlm kalbu seolah ini cerita nyata..pdhl hanya karya fiksi..
AuLia PuTri
2025 baca lagi masih saja terharu 🥲🥲
Reni Novitasary
mewek again/Sob/
rian silviani
apakah ada Cakra di real life?
RR.Novia
Abang cakra, aku balik reread lagi 🥹
marianna
kalo udah dapat cerita sebagus ini bakalan susah dpt cerita yang lebih bagus lagi
Pudji Widy
kak sera..ayo balik ke NT lagi..kangen kak baca cerita mu
Teh Neng
2025 baca ulang .. kangen Cakra🤗
Iren Siwi
Luar biasa
Nartyfauzi ruliyadi
tidak bisa move on dr novel Cakra Anjani dn Pocut mas Tama ❤️❤️❤️
Teh Neng
maa syaa Allah baca untuk ke sekian kalinya ini teteh . gagal move on Cakra tuh yaaahhh . Nemu di mana coba Cakra versi nyata☺️
Darmiati Thamrin
😭😭😭😭😭
Athalla✨
kirain Anja mau dilanjuttt bang ehh
Athalla✨
Love you too 🥰😍
udah aku wakilin tuh Ja 🤭🤭
Athalla✨
runtuh sudah pertahanan diri Abang 😁😁
Athalla✨
kamu yang mancing duluan loh Ja 🤭
Athalla✨
sadar gak sih Ja,, kamu mancing² abang terus 😂
Athalla✨
kelamaan nungguin kamu bang jadinya disamperin deh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!